Mohon tunggu...
Muhammad Baidarus
Muhammad Baidarus Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Kepala Bidang Riset di Pusat Kajian Akuntansi dan Keuangan Publik (PKAKP) PKN STAN (2017-2018); Staff Pengelola Keuangan BWS Kalimantan III Ditjen SDA Kementerian PUPR; Staff Bagian Evaluasi dan Pelaporan Keuangan Setjen Kementerian PUPR; Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pentingnya Penerapan Cukai untuk Batasi Konsumsi Plastik

25 April 2018   09:14 Diperbarui: 25 April 2018   10:50 2946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah bahayanya konsumsi hasil produk plastik, justru menjadi tantangan bagi pemerintah untuk membatasi konsumsi hasil produk plastik melalui ekstensifikasi BKC sebagai instrumen untuk mengendalikan peredaran hasil produk plastik di Indonesia. Ekstensifikasi cukai tersebut merupakan pilihan yang harus terus diperkuat melalui kajian yang mendalam berkenaan dengan dampak terhadap perekonomian nasional tanpa mengesampingkan aspek sosial di masyarakat.

Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan konsumsi masyarakat terhadap hasil produk plastik menjadi berkurang. Meski demikian, dalam menerapkan tarif cukai terhadap setiap hasil produk plastik pemerintah dalam hal ini DJBC perlu mempertimbangkan tingkat risiko bahaya setiap jenis bahan plastik yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Selain sebagai instrument control, kebijakan tersebut dapat menjadi opportunity bagi pemerintah untuk mengurangi celah fiskal dengan meningkatkan pendapatan cukai negara.

Dalam APBN 2018 pendapatan cukai negara ditargetkan mencapai Rp155.400 miliar yang terdiri atas cukai hasil tembakau sebesar Rp148.230 miliar, cukai etil alkohol sebesar Rp170 miliar, dan cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp6.500 miliar. Pendapatan cukai lainnya diharapkan berasal dari cukai kantong plastik sebesar Rp500 miliar.

Pendapatan cukai dalam APBN tahun 2018 tersebut naik 1,5 persen dibandingkan targetnya dalam APBNP 2017. Meski demikian, DJBC telah kehilangan potensi penerimaan cukai plastik sebesar Rp 1 triliun akibat ditundanya rencana penerapan cukai plastik oleh DPR hingga tahun ini. Dengan begitu, untuk mewujudkan prinsip equality terhadap setiap produk plastik diharapkan nantinya ekstensifikasi cukai plastik tidak hanya terbatas pada kantong plastik atau plastik kresek namun juga untuk semua hasil produk plastik. (MB)*

*Tulisan ini hanya opini pribadi bukan atas nama instansi

Referensi:

1, 2, 3, 4, 5,6,7,8

  • Karuniastuti, Nurhenu. 2016. Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan Dan Lingkungan. Pusdiklat ESDM: Jurnal Forum Teknologi Vol.3 No. 1
  • Purwoko. 2012. Analisis Efektivitas Pengenaan Cukai Atas Produk Kantong Plastik dan Dampaknya Terhadap Perekonomian. Kemenkeu: Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol. 16, No. 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun