Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mental Health Awareness: Mengapa Perlu Lebih dari Sekedar Tren?

19 Desember 2024   18:00 Diperbarui: 19 Desember 2024   18:25 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesehatan mental (soa-edu.com)

"Kesadaran akan kesehatan mental telah menjadi topik yang banyak diperbincangkan dalam beberapa tahun terakhir."

Kampanye-kampanye publik, unggahan di media sosial, hingga pengakuan terbuka dari figur publik telah mendorong diskusi yang sebelumnya jarang terjadi. Di satu sisi, ini merupakan langkah besar dalam mengurangi stigma dan memberikan ruang bagi mereka yang berjuang dengan isu kesehatan mental untuk bersuara. 

Namun, di sisi lain, perhatian yang diberikan sering kali bersifat dangkal, lebih berorientasi pada tren ketimbang membawa dampak jangka panjang yang berarti.

Kesehatan mental adalah bagian integral dari kesejahteraan manusia. Sama seperti kesehatan fisik, kesehatan mental memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kesehatan mental terganggu, kemampuan individu untuk menghadapi tekanan, membangun hubungan yang sehat, atau bahkan menjalankan aktivitas dasar pun dapat terhambat. Sayangnya, meskipun dampaknya sangat signifikan, isu ini sering kali diabaikan atau dianggap kurang penting dibandingkan kesehatan fisik.

Hal ini diperburuk oleh stigma yang melekat di masyarakat, yang sering kali menganggap gangguan kesehatan mental sebagai kelemahan atau sesuatu yang memalukan. Banyak orang yang membutuhkan bantuan enggan mencarinya karena takut dihakimi atau dianggap "bermasalah." Padahal, seperti halnya penyakit fisik, gangguan kesehatan mental adalah kondisi medis yang membutuhkan perhatian, pemahaman, dan penanganan yang tepat.

Masalah kesehatan mental membutuhkan pendekatan yang lebih serius daripada sekadar tren atau tagar populer. Ini bukan hanya soal meningkatkan kesadaran atau berbicara tentang pentingnya self-care di media sosial, tetapi tentang menyediakan solusi nyata yang dapat membantu individu yang membutuhkan. Gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau stres pasca-trauma adalah kondisi yang kompleks dan sering kali memerlukan intervensi profesional, dukungan sosial yang kuat, serta akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.

Sayangnya, banyak orang yang tidak mendapatkan bantuan yang mereka perlukan karena berbagai alasan, seperti keterbatasan finansial, kurangnya fasilitas kesehatan mental di daerah mereka, atau ketakutan terhadap stigma. Dalam konteks ini, menjadikan isu kesehatan mental sebagai tren tanpa memberikan tindakan konkret hanya akan memperburuk masalah. Orang-orang yang benar-benar membutuhkan bantuan mungkin merasa terpinggirkan atau bahkan dianggap memanfaatkan tren untuk mendapatkan perhatian.

Untuk itu, penting bagi masyarakat untuk mengambil langkah konkret dalam mendukung kesehatan mental. Kesadaran tidak akan cukup jika tidak diiringi dengan tindakan nyata yang dapat memberikan dampak langsung bagi individu yang membutuhkan. Langkah pertama yang dapat diambil adalah mengurangi stigma yang selama ini melekat pada gangguan kesehatan mental. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka ruang diskusi yang lebih inklusif, di mana orang dapat berbagi pengalaman tanpa takut dihakimi.

Akses terhadap layanan kesehatan mental harus diperluas dan dipermudah. Banyak daerah di Indonesia yang masih kekurangan fasilitas kesehatan mental, seperti konselor atau psikolog profesional. Pemerintah perlu berinvestasi dalam membangun infrastruktur kesehatan mental, melatih lebih banyak tenaga ahli, dan memastikan biaya layanan terjangkau bagi semua kalangan.

Lebih dari itu, pendidikan tentang kesehatan mental harus diperluas agar masyarakat tidak hanya memahami pentingnya, tetapi juga tahu bagaimana mengenali tanda-tanda gangguan dan membantu orang terdekat yang membutuhkannya. Pemahaman yang mendalam dapat membantu menghilangkan mitos dan kesalahpahaman yang sering kali memperburuk stigma. Misalnya, banyak orang masih menganggap depresi sebagai "kemalasan" atau kecemasan sebagai "sifat pemalu," padahal kondisi ini memiliki dasar medis dan psikologis yang serius.

Pendidikan ini dapat dimulai dari lingkungan sekolah, tempat kerja, hingga komunitas lokal. Di sekolah, anak-anak dan remaja dapat diajarkan pentingnya menjaga kesehatan mental sejak dini, termasuk cara mengelola emosi, menghadapi tekanan, dan mencari bantuan saat diperlukan. Di tempat kerja, pelatihan tentang kesehatan mental dapat membantu karyawan dan manajer memahami bagaimana menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesejahteraan psikologis.

Selain itu, masyarakat umum perlu diberi akses ke informasi yang mudah dipahami tentang kesehatan mental, termasuk tanda-tanda awal gangguan seperti perubahan suasana hati yang ekstrem, kelelahan berkepanjangan, atau penarikan diri dari aktivitas sosial. Dengan pemahaman ini, orang dapat lebih cepat memberikan dukungan atau mendorong orang terdekat untuk mencari bantuan profesional sebelum masalah menjadi lebih serius.

Mental health awareness bukan sekadar tren, tetapi sebuah gerakan yang bertujuan untuk menciptakan perubahan nyata. Gerakan ini lahir dari kebutuhan mendesak untuk mengubah cara masyarakat memandang, memahami, dan menangani isu kesehatan mental. Ini bukan hanya tentang mengenali pentingnya kesehatan mental, tetapi juga menciptakan sistem yang mendukung setiap individu untuk mendapatkan bantuan tanpa merasa dihakimi atau diabaikan.

Kesadaran saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan tindakan kolektif yang terstruktur. Penting untuk memastikan bahwa layanan kesehatan mental tersedia dan mudah diakses oleh semua kalangan, termasuk mereka yang berada di daerah terpencil atau kurang mampu secara finansial. Pemerintah, organisasi non-profit, institusi pendidikan, dan sektor swasta harus bersinergi untuk menciptakan kebijakan, program, dan fasilitas yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.

Gerakan ini juga bertujuan untuk menciptakan budaya empati di masyarakat. Ketika seseorang berbicara tentang perjuangannya menghadapi gangguan mental, respons yang diterima seharusnya bukan penghakiman atau penolakan, tetapi dukungan dan pemahaman. Dengan membangun lingkungan yang lebih inklusif, orang-orang yang berjuang dengan kesehatan mental dapat merasa didengar dan diterima, yang merupakan langkah awal penting menuju pemulihan.

Mental health awareness juga menjadi pengingat bahwa semua orang memiliki peran dalam menciptakan perubahan. Dari cara kita berbicara tentang kesehatan mental hingga bagaimana kita mendukung orang-orang di sekitar kita, setiap tindakan kecil dapat memberikan dampak besar. Gerakan ini tidak akan berhasil jika hanya menjadi topik viral tanpa implementasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Pada akhirnya, gerakan ini harus menjadi fondasi bagi dunia yang lebih peduli, inklusif, dan sehat secara emosional. Dengan komitmen bersama, kita dapat menciptakan masyarakat di mana kesehatan mental tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang tabu, melainkan sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan yang sejahtera. Mari melangkah lebih jauh dari sekadar kesadaran, menuju perubahan yang berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun