Perubahan iklim juga menambah tantangan ini. Curah hujan yang tidak menentu, musim kemarau yang berkepanjangan, atau serangan hama yang lebih intensif mengancam hasil panen setiap tahunnya. Petani harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengatasi dampak-dampak ini, seperti menggunakan irigasi buatan atau membeli pestisida yang lebih kuat.
Faktor lain adalah rendahnya fokus pada pengolahan pascapanen, yang sering kali menjadi penghalang bagi petani untuk meningkatkan nilai jual kopi mereka. Setelah dipanen, banyak petani hanya menjual biji kopi dalam bentuk mentah (green bean) tanpa melalui proses pengolahan lebih lanjut seperti fermentasi, roasting, atau pengemasan khusus. Padahal, kopi yang diproses dengan metode tertentu, seperti kopi wine atau honey, memiliki nilai jual jauh lebih tinggi di pasar lokal maupun internasional.
Minimnya perhatian terhadap pengolahan pascapanen sering kali disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, alat, dan akses ke teknologi. Sebagian besar petani kecil di Indonesia tidak memiliki fasilitas pengolahan yang memadai, sehingga mereka harus bergantung pada pengepul atau perusahaan besar untuk melakukan proses tersebut. Akibatnya, nilai tambah dari kopi yang dihasilkan tidak sepenuhnya dinikmati oleh petani.
Selain itu, standar kualitas yang diperlukan untuk masuk ke pasar premium juga menjadi tantangan. Kopi spesial seperti Gayo, Mandheling, atau Java Ijen memerlukan perhatian khusus dalam setiap tahap produksinya, mulai dari pemilihan buah kopi terbaik hingga proses pengeringan yang presisi. Tanpa pelatihan dan dukungan teknis, sulit bagi petani untuk memenuhi standar ini secara konsisten.
Ironisnya, eksportir besar justru lebih mampu memanfaatkan situasi ini dibandingkan para petani. Dengan akses langsung ke pasar global, eksportir memiliki keunggulan dalam menjual kopi Indonesia dengan harga tinggi, terutama di pasar premium internasional. Mereka juga memiliki kemampuan untuk memenuhi permintaan skala besar, menjamin kualitas produk, dan memenuhi standar sertifikasi internasional yang sering menjadi syarat utama perdagangan kopi di tingkat global.
Sementara itu, petani kecil yang menjadi ujung tombak produksi justru kerap berada di posisi terlemah dalam rantai nilai. Mereka hanya berperan sebagai penyedia bahan mentah tanpa kontrol atas harga jual akhir. Kopi yang dijual petani dengan harga rendah sering kali diolah ulang oleh eksportir atau perusahaan besar untuk kemudian dijual dengan harga berkali-kali lipat.
Lebih parahnya lagi, banyak eksportir besar memiliki kapasitas untuk menyerap dampak fluktuasi harga pasar, seperti kenaikan biaya logistik atau penurunan volume panen. Hal ini berbeda dengan petani kecil yang langsung merasakan tekanan ketika produktivitas menurun atau biaya produksi melonjak. Dalam kondisi seperti ini, keuntungan besar dari lonjakan harga kopi global cenderung terpusat di tangan eksportir, sementara petani tetap berjuang untuk bertahan hidup.
Jika situasi ini ingin berubah, dukungan pemerintah dan sektor swasta sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem kopi yang lebih adil dan berkelanjutan. Salah satu langkah penting adalah pemberian subsidi atau insentif kepada petani untuk membantu mereka menanggulangi biaya produksi yang terus meningkat. Dengan subsidi ini, petani dapat mengurangi beban biaya untuk pupuk, pestisida, dan peralatan pertanian lainnya, sehingga mereka bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen tanpa harus mengorbankan margin keuntungan mereka.
Pemerintah juga perlu memperkuat infrastruktur di daerah-daerah penghasil kopi, seperti perbaikan jalan dan peningkatan fasilitas penyimpanan. Akses transportasi yang lebih baik akan mengurangi biaya logistik dan memperpendek rantai distribusi, sehingga petani bisa lebih mudah mengakses pasar dan mendapatkan harga yang lebih baik untuk hasil mereka.
Dukungan terhadap pengolahan pascapanen juga sangat penting. Dengan memberikan pelatihan tentang teknik pengolahan kopi yang lebih modern dan efisien, petani akan mampu menghasilkan kopi berkualitas tinggi yang diminati pasar global. Pemerintah bisa bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan sektor swasta untuk memberikan pelatihan serta peralatan pengolahan kopi yang ramah lingkungan dan hemat biaya.
Sektor swasta, terutama perusahaan kopi dan eksportir, juga memiliki peran kunci dalam memperpendek rantai pasok dan memastikan petani mendapatkan harga yang lebih adil. Perusahaan besar bisa bekerja sama langsung dengan petani atau koperasi mereka, menawarkan harga yang lebih kompetitif, dan memastikan akses petani ke pasar internasional. Selain itu, perusahaan kopi yang bergerak di pasar premium harus lebih transparan mengenai sistem pembelian mereka, agar petani tidak terjebak dalam kesenjangan harga yang besar antara tingkat petani dan eksportir.