Ketersediaan infrastruktur dalam mendukung mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sudah menjadi teori yang tak terbantahkan. Hasil studi World Bank (2011) menyebutkan bahwa elastisitas PDB terhadap infrastruktur berada pada nilai 0,07 sampai 0,44. Itu artinya, setiap kenaikan satu persen berpotensi meningkatkan pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai 44%. Sementara itu, hasil studi yang dilakukan Bank Indonesia yang tertuang dalam Kebijakan Moneter (2012) menyebutkan bahwa sektor infrastruktur transportasi merupakan sektor nomor dua yang paling berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi setelah sektor industri.Â
Hingga kini kebutuhan pembangunan infrastruktur terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi. Pasalnya dengan infrastruktur yang memadai negara dapat menarik investasi yang besar untuk ekspansi dan memperkuat daya saing ekonomi. Namun disisi lain, program prioritas ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Keterbatasan ruang fiskal dalam mendukung pembangunan infrastruktur membuat pemerintah harus mengambil langkah-langkah strategis dan menerapkan kebijakan prudence agar pembiayaan pembangunan infrastruktur tidak terlalu membebani anggaran pada tahun berjalan yang dapat mengakibatkan tingginya risiko fiskal.Â
Permasalahan utama dalam pembiayaan infrastruktur adalah ketidaksiapan dukungan pemerintah untuk meningkatkan kelayakan proyek dan pemenuhan pembiayaan (Susantono, 2009). Bappenas memperkirakan kebutuhan dana untuk mencapai target-target pembangunan infrastruktur yang ditetapkan dalam RPJMN tahun 2015-2019 sebesar Rp 5.452 triliun. Dari keseluruhan dana tersebut, pemerintah pusat dan daerah hanya mampu menyediakan dana sebesar Rp 1.131 Triliun. Sehingga masih terdapat selisih pendanaan (financing gap) sebesar Rp 4.321 Triliun.Â
Memperhatikan hasil proyeksi Bappenas tersebut, Indonesia membutuhkan sumber pendanaan baru untuk menutupi financial gap dalam pembangunan infrastruktur. Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan menerapkan skema Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah Badan Usaha. Dengan skema ini private investordapat menyediakan dana untuk pembiayaan proyek pembangunan infrastruktur serta menjamin proyek dapat berjalan secara efisien. Sehingga proyek dapat dikelola dengan baik untuk menghasilkan expected return yang sesuai.Â
Namun, tak jarang ketidaklayakan proyek secara financial membuat private investor enggan berpartisipasi dalam pembangunan. Hal itu terjadi lantaran mahalnya beban investasi tidak dapat dikembalikan sepenuhnya oleh tarif layanan infrastruktur yang dibatasi dengan kemampuan membayar (ability to pay) masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah memberikan beragam dukungan untuk proyek yang tidak layak secara financial tetapi layak secara ekonomi. Dukungan pemerintah ini sangat penting untuk menarik minat pihak swasta dalam pembiayaan penyediaan infrastruktur.
Fasilitas Viability Gap Fund (VGF) Meningkatkan Proyek KPBU Mencapai Kelayakan Financial
Sering kali pembangunan infrastruktur prioritas di Indonesia terkendala pembiayaan karena masalah ketidaklayakan proyek secara financial. Hal ini terjadi lantaran cost of capitalyang dikeluarkan perusahaan pelaksana proyek terlalu mahal karena teknologi yang digunakan dan pemerintah membatasi tarif layanan infrastruktur dengan kemampuan membayar (ability to pay) masyarakat. Sehingga pemerintah dan swasta pun dihadapkan dengan trade off pembiayaan mengingat sebagian besar proyek di Indonesia tidak layak secara financial meski layak secara ekonomi. \
Artinya proyek tersebut akan memberikan kontribusi positif ke perekonomian (economically feasible), namun pendapatan dari proyek (tarif layanan) tidak mencukupi untuk mengembalikan tingkat keuntungan (rate of return) yang diharapkan oleh private investor, sehingga private investor tidak tertarik untuk berinvestasi.
 Dukungan pemerintah melalui kontribusi fiskal pun diperlukan untuk mengatasi ketidaklayakan proyek infrastruktur secara financial. Melalui PMK Nomor 223/PMK.011/2012 pemerintah memberikan dukungan tunai yang bertujuan untuk meningkatkan kelayakan financial proyek infrastruktur yang dibangun dengan skema KPBU guna menarik minat dan partisipasi badan usaha dalam pembangunan infrastruktur, meningkatkan kepastian lelang infrastruktur sesuai kualitas, dan waktu yang telah ditentukan serta mewujudkan tarif layanan publik yang terjangkau untuk masyarakat.
Dana dukungan kelayakan ini dialokasikan melalui mekanisme APBN setiap tahunnya dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, memperhatikan kesinambungan fiskal dan berdasarkan prinsip manajemen risiko fiskal yang cermat, serta alternatif yang paling strategis setelah tidak ada alternatif lain untuk membuat proyek layak secara financial. Dukungan kelayakan (VGF) ini diberikan dalam bentuk tunai sebagai bagian dari belanja negara untuk membiayai proyek skema KPBU dengan porsi tertentu dari seluruh biaya konstruksi yang tidak mendominasi hingga proyek KPBU mencapai kelayakan financial sehingga dapat menarik pihak swasta potensial untuk berpartisipasi dalam proyek KPBU.Â
Selain itu, untuk menjaga risiko fiskal dalam APBN tahun berjalan pemerintah dapat menerbitkan instrumen pembiayaan melalui surat berharga negara (SBN) guna memberikan fasilitas VGF dengan tingkat pengembalian sesuai dengan potensi proyek untuk menarik private investorsebelum proyek terlaksana. Agar proyek terlaksana dengan pasti. perlu adanya penjajakan pasar (sounding market) yang komprehensif dan mendalam untuk melihat seberapa minat private investor untuk berpartisipasi melalui proyek ini.