Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Fenomena 'Ordal' dalam Dunia Kerja, Masih Ada atau Sudah Mulai Ditinggalkan?

10 Oktober 2024   23:18 Diperbarui: 10 Oktober 2024   23:26 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Lamar Pekerjaan Pakai Orang Dalam (sumber gambar: kitalulus.com)


Orang dalam, atau yang disebut juga dengan istilah ordal, adalah fenomena yang terjadi dalam dunia kerja. Fenomena ordal mengacu pada praktik melamar pekerjaan melalui orang dalam atau dengan bantuan kolega, saudara, atau teman yang sudah bekerja di perusahaan tersebut.

Praktik ordal telah menjadi topik kontroversial dalam dunia kerja selama bertahun-tahun. Melakukan praktik ordal terkadang dianggap sebagai cara termudah dan paling efektif dalam mencari pekerjaan, namun juga dianggap sebagai cara yang tidak fair dan tidak adil. 

Beberapa perusahaan masih menerapkan praktik ordal, sementara di sisi lain, banyak orang yang menolak calon karyawan yang direkomendasikan oleh orang dalam.

Perlu dicatat bahwa praktik ordal banyak merugikan kedua belah pihak. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kebijakan diskriminasi, pelanggaran, serta pemilihan kandidat yang tidak tepat untuk posisi yang ada pada perusahaan. 

Oleh karena itu, hal ini dapat menghambat karir dan membuat pencari kerja kehilangan motivasi serta membuat banyak perusahaan gagal dalam memilih kandidat terbaik. Namun, baru-baru ini, ada pertanyaan yang muncul mengenai apakah praktik ordal masih relevan dan masuk akal di era modern saat ini.

Tidak bisa dipungkiri bahwa praktik ordal masih cukup umum terjadi dalam dunia kerja. Tetapi dengan semakin banyaknya keluhan dari perusahaan dan karyawan terhadap praktik ordal, beberapa perusahaan mulai memperbarui cara mereka merekrut kandidat calon karyawan. 

Seiring dengan perkembangan teknologi, perusahaan dapat merekrut karyawan melalui berbagai sumber seperti situs karir populer, media sosial khusus karir, dan bahkan aplikasi rekrutmen mobile.

Sayangnya, dalam beberapa kasus, praktik ordal masih berlanjut. Beberapa perusahaan masih memperkerjakan karyawan berdasarkan rekomendasi dari karyawan lama, kerabat, atau teman. Hal ini membuat orang yang tidak memiliki koneksi menjadi kesulitan dalam mencari pekerjaan yang diinginkan.

Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesetaraan dan keadilan dalam dunia kerja, praktik ordal mulai ditentang dan ditinggalkan. 

Beberapa perusahaan memilih untuk menempuh jalur rekrutmen yang lebih obyektif, misalnya dengan menentukan kriteria dan standar tertentu untuk menilai kecocokan karyawan dengan perusahaan, sampai dengan penggunaan tes-tes psikologis yang relevan dengan pekerjaan yang ditawarkan.

Perkembangan teknologi rekrutmen membuat proses perekrutan menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam beberapa tahun terakhir, aplikasi rekrutmen mobile telah menjadi semakin populer di kalangan pencari kerja dan perusahaan. Aplikasi ini memungkinkan pencari kerja untuk melamar pekerjaan dengan cepat, mengirimkan CV beserta dokumen pendukung, bahkan menerima pemberitahuan langsung jika ada lowongan yang sesuai.

Selain perangkat lunak, teknologi juga digunakan untuk membuat proses interview dan tes calon karyawan menjadi lebih mudah dan jauh lebih efektif. 

Misalnya, Skype, Google Meet dan aplikasi sejenis telah mempermudah interview jarak jauh sehingga calon karyawan dapat diwawancarai dari lokasi yang jauh. Alat tes online juga telah banyak dikembangkan untuk memastikan bahwa calon karyawan mempunyai keterampilan yang dibutuhkan.

Teknologi memainkan peran yang besar dalam memungkinkan perusahaan menghindari praktik ordal. Melalui layanan pencari kerja online, perusahaan dapat menerima lamaran dari ratusan atau bahkan ribuan pelamar kerja, dan menilai setiap pelamar tanpa memandang latar belakang atau hubungan mereka.

Ketika perusahaan memperkerjakan seseorang berdasarkan rekomendasi dari orang dalam tanpa mempertimbangkan kemampuan dan keahlian, maka hal ini akan membuat pelamar lain yang tidak memiliki koneksi dengan orang dalam kesulitan, bahkan terdiskriminasi.

 Hal ini tentu saja memicu rendahnya motivasi dan kepercayaan diri pada mereka yang tidak memiliki koneksi yang memadai.

Akibat praktik ordal, perusahaan mungkin terkecoh dengan kualitas kandidat yang dipilih. Perusahaan mungkin tidak mendapatkan karyawan terbaik dan memilih kandidat yang buruk hanya karena merekomendasikan orang dalam. Inilah yang membuat praktik ordal merugikan kedua belah pihak.

Selain itu, praktik ordal tidak menghormati hak-hak calon karyawan lainnya yang punya kemampuan atau keahlian yang lebih dari kandidat yang merekomendasikan dirinya. Orang dalam bisa sangat mengganggu keseimbangan dan keadilan dalam proses rekrutmen, yang pada akhirnya dapat merusak citra perusahaan.

Ketika di satu sisi, perusahaan dapat kehilangan karyawan berkualitas, di sisi lain calon karyawan yang diabaikan mungkin mencari pekerjaan di perusahaan lain dan menghilangkan peluang bagi perusahaan untuk mempertahankan kandidat yang ingin masuk.

Fenomena ordal di dalam dunia kerja masih terjadi meski sudah diketahui juga hasil buruk dari pemilihan karyawan dengan menggunakan praktik ini.

 Walaupun praktik ordal memiliki keuntungan bagi pelamar kerja yang memperoleh koneksi pekerjaan melalui orang dalam, ujung-ujungnya akan merugikan karyawan, perusahaan, bahkan juga proses rekrutmen yang tidak adil dan tidak seimbang.

Dalam era digital saat ini, pelamar pekerjaan sudah dapat mengakses informasi dan lowongan kerja melalui sumber online seperti situs karir dan aplikasi rekrutmen mobile. 

Perusahaan yang menggunakan teknologi juga dapat lebih mudah menilai kelengkapan dokumen aplikasi kerja pelamar dan kemampuan terkait posisi yang dibuka. Semua itu dilakukan secara obyektif dan tanpa pandang bulu, tanpa harus terlibat praktik ordal.

Oleh karena itu, praktik ordal seharusnya dikurangi dan digantikan oleh sistem rekrutmen yang adil dan terbuka bagi semua pihak. Harus dipastikan bahwa karyawan yang direkrut datang dari berbagai latar belakang dan berdasarkan kemampuan dan keahlian mereka. 

Hal ini akan memastikan perusahaan memiliki karyawan berkualitas dan bersedia berkontribusi dalam memajukan bisnis perusahaan.

Ketika perusahaan dan calon karyawan memilih untuk menggunakan sistem rekrutmen yang adil, maka ini akan memberikan kesempatan yang sama bagi semua pencari pekerjaan, tidak peduli apakah mereka memiliki koneksi atau tidak. 

Selanjutnya, perusahaan juga akan mendapatkan benefit yang nyata, dengan memperoleh karyawan yang tepat dalam posisinya, dan memiliki tidak sedikit pengalaman bekerja di bidangnya.

Dalam kesimpulan, meskipun fenomena ordal masih ada dalam dunia kerja, mulai terlihat tidak masuk akal. Teknologi telah memperlihatkan bahwa adanya alternatif perekrutan yang lebih seimbang dan adil. 

Yuk kita mulai dari diri sendiri, tidak tertipu dengan praktik ini dan memperjuangkan kesetaraan dan keadilan dalam dunia kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun