Mohon tunggu...
Muhammad Najib
Muhammad Najib Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa & Muhibbin

RASULULLAH ï·º IDOLAKU Menulis hanya untuk menyenangkan Rasulullah ï·º

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Rizieq Shihab: Tata Krama Politik

17 Oktober 2019   18:14 Diperbarui: 17 Oktober 2019   18:43 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negeri yang elok dan besar yang terbentang digaris khatulistiwa dengan beragam kebudayaan dan agama. Sebagai negeri yang ramah tamah dan toleransi tinggi terhadap ras, suku, budaya dan agama sudah menjadi barang tentu setiap orang dihargai, dikasihi, dan dilindungi oleh negara sesuai amanah konstitusi negara yakni pancasila dan UUD 1945 "setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga NKRI". Istilah sederhananya ialah sebagai bentuk penyamarataan dimata hukum sebagai warga negara (Baca: Pasal 1 ayat 2 & 3). 

Dengan demikian keberagaman Indonesia dapat menjadi teladan buat seluruh warga negara dibelahan dunia.Setiap kali berkembang rumor tentang korupsi dan penyalahgunaan jabatan, apalagi penyalah gunakan kekuasaan seolah seperti ada tekanan terhadap pers dan penegak hukum terkait agar kasus tersebut dicuatkan sebagian ke publik dan lalu disingkirkan secara masif dari ingatan publik agar tidak menjadi bahan kajian mendalam, maka kami (mahasiswa) adalah salah satu kelas sosial yang paling marah. 

Jika selama ini kami diam, bukan karena calon cendikia dan sektor informal terlalu lemah untuk melakukan sesuatu, melainkan karena ada kemafhuman, mau tidak mau, bahwa praktek semacam itu sudah jamak dan telah menjadi kaprah. Dengan sedikit saja keleluasaan, tanpa diperlukan satuan intelejen yang canggih, ataupun bahkan KPK, kami pun yakin, bahwa kami mampu membuktikan kasus-kasus korupsi yang menimbulkan kerugian negara minimal Rp 10 milyar. 

Apalagi penyalagunaaan jabatan atau kekuasaan yang boleh jadi tak secara langsung merugikan negara, untuk plafon Rp 100 milyar pun kami yakin bisa membuktikannya, bahkan puluhan kasus.Kami bukan fatalis. Kami melihat persoalan delikuensi jabatan atau kekuasaan ini memiliki akar yang sangat dalam, yakni kualitas kebudayaan dan tingkat perkembangan nalar serta peradaban Indonesia yang sedang mencari bentuk. 

Kualitas ini menunjuk arti penting norma dan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan pranata (sistem nilai), pengembangan kehidupan kelembagaan masyarakat, serta pengembangan kehidupan kertata atau kesejahteraan masyarakat. 

Perjalanan masyarakat kebudayaan dan peradaban Indonesia masih sangat panjang serta memerlukan kesabaran. Yang pasti, betapapun semacam political read justment tetap diperlukan, pengatasan secara politik terhadap persoalan ini tidaklah mencukupi. Saya adalah orang yang tidak ingin bangsa ini terbelah, dan kami (mahasiswa) ingin bangsa ini bersatu padu dalam memakmurkan negeri dan mematikan budaya korup direpublik ini. 

Saya tidak ingin membahas RUU atau yang berhubungan dengan KPK, karena urusan korupsi bagi saya bukanlah urusan KPK atau negara saja yang punya hak. Kami pun punya hak, karena setiap warga negara wajib memberikan kontribusi demi kemakmuran dan kemajuan bangsanya. Jadi kalau lembaga KPK sekalipun dihapus, bukan berarti korupsi dapat merajela dan menjadi predator tak terkendali, justru semakin mudah dimatikan dengan kekuatan people power. 

Bahkan kami atau kita sebagai warga negara adalah lembaga terbesar dengan keanggotaan 250 juta orang berhak ntuk mengadili dan menjatuhi hukuman kepada si koruptor tersebut.

Sedikit yang menghibur kami, bahwa KPK perlu ada lembaga pengawasan kita itu sudah pas, tetapi tidak pas jika lembaga pengawas itu bukan kami yaitu mahasiswa atau segenap lapisan masyarakat. Saya sangat mengapresiasi DPR dan Presiden dari segi yuridis nya, maksudnya mengapresiasi DPR dan Presiden masih peduli pemberantasan korupsi dan mampu membuat produk hukum setidaknya tidak makan gaji butalah mereka hehe, tapi dalam kaidah hukum tidak lah terpatok yuridis saja, ada kajian atau kaidah filosofis, sosiologis serta yang paling penting historis. 

Saya tidak ingin menjabarkan terlalu panjang disini tapi saya hanya ingin berujar tentang kajian historis kenapa korupsi jadi musuh bangsa ini, ternyata bahwa dahulu sejak reformasi dimulai di tahun 1998, bangsa ini sepakat bahwa korupsi dianggap sebagai extra ordinary crime (kejahatan yang luar biasa) itu terbukti berdasarkan konsideran dari UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.

Kami bukan tidak tahu nilai latar belakang historis RUU KPK, ibarat kata sepandai-pandai tupai melompat pasti kan jatuh juga hehe. Kami pun menerima lah tentang perang narasi, perang pemikiran, perang asimetris pemerintah kpd kami dengan pelbagai skema salah satunya yang khas skema proxy war, itulah seperti yang dirasakan Rizieq Shihab dan terkhusus kami setiap kali menyuarakan aspirasi rakyat dan kaum proletarian.

Kami atau bangsa ini sama-sama menyaksikan Rizieq Shihab sebagai beban berat bagi pemerintah di era Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sebagai warga negara, kami dan Rizieq Shihab memiliki hak yang sama. Satu pertanyaan kami, kenapa pemerintah memberi pembiaran kepadanya? Dia telah lama di negara orang tapi pemerintah bersikap tenang dengan kondisinya, tidak memberi sanksi atas limit waktunya yang lama dinegara orang dan malah meligitimasi pencekalan yang diberikan pemerintahan Arab Saudi, bukannya sebagai sesama anak bangsa dan pemerintahan yang baik harus saling tolong menolong?

Kami menilai, pemerintah tengah main api dengan membuat Rizieq Shihab sebagai public enemy, padahal sesungguhnya Rizieq Shihab bersih dari kasus hukum dan tidak catat konstitusional untuk kembali kenagaranya. Tetapi seolah ada hambatan besar yang menembok dirinya. Kalau kami kaji mendalam lagi, harusnya yang diberi sanksi sosial yang berat seperti yang harus dijadikan public enemy adalah para koruptor. 

Mereka membuat banyak kerugian, ketidak stabilan, amoral, dan bahkan tidak menciptakan kemanfa'atan sama sekali baik sesudah dipenjarakan sekalipun. Mata dan nalar publik belum terbuka bahwa sesungguhnya Rizieq Shihab ini kan hanya seorang pendakwah, dan tidak ada urusannya tentang pemerintah apalagi merugikan rakyat secara kolektif atau meluas, tetapi mengapa dijadikan public enemy?

Kami hanya menilai bahwa nalar dan mata publik belum terbuka tentang yang seharusnya jadi public enemy adalah para koruptor adalah kesalahan dari tidak sinkron nya pers dan rahim informasi berita dalam mengabarkan pemberitaan yang murni dan jujur. Ditambah lagi, kami menilai kita semua adalah korban dari kebudayaan dan peradaban pancaroba yang hanya mentok di slogan tanpa ada manifestasi keteladan dari seorang pemimpin negara dan bangsa ini. 

Kami tidak begitu juga menspesialkan Rizieq Shihab dalam hal ini, tapi kami hanya menganggap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla terasa sekali amat tak dihargainya dimata dunia salah satunya oleh negara Arab Saudi akibat pencekalan terhadap warga negara Indonesia (Rizieq Shihab).

Bagi kami, Rizieq Shihab adalah sebuah makanan bagi oknum yang khawatir dan takut tentang jayanya Islam dibumi pertiwi. Bayangkan saja dalam gelaran aksi yang dimotori olehnya puluhan juta manusia berkumpul atas komandonya. Kami hanya ingin pemerintah mendukung gerakan kami bahwa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah sebuah kewajiban yang harus dihadirkan untuk seluruh  warga negara Indonesia. 

Saya haurs konfirmasikan, bahwa persoalan harus pulangnya Rizieq Shihab atas tangan Pemerintah bukan hanya sekedar menyangkut segmentasi umat Islam saja, tapi ini persoalan stabilitas nasional, bagaimana pemerintah Joko Widodo menjelang akhir dan awal menuju pelantikan periode keduanya apakah mampu dan mau memberi jalan bagi kepulangan warga negaranya (Rizieq Shihab)? Ataukah ini bakal jadi beban masa lalu untuk Joko Widodo sebagai Presiden RI?

Kami perlu ingatkan dan sampaikan bahwa kasus Rizieq Shihab merupakan tata Krama politik (Presiden) baik segmentasi nasional maupun internasional (bilateral): Indonesia & Arab Saudi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun