Mohon tunggu...
Muhammad Baran Ata Labala
Muhammad Baran Ata Labala Mohon Tunggu... -

Petualang Nusantara-Indonesia Tercinta.... Menulis adalah bekerja untuk keabadian (Pramudia Ananta Toer) www.catatan-hambamoe.blogspot.com www.labala-leworaja.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rembulan di Langit Labala

1 Januari 2017   15:34 Diperbarui: 1 Januari 2017   15:40 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan tiba-tiba, kau kenderai hujan yang mendera rindu basah patah-patah, setelah bersepakat dengan doa khusuk para tetua adat melakukan ritual Tepa Bala (memanggil hujan). Pada selembar senja yang tak kunjung jingga di ufuk tanah lewonuba, kau lari ke pantai wato tena menelusuri amuk laut yang membuat gentar hati ana-opu ata labala yang tengah ledu liwo ketika pesta adat Tuno Wata (bakar Jagung)  telah tiba.

Kau mencari sunyi yang karam di antara gulung ombak dan hempas badai koda-kiri. Terpecah di hamparan buih-buih kenangan. Kau akui sebagai harapan yang hilang. Harapan yang jahat yang memanjangkan usia kesengsaraan.

Bungkuslah arike! Dan kebumikan. Jangan kau bawa pulang!

*** *** ***

Kau gantung mentari di tangkai pohon asam, di bawah altar Nuba Laga Doni, agar embun takut memaut di antara hamparan dedaun lamantoro tanjung lewo nuba. Memaksa tunas cintaku terlurut!

Jejakmu bersama rembulan di langit Labala masih gagal menjadi senja sejak dari dulu. Tapi hadiah itu seperti puteri Ata Jawa, dengan mahar Ua Kote Belao (kalung dan rantai emas). Puncanya yang gagal mentafsir kisah jujurnya cintaku padamu.

Aku tidak rakus dengan memilikimu, arike...

Aduh! Rembulan jingga di pucuk-puncuk ingatan itu susah kudekati. Walaupun dalam rangkak menyeret langkah, kau bilang aku bijak tapi tidak menghayati. Lalu jejakmu di atas pasir pantai Manu Laka Wai Lolon terus menghilang.

Sesudah itu kakiku juga mulai perlahan, mata yang kian merabun. Aku tak berdaya dan tak sanggup lagi melangkah dalam gelap kejam. Kau telah runtuhkan semuanya arike. Tentang ciptaan yang terbena dan keunggulan rasa cinta yang kudirikan sekian lama.

*** *** ***

Semalam mimpiku tentang “ rembulan di langit labala itu” Haruskah aku kembali menjebak waktu? Haruskah Aku menjejak rembulan yang masih gagal muncul di senja, sejak dulu lagi? Entahlah, sayangku... (**)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun