"Popok bayi adalah kebutuhan penting bagi orangtua untuk merawat si kecil."
Namun, penggunaan popok sekali pakai juga membawa dampak serius bagi lingkungan kita. Popok sekali pakai yang dibuang menjadi sampah ternyata sangat sulit terurai, sehingga menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar di dunia.
Menurut sebuah studi, sekitar 90% popok bayi yang digunakan adalah popok sekali pakai. Popok jenis ini terbuat dari bahan sintetis seperti plastik (polyethylene) dan polipropilena yang tidak mudah terurai oleh alam. Akibatnya, popok bayi bisa bertahan di lingkungan selama ratusan tahun sebelum benar-benar terurai.
Hal ini mengakibatkan timbulan sampah yang semakin meningkat setiap tahunnya. Di Indonesia saja, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencapai 4,6 juta. Setidaknya ada potensi penggunaan popok hingga 17,44 juta/hari dengan potensi limbah popok sebanyak 3.488 ton/hari. Sampah popok ini menimbulkan beban yang besar bagi lingkungan.
Masalah sampah popok bayi yang semakin besar ini menjadi perhatian banyak pihak. Berbagai inovasi dan teknologi ramah lingkungan juga dikembangkan untuk mengurangi dampak buruk popok sekali pakai. Salah satunya adalah dengan mengembangkan popok ramah lingkungan.
Popok ramah lingkungan dibuat dari bahan-bahan alami dan mudah terurai sehingga dapat mengurangi dampak buruk bagi lingkungan. Selain itu, popok jenis ini juga terbebas dari bahan kimia berbahaya sehingga lebih aman untuk digunakan.
Namun, harga popok ramah lingkungan masih cukup tinggi dibandingkan popok sekali pakai. Sehingga, penggunaan popok kain menjadi salah satu alternatif untuk menggantikan popok sekali pakai. Selain bisa digunakan berulang kali, popok kain juga lebih hemat biaya dan lebih ramah lingkungan.
Dalam hal ini, pemerintah juga memainkan peran penting dalam mengatasi masalah sampah popok bayi. Pemerintah bisa memberikan insentif kepada produsen popok ramah lingkungan sehingga harganya bisa bersaing dengan popok sekali pakai. Selain itu, pengawasan dan pengendalian sampah popok perlu ditingkatkan agar sampah ini tidak semakin menumpuk dan merusak lingkungan.
Popok sekali pakai juga mengandung bahan-bahan kimia yang potensial berbahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa bahan yang ditemukan dalam popok sekali pakai antara lain klorin, formaldehida, bensesulfonat, dan phtalates.
Klorin digunakan dalam proses pemutihan popok dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan mata. Formaldehida dianggap sebagai karsinogen potensial dan telah terbukti dapat menyebabkan iritasi, alergi, dan masalah pernapasan pada anak-anak.Â
Bensesulfonat digunakan untuk membantu meningkatkan daya serap dan juga dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Sedangkan phtalates digunakan dalam produksi plastik dan menjadi bahan tambahan dalam popok sekali pakai yang dapat menyebabkan gangguan hormon pada manusia.
Kondisi kandungan bahan kimia ini dalam popok sekali pakai sebagian besar masih belum diatur oleh pemerintah. Beberapa negara seperti Denmark dan Swedia bahkan telah melarang penggunaan beberapa bahan kimia pada popok bayi.
Dalam hal ini, minimal kita dapat melakukan pencegahan risiko dengan cara memilih popok bayi yang aman dan bebas dari bahan kimia berbahaya. Popok ramah lingkungan yang terbuat dari bahan-bahan alami dan mudah terurai bisa menjadi alternatif yang baik untuk menghindari paparan bahan kimia pada anak-anak kita.
Kita juga perlu senantiasa memeriksa kondisi kulit bayi setiap kali selesai menggunakan popok. Lingkungan yang lembap dan panas di dalam popok yang dipakai untuk waktu yang lama bisa menyebabkan iritasi pada kulit bayi. Oleh karena itu, pergantian popok secara teratur dan penggunaan krim pelindung kulit bayi adalah hal penting untuk mencegah iritasi dan infeksi kulit bayi.
Salah satu solusi untuk mengurangi dampak buruk sampah popok bayi bagi lingkungan adalah dengan menggunakan popok kain. Popok kain terdiri dari bahan-bahan alami, seperti katun atau bambu, yang dapat dicuci dan digunakan berulang-ulang. Dengan mengganti popok sekali pakai dengan popok kain, kita dapat mengurangi sampah plastik yang dihasilkan dari popok bayi.
Di samping itu, produsen popok juga mulai mengembangkan popok yang lebih ramah lingkungan. Popok jenis ini dibuat dari bahan yang lebih mudah terurai seperti pulp kayu atau serat daun kelapa, serta menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan dan bebas dari bahan kimia berbahaya. Popok jenis ini masih belum begitu umum dan biasanya memiliki harga yang cukup mahal.
Kita sebagai orangtua juga perlu memahami cara mengelola sampah popok bayi dengan benar. Dalam hal ini, kita perlu menyimpan popok bayi yang sudah terpakai dalam wadah tertutup sebelum membuangnya ke tempat sampah. Dengan demikian, kita dapat menghindari bau yang tidak sedap dan meminimalkan risiko penyebaran bakteri dan virus.
Kita juga dapat memilah sampah popok bayi dengan benar sehingga sampah ini dapat didaur ulang dan tidak merusak lingkungan. Contohnya, bagian plastik pada popok sekali pakai dapat dipotong-potong terlebih dahulu sebelum dibuang ke dalam tempat sampah.
Pengendalian sampah popok bayi harus dilakukan dengan sangat baik untuk meminimalkan dampak buruknya terhadap lingkungan. Salah satu strategi yang efektif untuk mengelola sampah popok adalah dengan melakukan proses daur ulang secara teratur. Pengendalian ini dapat mengurangi volume sampah dan membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
Di beberapa negara, seperti Norwegia dan Swedia, popok sekali pakai dianggap sebagai sumber energi alternatif, yang dapat diolah menjadi bahan baku untuk menghasilkan energi. Metode ini sangat positif dalam mengurangi dampak buruk sampah popok bagi lingkungan.
Pemerintah juga dapat melakukan kampanye atau program untuk memberikan pemahaman tentang pengelolaan sampah popok yang benar dan ramah lingkungan kepada masyarakat. Misalnya dengan memberikan insentif kepada keluarga yang menggunakan popok kain atau popok ramah lingkungan.
Di samping itu, produsen popok sekali pakai dapat merencanakan produk mereka dengan lebih baik untuk mengurangi dampak lingkungan. Beberapa produsen sudah mulai mengurangi jumlah bahan kimia dalam popok bayi mereka, serta membuat kemasan dan bahan yang lebih biodegradable.
Hal terakhir yang penting dilakukan adalah mengajarkan pada generasi berikutnya tentang betapa pentingnya menjaga lingkungan kita. Kita dapat menanamkan nilai-nilai positif tentang penghematan sumber daya alam dan penggunaan produk yang ramah lingkungan pada anak-anak kita. Dengan demikian, generasi berikutnya dapat menjadi bagian dari kebiasaan dan sikap yang lebih peduli terhadap alam dan lingkungan.
Dalam era yang semakin sadar akan pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan, peran kita sebagai masyarakat sangat penting dalam mengendalikan dampak buruk penggunaan popok sekali pakai. Popok bayi yang dibuang menjadi sampah pada akhirnya akan merusak lingkungan dan kesehatan manusia.
Dampak buruk popok sekali pakai bagi lingkungan dan kesehatan manusia semakin meningkat dan perlu segera diatasi. Dalam hal ini, kita dapat melakukan tindakan yang kecil namun bermanfaat, seperti mengganti popok sekali pakai dengan popok kain, memilah dan mengelola sampah popok dengan baik, dan menggunakan popok ramah lingkungan.
Pemerintah, produsen, dan masyarakat harus berkolaborasi untuk memperkenalkan solusi yang lebih efektif dan ramah lingkungan dalam mengelola sampah popok bayi. Semoga usaha kecil ini akan berkontribusi pada sama-sama membangun masyarakat yang peduli terhadap lingkungan dan menjaga bumi kita untuk generasi masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H