Namun, pelaksanaan program-program ini masih menghadapi berbagai tantangan. Kendala seperti kurangnya koordinasi antar instansi, distribusi anggaran yang tidak merata, dan keterbatasan tenaga kesehatan di daerah terpencil kerap menghambat efektivitas program.Â
Salah satu kendala utama adalah koordinasi lintas sektor yang sering kali tidak optimal. Kurangnya koordinasi lintas sektor menyebabkan program yang seharusnya saling melengkapi justru berjalan secara terpisah, sehingga efektivitasnya menjadi kurang maksimal.Â
Misalnya, program perbaikan gizi tidak selalu didukung oleh peningkatan akses air bersih atau sanitasi yang memadai, padahal kedua aspek ini saling terkait dalam pencegahan stunting. Hal ini mencerminkan lemahnya perencanaan terpadu antara berbagai kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Selain itu, distribusi sumber daya, baik finansial maupun manusia, sering kali tidak merata. Daerah-daerah terpencil yang memiliki angka stunting tinggi sering kali tidak mendapatkan perhatian yang memadai, baik dalam bentuk anggaran maupun alokasi tenaga kesehatan. Banyaknya program yang tumpang tindih atau tidak disesuaikan dengan kebutuhan lokal juga menjadi penyebab rendahnya keberhasilan dalam mengatasi stunting secara menyeluruh.
Di tingkat daerah, kendala lain muncul dari minimnya kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola program penanganan stunting. Kurangnya pelatihan dan pendampingan teknis membuat banyak program hanya berjalan sebagai formalitas tanpa dampak signifikan di lapangan.Â
Mengatasi stunting memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat. Pendekatan holistik ini menuntut sinergi antara berbagai pihak untuk menangani akar permasalahan stunting dari berbagai sudut.Â
Pemerintah berperan sebagai penggerak utama dengan merumuskan kebijakan yang strategis, mengalokasikan anggaran yang cukup, serta memastikan implementasi program berjalan sesuai target. Sektor swasta dapat mendukung melalui investasi di bidang pangan bergizi, teknologi kesehatan, serta program tanggung jawab sosial yang berfokus pada perbaikan gizi masyarakat.
Masyarakat juga memiliki peran krusial dalam keberhasilan program penanganan stunting. Kesadaran tentang pentingnya nutrisi dan pola hidup sehat perlu terus ditingkatkan melalui edukasi yang berkelanjutan. Kader-kader posyandu, tokoh masyarakat, dan pemimpin lokal dapat menjadi ujung tombak dalam memberikan informasi dan mendampingi keluarga untuk menerapkan praktik terbaik dalam pengasuhan anak.
Selain itu, perbaikan sanitasi dan akses air bersih harus menjadi prioritas, mengingat keduanya berkontribusi langsung pada kondisi kesehatan anak. Penyediaan fasilitas sanitasi yang layak di kawasan pedesaan dan perkotaan kumuh dapat menekan angka infeksi yang sering menjadi pemicu malnutrisi.Â
Stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga investasi bagi masa depan bangsa. Mengabaikan stunting berarti membiarkan potensi besar generasi mendatang terhambat oleh keterbatasan yang sebenarnya bisa dicegah.Â
Anak-anak yang tumbuh tanpa gizi yang cukup tidak hanya mengalami dampak fisik, tetapi juga menghadapi tantangan dalam perkembangan kognitif dan emosional mereka. Akibatnya, peluang mereka untuk menjadi individu produktif yang berkontribusi pada pembangunan negara menjadi lebih kecil.