Mohon tunggu...
Muhammad Bagus
Muhammad Bagus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seputar Keperdataan

27 Maret 2023   18:16 Diperbarui: 27 Maret 2023   18:23 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Sekilas tentang  hukum perdata Islam di Indonesia
Hukum perdata Islam di Indonesia adalah sebagian dari hukum yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum indonesia yang isinya hanya sebagian dari lingkungan muamalah contohnya hukum perkawinan kewarisan wasiat hibah zakat, perwakafan pengaturan masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan jual beli, pinjam meminjam, kerjasama bagi hasil pengalihan hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi.

2. Prinsip-prinsip perkawinan dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan KHI

 Prinsip-prinsip perkawinan dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 Perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dan sejahtera  Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan pribadinya membantu dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan material pernikahan sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.

Di samping itu juga setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku sedangkan prinsip-prinsip perkawinan dalam KHI yakni perkawinan yang diberikan Islam baik yang tersurat maupun tersirat di dalam kehidupan rumah tangga merupakan pedoman dan ikhtiar umat Islam dalam mewujudkan rumah tangga sakinah mawaddah dan rahmah serta kekal sampai maut memisahkan. 4 -prinsip perkawinan dalam kompilasi hukum Islam : 1) kebebasan dalam memilih jodoh, 2) prinsip mawadah warohmah, 3) prinsip saling melengkapi dan melindungi, 4) prinsip mua'syarah BI Al - ma'ruf

3. Hal yang melatarbelakangi tidak di catatnya perkawinan di PPN
Yang melatarbelakangi tidak di catat perkawinan di PPN yaitu pernikahannya tidak saksikan orang banyak dan tidak  dilakukan dihadapan pegawai pencatat nikah. Biasanya yang melatarbelakangi yakni nikah sirih atau  terjadinya hamil diluar nikah yang  mengharuskan nikah siri untuk menutupi  aib keluarga . Solusinya yakni dengan mengajukan pengesahan nikah ( isbat nikah ) dan perkawinan ulang .

4. Faedahnya melakukan pencatat perkawinan
Pentingnya melakukan pencatatan perkawinan. Karena perkawinan yang sah bukan hanya sah Menurut ketentuan agama tetapi harus  sesuai dengan hukum negara. Dengan tidak dicatatkan perkawinan hal tersebut membuat pihak perempuan sangat rugi. Karena si perempuan tidak dianggap sebagai istri sah tidak memiliki kekuatan hukum , istri tidak berhak atas nafkah dan warisan apabila suaminya meninggal, istri tidak berhak atas harta gono gini apabila terjadi perceraian.

Merupakan tujuan dari pencatatan pernikahan, yaitu untuk tertib administrasi pernikahan, jaminan memperoleh hak-hak tertentu, memberikan perlindungan terhadap status pernikahan, memberikan kepastian terhadap status hukum suami-istri maupun anak, serta memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang diakibatkan oleh adanya.

Manfaatnya sendiri dari pencatatan perkawinan yaitu: pencatatan pernikahan dapat memberikan kepastian dan perlindungan bagi para pihak yang telah melangsungkan pernikahan, sehingga memberikan kekuatan bukti otentik tentang telah terjadinya pernikahan serta para pihak dapat mempertahankan pernikahan tersebut kepada siapa pun dan dihadapan hukum. Di samping itu, pencatatan pernikahan merupakan usaha pemerintah untuk mengayomi masyarakat demi terwujudnya ketertiban dan keadilan.

5. Beberapa argumen pendapat para ulama tentang pernikahan wanita hamil
Pendapat yang pertama dari Imam Hanafi masih terdapat perbedaan pendaan pendapat, diantaranya :
* Pernikahan tetap sah , baik dengan laki-laki yang menghamili atau tida
* Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili, dan tidak boleh di kumpuli kecuali sudah melahirkan.
* Boleh nikah dengan orang lain asal sudah melahirkan.
* Boleh nikah asal sudah melewati masa haid dan suci, dan ketika sudah menikah maka tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melewati masa istibro'.

Pendapat yang kedua dari Imam Maliki dan Imam Ahmad bin Hambal, beliau menghukumi perkawinan itu tidak sah  kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.

Pendapatan  Imam Syafi'i lebih luas . Bukan berarti zina itu dilegalkan. Itu adalah praduga yang salah, karena perzinaan apapun sudah terkutuk. Imam Syafi'i berkata, "Kalau satu orang mencuri buah dari satu pohon, ketika itu haram. Kemudian dia beli pohon itu, maka apakah buahnya tadi masih haram atau sudah halal? Itu sudah halal. Tadinya haram kemudian menikah baik-baik maka menjadi halal". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun