Mohon tunggu...
Muhammad Din Ridho Ichsandi
Muhammad Din Ridho Ichsandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030070 UIN Sunan Kalijaga

Seorang Mahasiswa yang suka bermain game

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film Atlas: Petualangan Futuristik yang Seru Tapi Klise

31 Mei 2024   09:16 Diperbarui: 31 Mei 2024   09:54 2583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: netflix.com

"Atlas" menyentuh tema-tema penting seperti kepercayaan, ketergantungan manusia pada teknologi, dan implikasi etis dari AI. Namun, eksplorasi tema-tema ini sering kali dangkal dan kurang memiliki kedalaman yang terlihat dalam film fiksi ilmiah yang lebih sukses. Upaya naratif untuk menarik paralel antara masalah kepercayaan pribadi Atlas dan ketergantungan masyarakat yang lebih luas pada AI terasa dipaksakan dan kurang matang

Karakter Harlan, yang diperankan oleh Simu Liu, berfungsi sebagai antagonis dengan misi untuk menghilangkan umat manusia demi menyelamatkan planet. Motivasi ini, meskipun menggema dengan tropes fiksi ilmiah klasik, tidak cukup dikembangkan, menjadikan karakter Harlan lebih seperti penjahat stereotip daripada musuh yang menarik. Film ini melewatkan kesempatan untuk menggali lebih dalam latar belakang dan motivasinya, yang bisa menambah lapisan kompleksitas pada plot

Desain Visual dan Efek Khusus

ilustrasi: netflix.com
ilustrasi: netflix.com

Desain visual dan efek khusus dalam "Atlas" juga menjadi poin perdebatan. Beberapa kritikus memuji upaya film dalam menciptakan dunia futuristik dengan teknologi canggih dan latar belakang yang mengesankan. Namun, CGI yang digunakan sering kali terasa kurang realistis dan tampak seperti animasi komputer yang tidak cukup halus. Efek khusus yang tidak konsisten ini merusak imersi dan membuat beberapa adegan tampak kurang meyakinkan

Film ini menggunakan CGI untuk menciptakan berbagai teknologi futuristik, termasuk setelan mech yang digunakan oleh Atlas. Namun, beberapa kritikus mencatat bahwa objek-objek ini tampak terlalu ringan dan tidak memiliki momentum yang realistis, yang membuat mereka tampak kurang nyata di dalam lingkungan mereka. Hal ini menambah kesan bahwa film ini tidak sepenuhnya berhasil dalam menciptakan dunia yang benar-benar hidup

Musik dan Suara

Salah satu aspek yang mendapatkan pujian adalah penggunaan musik dan desain suara dalam film ini. Skor musik yang digunakan berhasil menambah ketegangan dan emosi dalam beberapa adegan kunci, meskipun tidak cukup untuk sepenuhnya menebus kekurangan dalam penceritaan dan pengembangan karakter. Desain suara juga membantu menciptakan atmosfer futuristik yang mendukung latar cerita, meskipun kadang-kadang terasa berlebihan dalam penggunaannya

Sebagai kesimpulan, "Atlas" adalah film yang ambisius secara visual tetapi kesulitan menemukan pijakannya di tengah lautan klise fiksi ilmiah. Meskipun penampilan Jennifer Lopez dan adegan aksi dalam film ini memberikan nilai hiburan, kurangnya orisinalitas dan kedalaman akhirnya menghambat potensinya. "Atlas" berfungsi sebagai pengingat akan tantangan dalam menciptakan narasi yang segar dan menarik dalam genre fiksi ilmiah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun