Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia yang tengah berproses untuk mendapatkan predikat negara maju. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar Indonesia dapat memperoleh predikat negara maju. Adapun persyaratan tersebut seperti jaminan atas keamanan dan kesejahteraan masyarakat, terpenuhinya hak masyarakat khususnya dalam aspek pendidikan, angka ekspor yang tinggi, rendahnya angka pengangguran, pendapatan per kapita tinggi, dan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni.Â
Untuk mencapai persyaratan tersebut pemerintah telah mengupayakan berbagai hal seperti melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang berlaku, melakukan pembangunan terhadap berbagai sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang yang berkaitan dengan tujuan yang dimaksud, melakukan pemerataan pembangunan, menyediakan bantuan dalam berbagai bentuk yang ditujukan bagi golongan rakyat yang membutuhkan, dan masih banyak lagi.Â
Dalam melaksanakan berbagai upaya di atas, pemerintah membutuhkan biaya yang bisa didapatkan dari berbagai sumber salah satunya melalui utang luar negeri.
Utang luar negeri (ULN) atau pinjaman luar negeri merupakan salah satu sumber yang digunakan di Indonesia dalam menganggarkan pembiayaan pembangunan. Utang luar negeri merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari proses pembiayaan pembangunan bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya. Utang luar negeri di Indonesia telah berperan penting dalam menutupi defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan, tetapi dalam pelaksanaannya pengerahan dana dari luar negeri harus dilakukan dengan baik agar menghindari adanya cicilan pokok dan bunga cicilan yang jatuh tempo lebih besar dibandingkan pinjaman baru.
Menurut Triboto (2001) terdapat beberapa jenis utang luar negeri yang ditinjau dari berbagai aspek yaitu berdasarkan waktu pinjaman, bentuk pinjaman, sumber dana, dan berdasarkan syarat pinjaman.
      Berdasarkan waktu pinjaman, utang luar negeri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
- Pinjaman jangka pendek, merupakan jenis pinjaman yang memiliki jangka waktu 5 tahun.
- Pinjaman jangka menengah, merupakan jenis pinjaman yang memiliki jangka waktu 5-15 tahun.
- Pinjaman jangka panjang, merupakan jenis pinjaman yang memiliki jangka waktu lebih dari 15 tahun.
Berdasarkan bentuk pinjaman yang diterima
- Bantuan Proyek, bantuan luar negeri yang digunakan untuk keperluan pembiayaan dan pengadaan barang/jasa proyek - proyek pembangunan. tenaga Indonesia yang dilatih di luar negeri.
- Bantuan Teknik, yaitu berupa pengiriman tenaga ahli dari luar negeri
- Bantuan Program, bantuan untuk tujuan-tujuan yang bersifat umum dan penerimannya bebas memilih penggunaan sesuai pilihan, yaitu berupa pangan misalnya dalam rangka PL 480 atau dalam bentuk devisa kredit.
Berdasarkan sumber dana pinjaman
- Pinjaman Multilateral, pinjaman yang sebagian besar diberikan dalam satu paket pinjaman yang telah ditentukan, artinya satu naskah perjanjian luar negeri antara pemerintah dengan lembaga keuangan internasional untuk membina beberapa pembangunan proyek pinjaman multirateral ini kebanyakan diperoleh dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (BPD), Bank Pembangunan Islam (IDB), dan beberapa lembaga keuangan regional dan internasional.
- Pinjaman Bilateral, Pinjaman yang berasal dari pemerintah negara-negara yang tergabung dalam negara anggota Concsultative Group On Indonesia (CGI) sebagai lembaga yang menggantikan kedudukan IGGI. Pinjaman bilateral pemerintah Indonesia bersumber dari antara lain :
- Pinjaman lunak
- Pinjaman dalam bentuk kredit ekspor
- Pinjaman dalam bentuk kredit komersial
- Pinjaman dalam bentuk installment sale financing
- Pinjaman obligasi
Berdasarkan persyaratan pinjaman
- Pinjaman lunak, pinjaman dari lembaga bilateral dan multilateral yang digunakan untuk meningkatkan pembangunan, yaitu dengan syarat yang ringan dimana jangka waktu pengembaliannya antara 20 tahun sampai dengan 30 tahun dan tingkat bunga antara 0 sampai 4,5 persen per tahun.
- Pinjaman setengah lunak, pinjaman dengan syarat setengah lunak dan setengahnya lagi komersial.
- Pinjaman komersial, pinjaman yang berasal dari bank atau lembaga keuangan dengan syarat yang berlaku di ranah internasional pada umumnya. Kredit yang dipinjamkan oleh bank atau lembaga dengan tingkat bunga dan lain-lain sesuai perkembangan pasar internasional.
Posisi ULN Indonesia pada triwulan I 2024 tercatat sebesar 403,9 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada triwulan IV 2023 yang sebesar 408,5 miliar dolar AS. Penurunan posisi ULN ini bersumber dari ULN sektor publik maupun swasta.
Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia secara tahunan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,02% (yoy), setelah tumbuh 3,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Adapun utang luar negeri Indonesia sebagian besar dialokasikan pada beberapa aspek seperti jasa kesehatan dan kegiatan sosial, Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib, pendidikan, dan program pembangunan.
Hutang luar negeri seringkali mendapatkan pandangan negatif oleh masyarakat karena terkesan menjadi beban seluruh warga negara. Selain itu dikhawatirkan adanya ketergantungan terhadap pembiayaan yang berasal dari utang luar negeri dan berlanjut menjadi krisis ekonomi apabila tidak dikelola dengan baik.Â
Namun di sisi lain utang luar negeri memungkinkan adanya peningkatan dari segi ekonomi apabila berhasil dikelola dengan bijak. Peningkatan ekonomi ini juga bisa berdampak pada kualitas dan kuantitas pembangunan infrastruktur. Adanya hutang luar negeri juga menjadi sebuah kesempatan bagi suatu negara untuk menjalin hubungan bilateral dengan negara lain
Program pembangunan menjadi salah satu sektor yang menjadi fokus pembiayaan menggunakan utang luar negeri. Adapun salah satu proyek yang saat ini sedang sering dibicarakan adalah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau yang lebih dikenal dengan sebutan Whoosh. Proyek ini mendapatkan bantuan dana melalui pemrintah China sebesar 5,5 miliar dollar AS dengan bunga pinjaman 2 persen.Â
Proyek ini sejatinya sudah dimulai sejak tahun 2016 dengan target dapat diselesaikan pada tahun 2019. Namun karena berbagai kendala, salah satunya yaitu pandemi Covid-19, proyek ini harus mengalami penundaan hingga tahun 2023. Akibat adanya kemunduran target pengerjaan terjadi pembengkakan biaya sebesar 1,2 miliar dollar AS.
Selain kereta cepat proyek lain yang mendapati pembiayaan melalui utang luar negeri adalah salah satu proyek yang menuai cukup banyak kontroversi yaitu pembangunan IKN atau Ibukota Negara. Adapun bagian yang sering dipermasalahkan yaitu terkait dengan pembiayaannya.Â
Bahkan beberapa sumber menyebutkan bahwasannya proyek pembangunan IKN sebaiknya tidak membebani APBN dan lebih berorientasi pada utang luar negeri. Pemindahan ibu kota negara memakan anggaran Rp. 501 triliun, nominal uang yang tidak sedikit. Mengutip informasi terbaru dari laman resmi IKN, ikn.go.id, skema pembiayaan pembangunan ibu kota hingga 2024 akan lebih banyak dibebankan pada APBN, yaitu 53,3 persen.Â
Sisanya, didapat dari Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), swasta, dan BUMN sebesar 46,7 persen. Pembangunan IKN ini sejatinya bukan hanya sekedar untuk melakukan pemindahan ibukota saja, melainkan juga untuk mempersiapkan target Indonesia sebagai negara maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H