Di dalam Al-Quran terdapat 144 surah, diantara surah-surah ini terdapat surah an-nisa, yakni  surah ke-4 yang diturunkan di madinah.Â
Surah An-Nisa berarti "wanita" dan memiliki 176 ayat.
Dari 176 ayat, yang akan dijelaskan adalah ayat ke-6 yang berarti: "Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. Dan janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menyerahkannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas."
Dalam ayat ini dijelaskan mengenai pengasuhan anak yatim, yang dimana mereka di uji oleh walinya apakah mereka bisa mengatur hartanya. Yang diuji dari anak yatim di ayat ini adalah cara mereka melakukan pengelolaan harta, mengatur emosi, dan maturitas mereka.
Dijelaskan di ayat ini kalau mereka sudah cukup umur untuk menikah atau mereka sudah pandai dalam pengelolaan harta mereka, maka para wali harus menyerahkan hartanya secara menyeluruh dan dengan mengadakan saksi.
Bukan hanya anak yatim yang di uji tetapi sang wali juga, dimana mereka harus menahan diri untuk tidak memakan harta anak yatim tersebut. Bagi wali yang mampu, mereka harus menahan diri dari memakan harta anak yatim ini, dan dimana wali yg tidak mampu/miskin mereka diperbolehkan untuk memakan harta anak yatim itu dengan sepatutnya.Â
Saat waktunya tiba untuk menerima kembali hartanya, dia menemukan bahwa hartanya telah hilang dengan cara yang tidak adil. Ketika harta anak yatim diambil secara tidak sah, harta si wali sendiri akan dibakar.Â
Di ayat ini, memakan harta anak yatim secara zalim adalah hal yang dilarang dan tidak boleh memakan lebih dari sebutuhnya.
Dan saat penyerahan harta anak yatim, harus diadakan seorang saksi sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT agar terhindari dari hal yang tidak di inginkan. Â Dengan menghadirkan saksi kita bisa menghilangkan kesalahpahaman selama penyerahan harta.
Namun boleh juga tidak ada saksi, tetapi hanya dengan keputusan anak yatim yang menerima hartanya.