Pemilihan umum 2024 bukanlah pesta demokrasi belaka, melainkan juga momentum uji kelayakan wakil rakyat di ruang publik. Calon legislatif merupakan representasi keinginan dan harapan rakyat, sudah sewajarnya terkualifikasi kapabilitasnya. Dinamika kompleks yang dihadirkan masyarakat menjadi satu rintangan baru untuk menguji kapabilitas calon legislatif.Â
Tidak hanya melewati seleksi di internal parpol, namun juga melibatkan khalayak umum dalam memfilter legislatif yang akan terpilih nantinya. Opini yang lahir dari prosesi ini akan menjadi gambaran penilain yang lebih dewasa dan bijaksana untuk masyarakat dapat memantapkan diri memilih calon legislatif. Â
Bagaimana cara menyelenggarakan uji publik untuk calon legislatif? Bukankah akan sangat rumit dilakukan dengan caleg sebanyak itu, atau ini terlalu berlebihan untuk seorang calon legislatif?Â
Jadi, pada dasarnya hal demikian dicanangkan sebagai respon kekecewaan masyarakat terhadap legislator-legislator. Sudah seharusnya masyarakat dipertontonkan hal-hal yang objektif.
Ketika kampanye, calon legislatif menjual retorika-retorika manis kepada masyarakat, namun ketika mereka terpilih kenyataan lain yang terjadi. Roda pemerintahan yang seharusnya mereka gerakan menjadi melambat atau bahkan tertahan akibat ketidakmampuan mereka menghadirkan solusi dan ide baru dalam menjalankan negara.Â
Di sisi lain ada anggota DPR RI yang kedapatan menonton video porno ketika rapat. Tidak sedikit juga yang melakukan tindak pidana seperti judi online, korupsi, penipuan, hingga kasus asusila.Â
Baliho, poster iklan, sembako gratis bukanlah solusi konkret dari masalah di masyarakat, namun integritas dan kapabilitas adalah instrumen tepat untuk menjawab masalah itu. Uji kelayakan bukan suatu yang mustahil untuk dilakukan, sebab negara bukan taman bermain untuk menerima legislator yang tidak memiliki integritas dan kapabilitas.
Dalam konteks demokrasi, uji kapabilitas calon legislatif memegang peranan krusial sebagai filter penilaian individu wakil rakyat. Proses ini tidak sekadar seremonial, melainkan menjadi pilar integritas demokrasi. Prosesi ini berfungsi sebagai tolak ukur kapabilitas seorang calon legislatif.Â
Kemudian menjadi momentum pengawasan terhadap indikasi-indikasi intervensi dari berbagai pihak, probabilitas penyalahgunaan kekuasaan, serta potensi korupsi. Dengan demikian masyarakat dapat melucuti semua pakaian pencitraan pada  diri calon legislatif dan memilih secara objektif
Uji kelayakan dapat dibagi menjadi dua dimensi. Pertama pada rana pribadi calon, dan yang kedua dari uji publik. Pada dimensi pertama berbicara tentang personal calon. Aspek pendidikan dan pengalaman menjadi indikator fundamental dalam menilai kelayakan seorang calon legislatif. Pendidikan dan pengalaman yang linier dianggap sebagai pondasi utama dalam menganalisis dinamika kebijakan publik dan memahami tata kelola pemerintahan.Â