Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Sharenting: Ketika Orang Tua Menjadi Konten Kreator Keluarga

25 Januari 2025   13:32 Diperbarui: 25 Januari 2025   13:32 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sharenting/ membuat konten anak untuk diposting di medsos (sumber gambar: klikdokter.com)

"Di era digital, media sosial menjadi ruang bagi banyak orang untuk berbagi cerita, termasuk kisah tentang keluarga."

Setiap momen berharga dari langkah pertama bayi hingga ulang tahun anak sering kali diabadikan dan diunggah sebagai bentuk kebanggaan sekaligus cara untuk terhubung dengan kerabat dan teman. 

Fenomena ini tidak hanya mengubah cara orang tua mendokumentasikan kehidupan keluarga, tetapi juga menciptakan tren baru yang dikenal sebagai sharenting. Namun, di balik aktivitas yang tampak sederhana ini, terdapat berbagai dilema yang perlu dipertimbangkan. 

Apakah berbagi kisah anak di media sosial adalah bentuk kasih sayang, ataukah tanpa disadari melanggar privasi anak? Di tengah maraknya budaya berbagi ini, orang tua kerap menjadi "konten kreator keluarga" yang mengarahkan perhatian publik kepada kehidupan anak-anak mereka. 

Fenomena ini memunculkan banyak pertanyaan, dari segi etika hingga keamanan. Apa saja yang perlu dipahami agar sharenting tetap dilakukan secara bijak?

Ketika Privasi Anak Menjadi Taruhan

Setiap kali orang tua memposting foto atau cerita tentang anak mereka, ada satu pertanyaan besar yang jarang ditanyakan: bagaimana dengan hak privasi anak? Anak-anak, meskipun masih kecil, memiliki hak atas privasi dan pengendalian terhadap informasi pribadi mereka. Sayangnya, dalam praktik sharenting, hak ini sering kali terabaikan karena keputusan berada sepenuhnya di tangan orang tua.

Apa yang menurut orang tua tampak lucu, menggemaskan, atau layak dibagikan, bisa menjadi sesuatu yang memalukan, bahkan menyakitkan, bagi anak di kemudian hari. Misalnya, foto anak yang menangis di tengah tantrum mungkin terlihat seperti momen yang ingin dikenang oleh orang tua, tetapi bagaimana jika anak itu, saat tumbuh dewasa, merasa malu dengan dokumentasi tersebut yang sudah tersebar di internet?

Lebih jauh lagi, setiap unggahan di media sosial meninggalkan jejak digital permanen. Anak-anak yang belum cukup dewasa untuk memberikan persetujuan terhadap unggahan tersebut akan tumbuh dengan identitas digital yang telah dibentuk tanpa sepengetahuan mereka. Dalam beberapa kasus, ini bisa berdampak negatif pada kehidupan sosial atau profesional mereka di masa depan.

Tekanan untuk Tampil Sempurna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun