Charles Wright Mills atau lebih dikenal dengan C. Wright Mills, lahir dan dibesarkan di Texa. Ia lahir pada 28 Agustus 1916, ayahnya bekerja sebagai pialang asuransi dan ibunya mengurus rumah tangga.Â
Pada masa itu, keluarga mills dapat dikategorikan sebagai kelas menengah konvensional. Pada tahun 1939, Mills berhasil meraih gelar master di Universitas Texas pada usianya yang ke-23 tahun. Pada tahun itu juga, Mills melanjutkan pendidikannya di Universitas Wiscounsin dan meraih gelar Ph. D. pada tahun 1941.
Mills memulai karir profesionalnya di Universitas Maryland, College Park pada tahun yang sama saat ia mendapat gelar Ph. D. sebagai Associate Professor of Sociology selama empat tahun. Mills kemudian mengambil pekerjaan sebagai dosen di Universitas Columbia pada tahun 1946, lalu menghabiskan karirnya di sana hingga wafat pada tahun 1962 karena serangan janting di usianya yang menginjak 45 tahun.
Fokus utama dari pemikirannya adalah pembahasannya mengenai ketidaksetaraan sosial, kelas-kelas menengah, serta kekuatan elit dan kuasanya terhadap masyarakat pada saat itu, khususnya di Amerika.
Dominasi Elit & Karyawan Kerah Putih
Mills berpijak pada konsep rasionalisasi ala Max Weber dalam hampir setiap analisisnya. Dalam bukunya yang berjudul The Power of Elite (1956) misalnya, dapat dilihat bahwa Mills mencoba untuk menunjukkan bagaimana Amerika didominasi oleh tiga jenis penguasa, yaitu pengusaha, politisi, dan pemimpin militer. Tiga jenis elit tersebut, menurut Mills membentuk satu tujuan yang bersifat kohesif, sehingga ada hubunngan timbal balik antara kekuasaan politik, ekonomi, dan militer. Akibatnya, keputusan-keputusan atau kebijakan penting di sana (Amerika) tidak didasari oleh kesadaran kolektif masyarakat, melainkan kepentingan-kepentingan dari tiga elit tersebut.
Dari analisinya terhadap kelas-kelas teratas, ia memperluas pembahasannya kepada kelas menengah yang muncul dan tumbuh pada masa itu, yaitu apa yang disebut Mills sebagai kerah putih. Kerah putih merupakan bagian dari kelas menengah pekerja-pekerja yang semakin kehilangan kekuatan pribadinya yang ditandai oleh keterasiangan kerja.
Isu keterasingan dari paham Marxisme dijadikan Mills sebagai pusat kajian tentang kelas menengah Amerika. Semisal hari ini, kita banyak mendengar istilah-istilah seperti burnout, hectic, overwhelm, dll. Istilah -istilah tersebut merupakan suatu bentuk ekspresi dari mereka yang menderita akibat tekanan pekerjaan. Pada akhirnya, kita juga dihadapi dengan tren "healing" sebagai upaya untuk bebas dari pekerjaan menjemukan. Dari hal tersebut mereka yang bekerja atau karyawan berkerah putih hanya melakuakan apa yang seharusnya mereka lakukan dalam pekerjaan mereka tersebut, maka mereka secara tidak langsung tidak memahami makna kerja yang dilakukan.
Imajinasi Sosiologi
Imajinasi sosiologi merupakan kemampuan untuk melihat realitas mendalam dari hidup seorang individu, lalu mengkontekstualisasikan ke dalam struktur sosial secara umum.Â
Menurut Mills, dalam upaya membangun imajinasi sosiologi harus memperhatikan antara personal trouble (masalah personal) dan public issue. Misalnya, ketika seorang individu mengalami masalah ekonomi dan hanya individu tersebut  yang mengalaminya, maka persoalan tersebut hanya dapat dianggap sebagai personal trouble. Tetapi ketika banyak individu mengalami persoalan mengenai ekonomi, maka peersoalan ekonomi tersebut telah menjadi permasalahan bersama, sehingga hal itu dapat dikatakan sebagai masalah sosial.