Mohon tunggu...
Bening Tirta Muhammad
Bening Tirta Muhammad Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa doktoral di Nanyang Technological University, pemerhati pekembangan teknologi, inovasi, kebijakan, dan energi terbarukan.

Alumni Chemistry and Biological Chemistry NTU Singapura | Peraih medali perunggu International Chemistry Olympiad (IChO) ke-42 di Oxford-Cambridge, Inggris

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

OSN, Jurusan, dan Masa Depan

20 Juli 2014   09:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:50 3811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat... kan malammu!

Siapa yang pernah dengar OSN? Banyak siswa dan mantan siswa SMA/MA pernah dengar atau malah pernah ikut serta dalam seleksi menuju ajang bergengsi tahunan ini. OSN stands for Olimpiade Sains Nasional, buat yang belum tahu.

Dalam ajang ini, sekitar 100 siswa pintar dan berbakat diadu dan dicari top 30 yang akan menerima medali emas, perak, dan perunggu untuk tiap bidang mata pelajaran dari tiap jenjang pendidikan. Mau tahu bidang-bidang apa saja yang dilombakan di tiap jenjang pendidikan? Sila gunakan Google search dengan katakunci ‘OSN SMA’, ‘OSN SMP 2014’, dan ‘mata pelajaran OSN SD’ :D

Dengan adanya reward, yaitu medali, banyak sekolah yang menginvestasikan waktu dan uang lebih untuk meningkatkan prestasi mereka di OSN. Prestasi ini tentu bisa menjadi daya jual tersendiri untuk sekolah supaya makin banyak siswa pintar yang mendaftar di sekolah mereka. They are feeding good fish. Support sekolah dalam pembinaan olimpiade sekarang telah menjadi salah satu pertimbangan orangtua yang ingin anak-anak mereka melanjutkan prestasi yang pernah diraih. Bagaimanapun, ada juga guru dan kepala sekolah yang tidak begitu mementingkan prestise dari sebuah medali OSN. Mereka lebih mementingkan pengembangan diri si murid. Insentif bagi mereka tidak seberapa dibandingkan waktu dan tenaga ekstra yang mereka wakafkan, and they are fine with it. Mereka cuma ingin anak didiknya bahagia dengan prestasi mereka—dengan difasilitasi untuk menguji diri dalam lomba-lomba—dan syukur-syukur tidak kesulitan nantinya mencari sekolah atau jurusan kuliah yang diinginkan.

Ada harga untuk sebuah prestasi OSN, tentu saja. Para murid diminta—ada juga yang sukarela—mengorbankan waktu senggang mereka untuk belajar lebih, baik secara otodidaktis, atau dilatih oleh guru sekolah. FYI, tidak sedikit alumni kembali ke sekolah untuk menurunkan ilmu mereka kepada para junior, baik yang dipanggil atau sukarela sebagai wujud syukur. Ada yang dibayar, ada juga yang menjadikan sesi berbagi kepada adik-adik kelas untuk persiapan olimpiade mereka sebagai sebuah kegiatan pengisi waktu luang semata. Some do not charge the school for their time and effort.

Peran alumni cukup besar kesinambungan prestasi sebuah sekolah di ajang sebergengsi OSN. Mengapa? Karena guru-guru sekolah tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap materi yang diujikan dan style lombanya, baik bagian teori maupun praktiknya. Maka, alumni yang pernah ikut atau bahkan dapat medali sebelumnya menjadi sumber utama informasi yang up to date dan kredibel. Di sela-sela waktu lomba, tentu para peserta akan bertukar informasi bagaimana mereka mempersiapkan diri. Di sana terjadi knowledge transfer yang insightful. Maka dari itu, tidak heran bila ada ‘tradisi’ yang berlaku di OSN: sekolah ini minimal satu emas, sekolah ini ngirim banyak buat Astronomi, dan sebagainya.

Lalu bagaimana nasib sekolah-sekolah yang baru saja take up the challenge? Saat sebuah sekolah belum pernah memiliki siswa yang jebol OSN, maka guru dan murid yang berminat akan memutar kepala untuk mencari informasi. Yang termudah tentu saja dari internet! Beberapa mata pelajaran OSN seperti Biologi dan Komputer tingkat SMA telah memiliki tim khusus yang menangani pembuatan dan pengembangan soal-soal yang diujikan, yang terkenal dengan sebutan TOBI dan TOKI. Tim ini menyediakan informasi-informasi bahkan soal-soal latihan sebagai modal awal untuk berkompetisi. Dari internet, sebenarnya bisa didapatkan silabus umum dan softcopy soal tahun-tahun lalu. Sayangnya (?), tidak semua guru menguasai materi yang diujikan karena sebagian guru sudah ‘nyaman’ dengan pengetahuan mereka sebatas yang diajarkan di ruang kelas. Oleh karena itu, beberapa sekolah berinisiatif mengundang dosen FMIPA dari kampus lokal. Jika ada duit lebih, sekolah tidak ragu untuk mengirim murid mereka pelatihan di kampus tokcer seperti UI dan ITB, atau menyewa jasa pelatihan olimpiade independen yang mulai marak diinisiasi para alumni olimpiade yang menganggap ini lahan basah.

Setelah OSN ada apa? Ada seleksi—biasa disebut pelatnas—delegasi Indonesia untuk dikirim ke lomba tingkat dunia. Silakan cari informasi lebih dengan katakunci semacam ‘International Chemistry Olympiad’. Peluang untuk berprestasi tidak berakhir setelah pengumuman penerima medali karena 30 medalis di tiap bidang akan memulai perjuangan mereka dari garis start yang sama. Si Perunggu terakhir bisa jadi salah satu dari tim Merah Putih loh…. Sekadar tambahan informasi, saking bergengsinya ajang ini, pemerintah mengalokasikan biaya khusus untuk penyelenggaraannya sehingga transportasi dan akomodasi selama olimpiade dan pelatnas itu dibayar negara. Kapan lagi bisa ke luar kota bahkan luar negeri dibayarkan negara?

(*)

Setelah pesta OSN usai, para siswa akhirnya menyadari bahwa menukarkan waktu mereka dengan pemahaman salah satu mata pelajaran yang lebih dalam dan komprehensif dibandingkan yang dimiliki teman-teman mereka. Anak OSN selalu bisa diandalkan dan dijadikan referensi bila seorang guru ragu dengan apa yang sedang beliau jelaskan. Materi OSN tingkat SMA sudah (jauh) melampaui silabus tiga tahun bersekolah, dalam segi kedalaman dan kontekstualisasi materi. Saya akan memberikan gambaran dalam bidang Kimia: Bila di kelas siswa mempelajari laju awal reaksi (t = 0), di soal OSN SMA diujikan laju intergral (t = t1, t2, dst.). Bila di kelas siswa diajarkan bahwa besi bisa ditambang dari mineral ferit dan teman-temannya, di kertas ujian OSN dibahas mekanisme reaksi sampai mendapatkan besi murni serta penghitungan efisiensi smelter.

Investasi waktu ini telah membentuk identitas tersendiri bagi diri si murid. Dan sedikit banyak pengalaman olimpiade dan ilmu suatu bidang olimpiade yang mereka kuasai mempengaruhi pilihan mereka dalam memulai karir selepas SMA. Dari teman-teman se-olimpiade, ada yang dapat informasi cara mendaftarkan diri kuliah berbeasiswa di Singapur, Jepang, Australi, atau Amerika. Dari proses pembelajaran persiapan olimpiade, ada yang mengalami ‘aha moment’ mereka. Dan tidak sedikit yang merasa puas—bisa juga bosan atau kapok—sehingga dengan tegas memutuskan memilih jurusan di luar ‘identitas’ mereka. Sebagai contoh, saya punya seorang senior yang pernah menyabet perunggu IChO yang kemudian mengambil kuliah Computer Engineering di Singapura dan sekarang bekerja di Amerika sebagai programmer.

Bagaimanapun, masih ada siswa-siswa veteran olimpiade yang main aman dengan ilmu yang mereka punya. Contoh, banyak anak OSN biologi yang kuliah di SITH ITB dan beberapa anak OSN Astronomi memilih kuliah di FMIPA ITB. Loh kok ITB semua sih? For your information, ITB menampung banyak bibit saintis hebat Indonesia dengan dua kemungkinan. Pertama, mereka adalah veteran OSN yang telah mendapatkan ‘aha moment’ mereka. Kedua, mereka adalah orang yang ambil aman. Hmm, what’s wrong with playing safe?

Bermain aman berarti tidak mau ambil pusing untuk hal yang mungkin penting. Saya pribadi melihat bahwa jurusan kuliah mau tidak mau menjadi batu loncatan pertama menuju ke dunia setelah-sekolah, sehingga menjadi sangat penting. Bermain aman berarti menutup mata pada pilihan-pilihan lain yang mungkin saja lebih menarik dan pas dengan panggilan jiwa seseorang. Bermain aman berarti tidak mau menantang diri. Bermain aman berarti tidak memaksimalkan kapasitas diri. Dan semua berlaku relatif karena dimanapun semua orang bisa berprestasi jika berusaha. Saya tidak menyangkal bahwa saya juga menganut versi realistis soal passion. Kemampuan otak manusia untuk beradaptasi sangat luar biasa, sehingga seorang saintis berani berkata, “just do what you do!” Simpulan dari saya adalah, setiap orang sebaiknya membuka diri pada informasi mengenai opsi-opsi yang ada dan memutuskan dengan bijak perihal jurusan kuliah mereka sehingga mereka punya kemungkinan jauh lebih besar untuk sukses dan bahagia.

Identitas dan bekal yang dihimpun untuk satu mata pelajaran spesifik selama SD sampai SMA sebaiknya tidak dijadikan harga mati sehingga pilihanmu hanya terbatas pada jurusan ilmu murni. Sebaliknya, bekal ini dimanfaatkan untuk mengembangkan diri sesuai panggilan jiwa. Misalnya, anak Biologi bisa mengkhususkan dirinya dengan belajar Kedokteran, Bioteknologi, Teknologi Pangan, atau bahkan Oseanografi. Seorang anak Kimia bisa memanfaatkan ilmunya sehingga lebih tenang kuliah di jurusan Teknik Metalurgi, Farmasi, atau Teknik Lingkungan. In the end of the day, waktu yang sudah mereka inivestasikan jadi ilmu bisa dipakai saat menapaki jenjang kehidupan berikutnya.

Oh ya, sadar nggak, karena di bangku SMA/MA kita cuma mepelajari basic sciences, ada banyak info penjembatan yang harusnya disediakan lingkungan (?) atau dicari tahu oleh siswa SMA/MA sebelum bisa memilih jurusan kuliah dengan bijak?

(*)

Jenjang pendidikan SMA atau yang sederajat adalah waktu emas sebaiknya digunakan untuk mengeksplorasi minat dan bakat (M&B). Tapi, banyak sekolah yang tidak menggalakkan hal ini. Siswa malah ‘dikekang’ untuk beraktivitas ekstra dengan ‘iming-iming’ nilai yang bagus, biar mudah masuk universitas top. Nilai memang sesuatu yang bisa dijadikan modal untuk mendaftar kuliah. Tapi, bagaimana jika nilaimu bagus tapi galau jurusan? Saya lebih menyarankan kehidupan SMA yang lebih berani-mencoba di tahun pertama dan kedua, lalu tobat nasuha di tahun ketiga. Dua tahun pertama perkuliahan dijadikan waktu untuk menggali M&B tersebut. Nah, untuk menggali M&B ini ada ilmunya: jangan puas di kali pertama. Seseorang bisa dengan gampang cenderung untuk sebuah jurusan setelah menonton sebuah film atau mendengarkan cerita dari seorang kakak kelas. Nah, jangan berhenti bereksplorasi setelah menemukan sebuah kecenderungan. Terus challenge kecenderungan sementaramu dengan mencari tahu informasi tentang jurusan-jurusan lain. Oh ya, ada kemungkinan, kamu, misalnya, pengen jadi arsitek setelah melihat bangunan A, tapi belum tahu persis workload dan atmosfir kuliah seorang calon arsitek.

Salah jurusan pada umumnya terjadi karena, pertama ikut-ikutan, dan kedua disuruh orangtua. Sebagian mahasiswa dalam golongan ini akhirnya ada juga yang bertahan sampai lulus kuliah tapi tidak bahagia selama prosesnya.  Ketidakbahagiaan ini adalah alasan potensial untuk tidak tampil maksimal selama kuliah, yang berarti inefisiensi anggaran dana orangtua dan waktu pribadi. (Bocor! *abaikan*) Kembali ke teori adaptasi manusia di atas, ada kok yang akhirnya tetap excellent karena seiring berjalannya waktu mereka menemukan daya tarik dari jurusan yang awalnya ikut-ikutan semata atau disuruh orangtua.

As closing notes…

Buat adik-adik yang masih SMA, manfaatkanlah waktumu untuk mengeksplorasi dirimu. Banyak bertanya dan mencari tahu. Terus, jangan kebanyakan les mata pelajaran! #UdahKeluarAjaDariLesnya Perbanyak aktivitas-aktivitas baru karena dari tiap kegiatan ada intangible rewards buatmu, seperti pengalaman public speaking, networks, leadership skill, dan informasi-informasi khusus. Contoh, saya dulu ikut pelatnas menuju IChO 2009. Selamat pelatnas, saya melihat mahasiswa-mahasiswi Kimia di dua kampus hebat penyelenggara pelatnas tidak terfasilitasi dengan baik (waktu itu) perihal risetnya. Ini jadi info yang sangat berharga bagi saya yang sedari dini memutuskan untuk tidak mendaftar Kimia MIPA di PTN (tapi Teknik Kimia daftar), dan akhirnya memilih menerima tawaran kuliah Chemistry and Biological Chemistry di Singapura.

Buat kakak-kakak yang sudah berkuliah, apakah kalian bahagia? Jika tidak, kalian punya dua pilihan: pindah jurusan atau beradaptasi. Mengeluh cuma solusi menenangkan hati sesaat, hoho. Ojo lali nek liburan, waktunya diisi dengan kegiatan produktif dan pengalaman baru yang tidak ditawarkan kampus. Tidak puas dengan kurikulum kampusmu? Liburan saatnya ‘balas dendam’, Brosis! Jangan lupa bersosialisasi karena teman-teman saat kuliah bisa jadi orang-orang yang akan membantumu di dunia kerja kelak. #BukanOportunis

Buat para diploma dan sarjana, niatkan ilmunya buat mengabdi pada keluarga dan masyarakat. Jangan sungkan belajar lagi, Indonesia butuh banyak para ahli. 8-10 tahun lagi, in syaa Allah, industri di Indonesia akan berbasis R&D. (Aamiin….) Buat diaspora Indonesia di seantero Dunia, jangan lupa kirim ‘oleh-oleh’ pulang ke negerimu. Di Indonesia kita butuh ilmu karena kita masih berkembang.

Cukup sekian dan terima kasih, semoga ada manfaatnya.

(*)

Bening Tirta Muhammad

Medali Perak OSN Kimia 2008

Medali Perunggu IChO 2009 di Inggris

Lulusan S-1 Kimia, Nanyang Technological University

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun