Perempuan dan politik adalah dua hal yang sering dipandang dari sudut pandang perjuangan. Perjuangan ini mencerminkan upaya panjang untuk mendobrak stereotip dan hambatan yang telah mengakar kuat dalam struktur sosial dan budaya.Â
Selama berabad-abad, perempuan di seluruh dunia telah berjuang untuk mendapatkan hak politik, termasuk hak untuk memilih, mencalonkan diri, dan berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan.
Namun, meskipun pintu-pintu telah terbuka, perjalanan perempuan di dunia politik masih jauh dari kata selesai. Banyak yang harus menghadapi berbagai bentuk diskriminasi, mulai dari bias gender hingga stigma sosial yang terus menghalangi langkah mereka untuk tampil sebagai pemimpin.Â
Dalam konteks ini, representasi perempuan di panggung politik bukan hanya soal angka atau kuota, melainkan tentang menciptakan ruang yang benar-benar inklusif, di mana suara perempuan didengar, dihargai, dan diwujudkan dalam kebijakan yang berdaya guna.
Kisah perjuangan perempuan di dunia politik tidak hanya berbicara tentang masa lalu, tetapi juga tentang tantangan saat ini. Di tengah pencapaian yang diraih, muncul pertanyaan mendalam, sejauh mana kita telah berhasil menghapus ketimpangan? Apakah kehadiran perempuan di dunia politik telah mencapai titik optimal atau masih menjadi perjalanan panjang menuju kesetaraan yang sebenarnya?
Fakta dan Data
Menurut data Inter-Parliamentary Union (IPU), "Pada tahun 2023, kemajuan dalam representasi perempuan di parlemen berjalan lambat dan beragam. Secara global, persentase anggota parlemen perempuan mencapai 26,9% pada 1 Januari 2024 --hanya 0,4 poin persentase lebih tinggi dibandingkan 12 bulan sebelumnya." (Sumber: ipu.org)
Meskipun angka ini menunjukkan peningkatan dibanding dekade sebelumnya, representasi perempuan masih jauh dari proporsi yang ideal mengingat perempuan mencakup separuh populasi dunia.
Di Indonesia, situasinya serupa. "perolehan kursi anggota perempuan di DPR periode 2024-2029 menjadi yang tertinggi dalam sejarah hasil Pemilu. Pada DPR periode ini, ada 127 perempuan yang mengisi kursi parlemen dari total 580 anggota dewan. Keterwakilan perempuan DPR RI periode 2024-2029 meningkat sebanyak 22,1% dan mencetak sejarah baru Indonesia. Jumat, 18 Oktober 2024" (sumber: news.detik.com)
angka tersebut menunjukkan adanya kemajuan, tetapi masih belum mencapai kuota 30% yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Ketimpangan ini menjadi cerminan bahwa akses perempuan ke posisi strategis dalam politik belum sepenuhnya merata, bahkan dengan kebijakan afirmasi sekalipun.
Tantangan tidak hanya berhenti pada angka. Perempuan yang telah berhasil masuk ke parlemen atau jabatan politik sering kali menghadapi hambatan struktural, seperti kurangnya dukungan dari partai, keterbatasan jaringan politik, hingga minimnya akses ke sumber daya kampanye.
Bahkan ketika perempuan berhasil menduduki jabatan, pengaruh mereka dalam proses pengambilan keputusan sering kali dibatasi oleh norma-norma patriarki yang masih kuat melekat.
Tantangan yang Masih Mengadang
Peningkatan peran perempuan dalam politik bukan hanya soal angka. Lebih dari itu, ini adalah tentang memberikan ruang bagi perempuan untuk benar-benar berkontribusi dalam pengambilan keputusan, membawa perspektif baru, dan mendorong kebijakan yang inklusif serta berpihak pada masyarakat luas. Angka-angka representasi tidak akan berarti jika perempuan hanya menjadi simbol tanpa memiliki pengaruh nyata dalam proses legislasi atau eksekutif.
Partisipasi perempuan dalam politik seharusnya mampu menciptakan perubahan substantif, bukan sekadar memenuhi kuota. Perempuan sering kali membawa isu-isu yang sebelumnya terabaikan, seperti kesehatan ibu dan anak, pendidikan inklusif, perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender, serta kesejahteraan sosial. Namun, keterlibatan perempuan sering kali terhambat oleh kurangnya dukungan struktural, baik dari partai politik maupun masyarakat.
Selain itu, tantangan lain yang sering dihadapi perempuan di dunia politik adalah budaya patriarki yang mengakar kuat. Mereka sering kali dipandang sebelah mata, dipertanyakan kompetensinya, atau bahkan menjadi sasaran serangan personal yang berhubungan dengan gender.Â
Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa perjuangan perempuan dalam politik tidak hanya soal masuk ke dalam sistem, tetapi juga tentang bagaimana mereka bisa diterima sebagai pemimpin yang setara.
Peran Strategis Perempuan
Perempuan membawa perspektif unik yang sering kali terabaikan dalam pengambilan keputusan. Perspektif ini lahir dari pengalaman hidup yang berbeda, terutama dalam menghadapi tantangan sosial, ekonomi, dan budaya yang kerap menempatkan perempuan dalam posisi yang kurang diuntungkan.Â
Dengan hadirnya perempuan di dunia politik, isu-isu yang sebelumnya tidak mendapat perhatian, seperti kesehatan ibu dan anak, pendidikan anak perempuan, kesetaraan upah, dan perlindungan dari kekerasan berbasis gender, menjadi lebih mungkin untuk diangkat dan diperjuangkan.
Penelitian menunjukkan bahwa keberadaan perempuan dalam posisi strategis menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, negara-negara dengan representasi perempuan yang tinggi cenderung memiliki kebijakan yang lebih progresif dalam bidang pendidikan dan kesehatan.Â
Ini membuktikan bahwa representasi perempuan bukan hanya soal keadilan gender, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat secara keseluruhan. Namun, sayangnya, kontribusi unik perempuan ini sering kali tidak diakui sepenuhnya.Â
Dalam banyak kasus, suara perempuan masih dianggap sebagai pelengkap atau bahkan dikesampingkan dalam proses pengambilan keputusan yang dominan patriarkal. Akibatnya, potensi perempuan untuk membawa perubahan signifikan tidak sepenuhnya terwujud.
Apa yang Perlu Dilakukan?
Untuk meningkatkan peran perempuan dalam politik adalah memastikan adanya perubahan mendasar di berbagai tingkat, baik dari sisi struktural, kultural, maupun kebijakan.Â
Pertama, sistem politik harus dirancang untuk lebih inklusif. Kebijakan afirmasi seperti kuota gender perlu diterapkan dengan serius, bukan sekadar formalitas. Partai politik harus memberikan dukungan nyata kepada perempuan, termasuk membuka akses yang setara terhadap sumber daya kampanye, pelatihan kepemimpinan, dan posisi strategis dalam struktur partai.
Kedua, masyarakat harus diberi edukasi untuk mengubah paradigma tentang peran perempuan dalam kepemimpinan. Stereotip bahwa politik adalah dunia laki-laki perlu dihapuskan melalui kampanye kesadaran yang melibatkan berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan, media, dan organisasi masyarakat sipil. Perempuan perlu dilihat sebagai pemimpin yang memiliki kompetensi, bukan hanya pelengkap atau simbol kuota.
Ketiga, diperlukan upaya untuk mendukung perempuan secara individu, seperti menyediakan program mentorship yang membantu perempuan muda membangun karier politik mereka. Dukungan ini dapat datang dari perempuan yang lebih senior di dunia politik atau dari organisasi yang fokus pada pengembangan kepemimpinan perempuan.
Keempat, lingkungan politik juga harus bebas dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Perempuan yang terjun ke dunia politik sering kali menjadi korban serangan verbal, fisik, bahkan digital. Perlindungan hukum dan mekanisme pengaduan yang tegas perlu diterapkan untuk menciptakan ruang yang aman bagi perempuan.
Terakhir, penguatan jaringan antarperempuan di dunia politik sangat penting. Dengan saling mendukung dan bekerja sama, perempuan dapat memperkuat pengaruh mereka dalam pengambilan keputusan, memperjuangkan isu-isu penting, dan memastikan bahwa suara mereka terus didengar.
Meskipun ada kemajuan, perjuangan untuk meningkatkan peran perempuan dalam politik belum selesai. Angka-angka yang menunjukkan peningkatan representasi perempuan di berbagai lembaga legislatif dan eksekutif hanyalah sebagian kecil dari perjalanan panjang yang harus ditempuh.Â
Kemajuan ini perlu disertai dengan upaya untuk memastikan perempuan tidak hanya hadir secara simbolis, tetapi memiliki kekuatan nyata dalam proses pembuatan kebijakan yang memengaruhi kehidupan banyak orang.
Perempuan harus diberi ruang untuk memimpin dengan cara yang bebas dari diskriminasi, serta memiliki akses yang setara terhadap sumber daya dan kesempatan. Kesetaraan gender di dunia politik bukan hanya tentang memenuhi kuota, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang mengakui dan menghargai kontribusi perempuan secara adil.Â
Masyarakat, partai politik, dan pemerintah harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, di mana perempuan dapat mengakses posisi kepemimpinan tanpa halangan atau hambatan berbasis gender.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H