Optimesme, tulisnya, menghendaki segalanya baik, dunia yang ideal, yang naif, yang tak ada, sebab mereka tak kuasa mengalihkan fokus dari mata. Pada akhirnya, angan-angan yang sia-sia itu mencekik mereka.Â
Sesekali kita juga harus bersikap pesimistis. Dengan demikian, kita lebih mengetahui kompetensi dan kapasitas diri sendiri untuk menentukan kebahagiaan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HBeri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!