Mohon tunggu...
Muhammad Bayu Samudra
Muhammad Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya Muhammad Bayu Samudra seorang mahasiswa departemen ilmu sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, saya suka dengan peristiwa peristiwa sejarah dan ingin tau apa yang terjadi di balik peristiwa itu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Ludruk di Surabaya, antara Tradisi dan Tantangan Globalisasi

21 Juni 2024   22:21 Diperbarui: 21 Juni 2024   22:56 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ludruk dan Tantangan Globalisasi.

Masa industri 4.0 juga berdampak pada kancah dunia hiburan dan komedi, evolusi skema lawakan yang tak hanya monoton dengan bentuk drama dan pertunjukan pun bermunculan. Hal ini juga berdampak pada keberlangsungan seni pertunjukan Ludruk. Perkembangan skema lawakan yang dulunya bersifat konvensional (berupa drama dan berdialog) kini berevolusi menjadi lebih simple dengan bantuan digitalisasi yang mudah diakses tanpa menghadiri suatu pertunjukan.

Seiring berkembangnya zaman, muncul berbagai aliran seperti Stand Up Comedy dengan konsep monolognya yang lebih simpel dan sketsa komedi dengan mengandalkan digitalisasi mampu menembus market di kancah hiburan dan dunia entertainment. Stand Up Comedy sebenarnya memiliki beberapa kesamaan dengan ludruk yang dimana banyak mengandung pandangan dan kritikan sosial. 

Tetapi konsep Stand Up Comedy bersifat monolog yang dimana hanya dipentaskan oleh satu orang yang disebut sebagai Komika, berbeda dengan ludruk yang dipentaskan dengan konsep drama dan dengan iringan musik kidungan, tak hanya itu Ludruk lebih ikonik jika dipentaskan dengan menggunakan bahasa "Suroboyoan" hal ini menyebabkan banyak audiens yang bukan berasal dari Jawa Timur apalagi bukan orang Jawa kesulitan untuk memahami arti dan maksud pementasan Ludruk tersebut.

Apalagi dengan munculnya program penyiaran digital yang lebih dikenal dengan Podcast, Stand Up Comedy lebih  mudah dijangkau kaum mileniall yang lebih memilih hiburan dan lawakan berbahasa kekinian yang sesuai dengan kehidupan sehari hari. Ditambah lagi adanya komunitas komunitas Stand Up Comedy di seluruh Indonesia dan adanya pihak yang menyediakan Kompetisi resmi dan ditayangkan di televisi nasional, hal ini juga membantu perkembangan Stand Up Comedy.

Berbeda dengan Ludruk yang masih bertahan dengan cara konvensional di tengah gempuran globalisasi dan digitalisasi yang terus berevolusi secara dinamis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun