"Setiap manusia pasti pernah lupa entah itu lupa meletakkan kunci, lupa janji, atau bahkan lupa pelajaran sejarah."
Lupa adalah bagian alami dari kehidupan, mekanisme otak untuk menyaring informasi yang dianggap kurang penting. Namun, apa jadinya jika lupa bukan lagi sekadar kejadian sesekali, melainkan kebiasaan yang terus berulang?
Di tingkat individu, lupa mungkin hanya menimbulkan masalah kecil, seperti harus mencari kunci yang terselip atau meminta maaf karena ingkar janji. Tapi ketika lupa menjadi kebiasaan kolektif dalam sebuah masyarakat lupa akan sejarah, lupa akan kesalahan masa lalu, atau bahkan lupa untuk menuntut keadilan dampaknya bisa jauh lebih serius.Â
Budaya lupa dapat melemahkan kesadaran sosial, membuat kita mudah terjebak dalam pola yang sama, dan akhirnya kehilangan identitas serta arah sebagai bangsa.
Lalu, mengapa budaya lupa ini begitu mudah berkembang? Apakah karena informasi bergerak terlalu cepat di era digital? Atau karena kita memang lebih nyaman melupakan daripada menghadapi kenyataan?Â
Ketika Lupa Menjadi Kebiasaan Kolektif
Di Indonesia, budaya lupa kerap terlihat dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari dunia politik, sejarah, hingga kehidupan sehari-hari. Kasus-kasus besar yang dulu menggemparkan sering kali lenyap dari ingatan publik seiring berjalannya waktu, seolah tak pernah terjadi.Â
Skandal politik, korupsi miliaran rupiah, hingga tragedi kemanusiaan yang seharusnya menjadi pelajaran justru terlupakan tanpa ada penyelesaian yang jelas. Tak hanya dalam dunia politik, budaya lupa juga merajalela dalam sejarah bangsa.Â
Banyak peristiwa penting yang perlahan tenggelam, baik karena kurangnya edukasi maupun karena adanya upaya untuk mengaburkan ingatan kolektif. Generasi muda lebih akrab dengan tren terbaru dibanding sejarah bangsanya sendiri. Akibatnya, pelajaran dari masa lalu yang seharusnya menjadi peringatan agar kesalahan tidak terulang justru terabaikan.
Dampak Budaya Lupa bagi Masyarakat