Dewasa ini, perkembangan teknologi meningkat dengan signifikan. Hal tersebut ditandai dengan perpindahan dari Era Revolusi Industri 4.0 menuju Era Society 5.0. Menurut pengertian dari Euis Sri Nurhayati dan Luki Wijayanti (2023), Society 5.0 adalah berbagai macam teknologi digital yang digunakan untuk kebutuhan industri dan kebutuhan hidup manusia dalam kesehariannya, contoh produk Society 5.0 sendiri adalah IoT, Artificial Intelligence, Aurgmented Reality (AR), dan robot. Dalam mencapai tahap tersebut, tentu melalui perkembangan teknologi terlebih dahulu, contoh perkembangan teknologi yang telah ditemukan dan masih digunakan sampai sekarang adalah media sosial.
Banyak sekali contoh media sosial yang bisa kita akses hanya dengan sentuhan terhadap ponsel pintar, salah satu contohnya adalah TikTok. Aplikasi tersebut merupakan platform media sosial yang dirilis pada tahun 2016 dan dikembangkan oleh perusahaan Tiongkok bernama ByteDance. TikTok menyediakan banyak fitur menarik untuk para penggunanya, seperti video singkat maksimal tiga menit, siaran langsung, dan fitur pesan antarpengguna. Konten-konten yang ada di TikTok pun beragam, mulai dari konten hiburan sampai konten berbau pendidikan juga tersedia di sana. Selain itu, UMKM di Indonesia juga banyak yang berjualan di siaran langsung TikTok.
Masyarakat Indonesia yang menggunakan aplikasi TikTok pada tahun 2024 berjumlah sekitar 157,6 juta penduduk (Statista, 2024). Angka tersebut merupakan jumlah yang sangat besar, mengingat total penduduk Indonesia adalah berjumlah 282.477.584 jiwa (Kemendagri, 2024), di mana dapat disimpulkan bahwa pengguna TikTok di Indonesia adalah sekitar 55% dari total penduduk Indonesia. Karena jumlah tersebut, TikTok merupakan salah satu aplikasi yang paling banyak digunakan di Indonesia. Oleh karena itu, TikTok memegang pengaruh yang besar dalam aktivitas masyarakat Indonesia di dunia maya.
Apa itu “Rules TikTok”?
“Rules TikTok” atau “Standar TikTok” adalah sebutan yang ramai digunakan di Internet untuk konten atau video TikTok yang memberikan kesan memerintah, mengatur, dan memberikan standar atas hal yang kurang penting atau hal yang tidak harus dipermasalahkan.
Konten video “Rules TikTok” memang tidak secara langsung menyatakan bahwa apa yang disampaikan kreator video adalah hal yang harus dilakukan atau dijadikan standar. Namun, dalam video biasanya mengandung kata-kata persuasif yang bisa membuat penonton langsung mempercayai ataupun meyakini narasi tersebut. Selain itu, video tersebut biasanya mempunyai jumlah likes dan comment yang banyak, hal tersebut bisa menambah keyakinan penonton bahwa apa yang disampaikan dalam video tersebut adalah hal yang memang harus dilakukan atau dijadikan standar.
Salah satu contohnya adalah seperti tangkapan layar berikut:
Sekilas memang tidak ada yang salah dengan tangkapan layar dari video tersebut. Namun, video tersebut mengandung kata persuasif “stop” terhadap hal yang tidak seharusnya dipermasalahkan, yakni bertanya tentang parfum yang dipakainya.
Dalam video tersebut juga terdapat kata “kocak” yang berkonotasi negatif, di mana seakan-akan menertawakan atau menyepelekan orang yang bertanya hal tersebut padahal pertanyaan yang diberikan adalah pertanyaan yang harmless.
Berdasarkan narasi dari video tersebut, penonton dikhawatirkan dapat menelan narasi secara mentah-mentah dan menimbulkan kekhawatiran baru dalam bersosialisasi bahkan membuat standar baru yang tidak mendasar kepada masyarkat.
Lantas, bagaimana cara memilih konten tiktok yang benar?
Berikut adalah beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk memilih konten TikTok supaya tidak langsung terpengaruh dengan narasi yang keliru:
- Buatlah standar sendiri
- Agar tidak terpengaruh dengan suatu narasi yang ada di TikTok, kita harus mempunyai standar ataupun tujuan hidup sendiri.
- Menganalisis konten dan narasi video
- Kita harus meninggalkan atau skip suatu video Jika konten dan narasi video mengandung hal-hal yang negatif dan bersifat memprovokasi dalam hal yang negatif.
- Memperhatikan akun dari pembuat video
- Kita bisa melihat kredibilitas dari video TikTok dengan melihat siapa pembuatnya. Jika akun dari video yang muncul di halaman FYP (for your page) kita adalah akun bodong maka kita harus kritis terhadap video yang ada dengan cara tidak menerima narasi yang ada di situ secara mentah-mentah.
Setelah mengetahui bagaimana cara kita menyaring konten-konten TikTok yang bisa “menyesatkan” seperti beberapa konten “Rules TikTok,” diharapkan kita dapat menjadi warganet yang cerdas dan kritis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H