Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggali Fenomena 'Kumpul Kebo' di Kalangan Pasangan Indonesia: Antara Cinta dan Norma Sosial

12 November 2024   11:09 Diperbarui: 12 November 2024   11:21 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Fenomena 'kumpul kebo' atau pasangan yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan sah semakin menjadi sorotan di masyarakat Indonesia. Di satu sisi, hubungan ini dipenuhi oleh cinta dan kedekatan emosional antara dua individu, menciptakan ikatan yang kuat tanpa formalitas pernikahan yang konvensional. 

Pasangan 'kumpul kebo' sering kali memilih jalur ini sebagai wujud dari kasih sayang dan kesetiaan yang mereka rasakan satu sama lain, tanpa memandang label legal yang melekat.

Namun, di sisi lain, hubungan 'kumpul kebo' ini juga menimbulkan kontroversi dan pertentangan dengan norma sosial dan nilai-nilai tradisional yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Dalam budaya yang masih kental dengan nilai-nilai kekeluargaan dan pernikahan sebagai institusi yang suci, keberadaan pasangan 'kumpul kebo' sering kali dipandang sebagai pelanggaran terhadap norma dan moral yang berlaku.

Dilema antara cinta dan norma sosial menjadi salah satu aspek menarik yang menjadikan fenomena 'kumpul kebo' menarik untuk diteliti lebih lanjut. Bagi sebagian pasangan, cinta dan kebahagiaan bersama menjadi prioritas utama tanpa memedulikan pandangan atau penilaian dari luar. Namun bagi yang lain, tekanan dari lingkungan dan ketidaksetujuan dari keluarga serta masyarakat dapat menjadikan hubungan ini sebagai ujian yang berat.

Hubungan 'kumpul kebo' menunjukkan perubahan pola hubungan dalam masyarakat modern Indonesia. Pasangan-pasangan ini memilih untuk hidup bersama tanpa melalui prosesi pernikahan, yang pada dasarnya merupakan bentuk kontrak sosial yang diakui secara resmi oleh negara dan agama. Dalam konteks ini, pasangan 'kumpul kebo' mengekspresikan kebebasan dan otonomi dalam membangun hubungan tanpa terikat oleh norma-norma tradisional yang kadang-kadang dianggap membatasi.

Pilihan untuk hidup bersama tanpa ikatan pernikahan sah juga menimbulkan pertanyaan tentang makna hubungan dan komitmen dalam era modern ini. Apakah institusi pernikahan masih menjadi satu-satunya bentuk validasi hubungan yang sah, ataukah keberlangsungan hubungan dapat diukur dari kedalaman cinta dan kesetiaan antara pasangan, luar dari label formal?

Kehadiran pasangan 'kumpul kebo' juga merangsang diskusi mengenai pluralitas dalam bentuk-bentuk hubungan yang sah dan valid dalam masyarakat. Dengan berbagai latar belakang budaya, agama, dan pandangan hidup, pasangan memiliki hak untuk memilih jalur yang mereka anggap paling sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip yang mereka anut.

Implikasi norma sosial terhadap kehidupan sehari-hari pasangan 'kumpul kebo' sangatlah besar. Mereka seringkali menghadapi tekanan dari lingkungan sekitar, stigma negatif, serta penolakan dari keluarga atau masyarakat yang merasa tidak setuju dengan pilihan hidup mereka. Kehadiran pasangan 'kumpul kebo' sering kali menjadi bahan pembicaraan di antara tetangga atau keluarga, bahkan dapat menciptakan ketegangan interpersonal dan konflik di lingkungan sekitar.

Stigma negatif yang melekat pada pasangan 'kumpul kebo' juga dapat berdampak pada citra dan reputasi individu dalam masyarakat. Mereka mungkin disorot, dijauhi, atau bahkan dikucilkan oleh teman-teman atau anggota komunitas karena dianggap melanggar norma sosial yang berlaku. Hal ini dapat menciptakan isolasi sosial dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Selain itu, penolakan dari keluarga juga menjadi salah satu beban emosional bagi pasangan 'kumpul kebo'. Ketidaksetujuan orang tua atau kerabat dekat terhadap pilihan hidup mereka dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis dan kestabilan hubungan. Pasangan mungkin merasa terasing atau merasa tidak didukung dalam menjalani hubungan tanpa ikatan pernikahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun