Mohon tunggu...
Muhammad Dzikri Yudasmara
Muhammad Dzikri Yudasmara Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Pecinta Akal Sehat yang Tak Mengingkari Hati Nurani

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengembalikan Makna Ibadah Qurban, Mengatasi Persaingan dan Pemubaziran dalam Semangat Berbagi

28 Juni 2023   13:00 Diperbarui: 28 Juni 2023   13:04 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi ibadah qurban seharusnya merupakan momen sacral yang penuh keikhlasan dan rasa solidaritas, di mana umat Muslim saling berbagi dengan sesama dan menyumbangkan sebagian rezeki mereka kepada yang membutuhkan. Ibadah yang seharusnya penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keikhlasan sering kali berubah menjadi ajang adu gengsi dan pamer di kalangan masjid, musholla, atau yayasan. Persaingan untuk memiliki jumlah hewan qurban yang paling banyak sering mengaburkan tujuan asli dari ibadah ini. Dampak negatifnya adalah kebanyakan daging yang terbuang sia-sia dan pemanfaatan untuk kepentingan pribadi oleh oknum panitia. Artikel ini akan membahas fenomena tersebut, menggambarkan dampak negatifnya, dan memberikan argumentasi tentang pentingnya mengembalikan esensi sejati ibadah qurban.

Menyadari Makna Ibadah Qurban yang Sebenarnya:

Artikel ini mengajak pembaca untuk kembali menyadari makna sejati ibadah qurban. Ibadah ini seharusnya dilakukan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengorbankan sesuatu yang kita cintai, dan berbagi rezeki kepada sesama. Melalui kesadaran akan makna ini, diharapkan persaingan dan pamer yang tidak sehat dalam ibadah qurban dapat diminimalisir.

Fenomena Adu Gengsi dalam Ibadah Qurban:

Di beberapa masjid, musholla, dan yayasan, ibadah qurban kini dipandang sebagai ajang adu gengsi. Mereka saling berlomba-lomba untuk mencari pengakuan dengan menunjukkan jumlah hewan qurban yang mereka korbankan. Institusi yang menyelenggarakan qurban dengan jumlah banyak dipandang sebagai yang paling hebat dan jumawa, sementara yang memiliki jumlah yang sedikit dianggap biasa-biasa saja. Pemahaman yang keliru ini mengakibatkan ibadah qurban kehilangan makna sejatinya. Ia seharusnya menjadi bentuk ibadah yang memperkuat rasa persaudaraan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

Konsekuensi Negatif yang Muncul:

Praktik qurban yang terfokus pada pamer dan adu gengsi ini telah menimbulkan konsekuensi yang merugikan. Salah satu masalah utamanya adalah surplus daging qurban yang berlebihan. Beberapa masjid atau musholla yang terlalu bersemangat dalam membeli hewan qurban akhirnya mengalami kesulitan dalam mendistribusikan daging tersebut dengan bijak. Para panitia sering kali kebingungan karena telah membagikan jatah daging kepada yang berhak, namun penerima daging juga merasa kebanyakan dan daging tersebut akhirnya menjadi mubazir.

Penyalahgunaan oleh Oknum Panitia

Selain itu, terdapat oknum-oknum dalam panitia qurban yang memanfaatkan momen ini untuk kepentingan pribadi. Mereka mungkin telah mengantongi jatah daging untuk keperluan mereka sendiri tanpa memberitahukan atau berkoordinasi dengan panitia lainnya. Tindakan semacam ini melanggar prinsip keadilan dan mengorbankan tujuan ibadah qurban yang seharusnya mengedepankan kepentingan umat secara keseluruhan.

Solusi dan Perubahan yang Diperlukan:

Pertama, perlu ada pemahaman yang lebih baik tentang esensi ibadah qurban, di mana keikhlasan, solidaritas, dan kepedulian harus menjadi fokus utama.

Kedua, masjid, musholla, dan yayasan harus berupaya untuk mengurangi adu gengsi dan pamer yang tidak sehat terkait jumlah hewan qurban yang disembelih.

Ketiga, Perlu adanya koordinasi yang baik antar masjid, musholla, dan yayasan dalam melaksanakan ibadah qurban. Pengurus masjid, musholl dan yayasan harus saling berkomunikasi dan memastikan jumlah hewan qurban yang dibutuhkan secara proporsional untuk masyarakat yang membutuhkan. Jika perlu dibuat semacam forum yang mewadahi masjid, musholla dan yayasan untuk mencari jalan keluar atas permasalahan ini, misal dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait, seperti panti asuhan, masyarakat kurang mampu, dan lembaga amil zakat, agar dapat membantu memastikan bahwa daging qurban disalurkan dengan baik kepada yang berhak, sehingga tidak ada pemborosan yang terjadi.

Terakhir, perlu ada pengawasan yang ketat terhadap panitia qurban untuk mencegah penyalahgunaan kepentingan pribadi. Oknum-oknum yang memanfaatkan momen qurban untuk kepentingan pribadi juga harus ditangani dengan tegas. Panitia harus menjalankan tugas dengan integritas tinggi dan bertanggung jawab. Pembentukan mekanisme pengawasan dan pengendalian yang efektif akan membantu mengurangi kemungkinan penyalahgunaan dalam ibadah qurban.

Dalam mengembalikan makna ibadah qurban, kita harus bersama-sama melawan persaingan yang tidak sehat, meminimalisir pemubaziran daging qurban, dan memerangi oknum-oknum yang memanfaatkan ibadah ini untuk kepentingan pribadi. Dengan memahami dan menghayati nilai-nilai keikhlasan, kemanusiaan, dan berbagi dalam ibadah qurban, kita dapat mengubah fenomena yang memprihatinkan ini menjadi momentum yang memperkuat persatuan umat Muslim dan menguatkan ikatan sosial di masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun