Zakat diwajibkan bagi setiap Muslim yang telah mencapai nisab (batas minimum harta yang wajib dizakati) dan haul (masa kepemilikan harta selama satu tahun). Zakat terbagi menjadi dua jenis utama: zakat mal (harta) dan zakat fitrah.Â
Zakat mal mencakup berbagai aset seperti pendapatan, emas, hasil pertanian, dan kekayaan lainnya, sementara zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan setiap Muslim menjelang Idulfitri untuk menyucikan jiwa dan membantu fakir miskin.
Distribusi zakat diarahkan kepada delapan golongan yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu fakir, miskin, amil zakat, muallaf, hamba sahaya, orang yang terlilit utang, perjuangan di jalan Allah, dan musafir yang kehabisan bekal. Dengan demikian, zakat memiliki peran strategis dalam mengurangi kesenjangan ekonomi, memberdayakan kaum lemah, dan menciptakan keseimbangan sosial.
Namun, pelaksanaan zakat juga memiliki tantangan, terutama dalam memastikan distribusi yang tepat sasaran dan pengelolaan yang transparan. Di sinilah peran lembaga amil zakat menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa dana zakat dikelola secara profesional dan memberikan dampak maksimal kepada masyarakat.
Tantangan Wajib Pajak dan Wajib Zakat
Sebagai seorang Muslim yang taat, seorang individu mungkin menghadapi kewajiban ganda, yaitu membayar pajak kepada negara dan membayar zakat sesuai ajaran agama. Kondisi ini kerap menimbulkan dilema, terutama ketika penghasilan atau kekayaan seseorang harus dibagi untuk memenuhi kedua kewajiban tersebut. Beberapa orang mungkin merasa terbebani secara finansial, sementara yang lain bertanya-tanya apakah memenuhi salah satu kewajiban dapat menggugurkan kewajiban lainnya.
Di Indonesia, sistem hukum mengakui zakat sebagai bagian dari kewajiban keagamaan umat Islam. Bahkan, pemerintah melalui undang-undang memberikan insentif pajak kepada wajib pajak yang membayar zakat melalui lembaga resmi seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau lembaga amil zakat lain yang diakui. Pembayaran zakat tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak (PKP), sehingga meringankan beban pajak yang harus dibayarkan.
Namun, mekanisme ini belum sepenuhnya menjawab dilema kewajiban ganda. Sebagian masyarakat mungkin masih merasa bahwa pembayaran pajak tidak sejalan dengan prinsip zakat, karena pajak tidak selalu didistribusikan langsung kepada golongan yang membutuhkan seperti zakat. Di sisi lain, ada pula kekhawatiran terkait akuntabilitas dalam pengelolaan dana pajak, yang membuat sebagian orang lebih percaya pada pengelolaan zakat.
Peluang Sinergi Antara Pajak dan Zakat
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim memiliki peluang besar untuk menyelaraskan kedua kewajiban ini. Sebagai negara yang mengakui pentingnya zakat dalam sistem sosial ekonomi, pemerintah telah mengambil langkah untuk menjadikan zakat sebagai bagian dari solusi dalam pembangunan nasional.Â
"Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat dibayarkan melalui badan/lembaga penerima zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah."(Sumber: news.detik.com)