Mohon tunggu...
Muhammad Daffa Fazaril
Muhammad Daffa Fazaril Mohon Tunggu... Lainnya - Ingin Jadi Digital Marketing Specialist

Mengisi waktu luang dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

3 Karya Puisi Chairil Anwar yang Tidak Terlekang Waktu

16 Januari 2021   16:03 Diperbarui: 16 Januari 2021   16:06 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Chairil Anwar, Penyair yang lahir di Medan 26 Juli 1922 ini sangat terkenal sekali atau terkemuka  di kalangan penyair dan juga di Indonesia  saat ini. Penyair yang memiliki julukan  sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya yang berjudul aku) memang sudah meninggal lama sekali di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun.  

Umur Chairil Anwar memang tak lama namun karya - karyanya akan tetap bertahan lam dan abadi selama lamanya di bumi yang dicintai olehnya yaitu Indonesia.Pada pukul 03.30 sore tanggal 28 April 1949, Chairil Anwar meninggal dunia karena berbagai penyakit yang idapnya . Untuk memperingati jasanya dan karya-karyanya, hari kematiannya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.

Banyak karya-karyanya yang sangat mempengaruhi perkembangan puisi kontemporer di Indonesia.Diperkirakan semasa hidupnya dalam 27 tahun ia telah menciptakan 96 karya, termasuk 70 puisi. Seperti yang dikemukakan oleh A. Teeuw, seorang kritikus sastra Belanda di Indonesia, hampir semua karyanya menggunakan alasan kematian, seolah-olah menyadari bahwa dirinya akan mati muda. Dan hampir sebagian besar karyanya tidak diterbitkan atau belum sempat diiterbitkan sampai akhir kematiannya.

Inilah 3 kumpulan puisi karya Chairil Anwar paling populer dan dapat mengispirasi kamu menginspirasi. 

1.Aku 

Aku

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun  lagi

Maret 1943

2. Doa

Doa

Kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

3. Kawanku dan Aku

Kawanku dan Aku

Kami sama pejalan larut
Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan

Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat

Siapa berkata-kata...?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga

Dia bertanya jam berapa?

Sudah larut sekali
Hilang tenggelam segala makna
Dan gerak tak punya arti.

Itu dia beberapa karya sang Legenda penyairan Indonesia yang

 karya - karyanya tidak ada terlekang oleh waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun