'Barimeng, kapan kamu syukuran?' Tanya Barigas membahas soal Barimeng baru saja diterima di universitas yang baru berdiri.
'Keterima kuliah saja masa' syukuran,' balas Barimeng.
'Iyalah,' Barikat ikut-ikutan.
'Yo, nanti sujud syukur bareng. Itu sudah cukup menunjukkan rasa syukurku.' Ucap Barimeng
Semuanya tertawa geli.
'Nanti Barimeng bakal mengukir sejarah, sob, sebagai angkatan pertama yang lulus.' Celetuk Barigas.
'Enak ya Barimeng, nanti awal kuliah tidak ada ospek.' ucap Barikat.
'Terkecuali dosennya turun tangan.' sergah Barigas. Yang menggelakkan tawa kami berempat, terkecuali Barimeng yang tersenyum kecil. Barikut tertawa saja, tidak ikut patungan bicara. Tapi paling keras.
Tawa berhenti semua hening cukup lama. Barikat memulai, ' Hei, mahasiswa baru. Nanti tidak ada yang tanya soal umurmu, Barimeng. Santai saja.'
Barikut tertawa keras sendiri, lalu disusul Barikat, 'Kok ketawa? Apa yang lucu?' Barikat tergelak.
'Tidak apa-apa,' Barikut tidak bisa menjelaskan dan tidak mau menjelaskan alasannya.
'Gila, tertawa sendiri,' celetuk Barimeng.
'Iya, nih, Barikut, bisanya cuma ketawa, tidak patungan ngomong.' Celetuk Barigas.
'Barikut, kau kenapa, sih? Kalau aku tertawa gara-gara kau. Tawamu menular.' Barikat penasaran. Padahal ia tahu sendiri tafsiran pernyataannya barusan. Makanya ikut tertawa ketika jokenya mengena ke orang lain.
'Omongan menjerumus ke sesuatu. Tahu sendirilah.' balas Barikut. Semuanya tentu tahu kalau Barimeng itu umurnya 24 tahun. Mungkin tidak ada yang paham kalau itu mengandung sarkasme. Atau lainnya bisa menempatkan diri
Barikut berusaha menghentikan tawanya. Ia bingung, sepertinya ia bersalah. Ia merasa sungkan dengan Barimeng. Padahal luculah yang membuatnya tertawa, meski tak setiap orang bisa menangkap jokenya.
Pemahaman Barikut terhadap Barikat tidak pasti benar juga. Sekadar prasangka atau prasangka buruk. Mungkin maksudnya Barikat melakukan sentilan, menyindir halus Barimeng soal umur. Aneh sekali, tiba-tiba ia memecahkan keheningan dengan ungkapan seperti itu. Tidak sebab dan akibat.
Meski jelas baginya, Barikut tetap tidak bisa menjelaskan. Banyak kemungkinan buruk yang terjadi. Seperti, Barikat pindah perspektif, menyalahkan Barikut, 'Aku tidak bermaksud seperti itu. Kamu saja yang prasangka buruk.' Atau ketika jujur, malah membuat Barimeng tersinggung. Ia merasa ditertawakan Barikut dan Barikat. Lebih parahnya lagi ketika Barikut menjelaskan malah membuat semuanya tertawa membahana. Tawa yang menyerang Barimeng secara tak langsung. Kalau pun Barimeng ikut tertawa bukan berarti ia bahagia, mungkin juga ia hanya ingin terlihat tertawa. Barikut benar-benar tidak bisa membedakan tertawa sebab lucu dan menertawakan.
Mungkin menertawakan itu bagian dari diri tertawa sebab lucu. Tinggal tergantung penempatan dan penggunaannya. Kalaupun Barikut bisa menarik kembali 'wkwkwk'nya, ia bakal lakukan. Maka berhatilah menggunakan tawamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H