Mohon tunggu...
Muhammad Bayu Samudra
Muhammad Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya Muhammad Bayu Samudra seorang mahasiswa departemen ilmu sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, saya suka dengan peristiwa peristiwa sejarah dan ingin tau apa yang terjadi di balik peristiwa itu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Ludruk di Surabaya, antara Tradisi dan Tantangan Globalisasi

21 Juni 2024   22:21 Diperbarui: 21 Juni 2024   22:56 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa Itu Ludruk?

Ludruk adalah pertunjukan teatrikal kerakyatan yang  berkembang di Jawa Timur, Ludruk merupakan gabungan seni komedi, tarian, musik dan drama yang biasa ditujukan untuk suatu perayaan atau acara. Perkembangan Ludruk mulai berkembang di Tahun 1927 telah dipengaruhi budaya dan politik yang akhirnya mempengaruhi jalannya perkembangan dan kebudayaan ludruk hingga keberadaannya saat ini. Pertunjukan Ludruk biasanya dimulai dengan tarian tradisional yang biasa disebut bedayan, diikuti oleh kidungan jula-juli, pertunjukan vokal dengan konten kritis (Biasanya menyinggung kebijakan pemerintahan kolonial dan penjajahan). 

Bagian utama pertunjukan ini adalah berbagai jenis drama, termasuk komedi, tragedi, melodrama, berlatar militer, dan berlatar horor. Berbeda dengan teater modern, Ludruk tidak bergantung pada naskah tetapi menekankan keterampilan improvisasi para aktor dalam kerangka alur cerita. "Dia yang memprakarsai perkumpulan Ludruk di Surabaya. Pada tahun 1937 mempopulerkan cerita-cerita legenda Surabaya dalam bentuk drama," dikutip dari jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id. 

Cak Durasim & Ludruk Sebagai Media Perjuangan.

Salah satu tokoh yang dikenal dalam dunia kebudayaan Ludruk adalah Cak Durasim, bernama lengkap Gondo Durasim ini adalah seniman legendaris yang berjuang melawan penjajahan lewat seni pertunjukan dengan ini dia juga membakar semangat arek arek suroboyo dalam memperjuangkan kemerdekaan. Pria kelahiran Jombang ini juga membawa legenda legenda atau folklor dalam pertunjukannya, Selama masa penjajahan Belanda dan Jepang, Ludruk dibatasi dan diatur sesuai dengan aturan kolonial dan kemudian aturan Jepang, yang membatasi ekspresi seni Ludruk. 

Pengaruh Politik dalam Perkembangan Ludruk.

Dinamika politik memiliki dampak vital  terhadap perkembangan Ludruk di Surabaya dari tahun 1927 hingga 1965. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 1945, Ludruk berkembang pesat menjadi hiburan utama warga Kota Surabaya. Tapi perkembangan ini dimanfaatkan oleh beberapa golongan (khususnya dalam bidang politik) untuk keuntungan pribadi yang berupa Propaganda, hingga pada puncaknya pada tahun 1965  Ludruk mendapati masa vakum yang dimana berhenti beroperasi dan berkegiatan. 

Hal ini didasari oleh tuduhan tentang G30S/PKI yang terkait dengan ludruk (Bisa jadi PKI menggunakan Ludruk sebagai media propaganda).  Upaya pengembalian kegiatan Ludruk di Jawa Timur khususnya Surabaya awalnya diprakarsai oleh Kodam V Brawijaya di bawah naungan ABRI. Dampak politik ini mempengaruhi perkembangan Ludruk secara signifikan, baik dalam hal keberlangsungan pertunjukan maupun dalam hal kebebasan berekspresi seniman Ludruk.

Ludruk Di Era Modern.

Tak hanya nama Cak durasim yang menjadi ikon dari seni ludruk ini, Ludruk telah memunculkan banyak nama kondang yang berhasil mengguncang kancah hiburan tanah air. Cak Kartolo misalnya, seniman Ludruk kelahiran Watuagung tersebut  memulai karir Ludruk nya bersama Grup Ludruk RRI Surabaya, 3 tahun kemudian ia pindah ke Grup Ludruk Persada Malang. Cak Kartolo menjadi seniman yang menerapkan nilai fundamental Ludruk modern karyanya yang berupa Kidungan dan lawakannya  sudah banyak direkam menjadi CD, Kidungnya tak hanya berisi tentang lawakan tapi juga nilai kehidupan dan kritik sosial. 

Seni Ludruk juga membawa satu kelompok seniman pelawak bernama "Srimulat" mencuat di kancah hiburan tanah air di zamannya. Peran Srimulat dalam mengembangkan seni Ludruk sangat signifikan, khususnya untuk memperkenalkan kebudayaan teatrikal asli Jawa Timur ke tingkat yang lebih tinggi.  Srimulat juga membantu memperjelas kesenian Ludruk ke banyak orang dengan meningkatkan kualitas kesenian ini seperti menggunakan media pementasan yang lebih modern, mengadakan pendidikan berupa pengembangan kesenian lokal, dan mengadakan acara yang atraktif untuk menggabungkan seni Ludruk dengan komunitas lokal maupun internasional. 

Ludruk dan Tantangan Globalisasi.

Masa industri 4.0 juga berdampak pada kancah dunia hiburan dan komedi, evolusi skema lawakan yang tak hanya monoton dengan bentuk drama dan pertunjukan pun bermunculan. Hal ini juga berdampak pada keberlangsungan seni pertunjukan Ludruk. Perkembangan skema lawakan yang dulunya bersifat konvensional (berupa drama dan berdialog) kini berevolusi menjadi lebih simple dengan bantuan digitalisasi yang mudah diakses tanpa menghadiri suatu pertunjukan.

Seiring berkembangnya zaman, muncul berbagai aliran seperti Stand Up Comedy dengan konsep monolognya yang lebih simpel dan sketsa komedi dengan mengandalkan digitalisasi mampu menembus market di kancah hiburan dan dunia entertainment. Stand Up Comedy sebenarnya memiliki beberapa kesamaan dengan ludruk yang dimana banyak mengandung pandangan dan kritikan sosial. 

Tetapi konsep Stand Up Comedy bersifat monolog yang dimana hanya dipentaskan oleh satu orang yang disebut sebagai Komika, berbeda dengan ludruk yang dipentaskan dengan konsep drama dan dengan iringan musik kidungan, tak hanya itu Ludruk lebih ikonik jika dipentaskan dengan menggunakan bahasa "Suroboyoan" hal ini menyebabkan banyak audiens yang bukan berasal dari Jawa Timur apalagi bukan orang Jawa kesulitan untuk memahami arti dan maksud pementasan Ludruk tersebut.

Apalagi dengan munculnya program penyiaran digital yang lebih dikenal dengan Podcast, Stand Up Comedy lebih  mudah dijangkau kaum mileniall yang lebih memilih hiburan dan lawakan berbahasa kekinian yang sesuai dengan kehidupan sehari hari. Ditambah lagi adanya komunitas komunitas Stand Up Comedy di seluruh Indonesia dan adanya pihak yang menyediakan Kompetisi resmi dan ditayangkan di televisi nasional, hal ini juga membantu perkembangan Stand Up Comedy.

Berbeda dengan Ludruk yang masih bertahan dengan cara konvensional di tengah gempuran globalisasi dan digitalisasi yang terus berevolusi secara dinamis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun