Mohon tunggu...
Muhammad Azmi Ali
Muhammad Azmi Ali Mohon Tunggu... Lainnya - kasih yang terkisahkan

menulislah sebelum mengetik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bolehkah Wanita Bekerja Menurut Islam?

27 November 2021   14:00 Diperbarui: 27 November 2021   14:03 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada dasarnya, ajaran Islam tidak membebani perempuan dengan kewajiban-kewajiban memberikan nafkah, kecuali atas keikhlasan dan karena pemenuhan kebutuhan. Islam memandang peran seorang ibu (hamil, melahirkan, menyusui, dan mendidik anak) begitu penting bagi kualitas hidup manusia sehingga akan terlalu berat dan tidak adil jika perempuan masih dibebani dengan kewajiban untuk mencari nafkah.

            Tetapi kecenderungan yang terjadi saat ini sudah mulai berubah dengan adanya kontribusi yang besar dari kaum wanita dalam menunjang ekonomi keluarga. Adakalanya seorang istri ikut berperan dalam pemenuhan kebutuhan nafkah keluarga. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendesak, seperti ketidakmampuan suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga

Pada prinsipnya memang benar, bahwa Islam tidak memberi batasan-batasan perempuan untuk melakukan aktifitas dalam bekerja. Tetapi di sisi lain, Islam juga menganjurkan perempuan untuk tinggal diam di rumah mengurus rumah tangganya . hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-ahzab ayat 33 berikut ini:

-

Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.[1]

 

 

Ayat di atas mmenjelaskan bahwa keharusan perempuan untuk tetap di dalam rumah. Seperti dalam asbab al-nuzulnya Allah memerintahkan kepada istri-istri Nabi untuk tetap tinggal di rumah, menjalankan perintah agama, taat kepada Allah dan Rasul serta menyampaikan apa-apa yang mereka dengar dari Nabi Muhammad kepada kaum muslimin.[2]

Al-Qurtubi berpendapat bahwa makna dari ayat di atas adalah perintah untu menetap di rumah. Walaupun redaksi ayat ini di tujukan kepada istri-istri nabi saja, akan tetapi selain dari mereka juga tercakup dalam perintah tersebut.

Al Mawdud  juga berpendapat serupa, ia mengatakan bahwa tempat perempuan adalah rumah, mereka tidak di bebaskan dari pekerjaan luar rumah kecuali agar selalu berada di rumah dengan tenang dan hormat sehingga mereka dapat menjalankan kewajiban rumah tangga. Adapun kalau ada hajat atau keperluan untuk keluar rumah maka boleh untuk keluar rumah dengan syarat harus memperhatikan kesucian diri dan memelihara rasa malu.

Lain halnya dengan Qutub yang mengatakan bahwa ayat itu bukan berarti bahwa perempuan tidak boleh bekerja. Islam tidak melarangnya, hanya saja Islam tidak senang (mendorong) hal tersebut. Masalahnya adalah bahwa Islam tidak cenderung mendorong perempuan keluar rumah kecuali untuk pekerjaan yang sangat perlu dan dibutuhkan oleh masyarakat atau atas dasar kebutuhan perempuan tersebut.

Al-Biqa'i mengatakan bahwa perempuan boleh bekerja di luar rumah jika ada keperluan (hajat) yang menghendakinya. Seperti sabda nabi :

Artinya"Allah mengizinkan kalian (perempuan) meninggalkan rumah untuk kebutuhan-kebutuhan kalian. (HR: Imam Bukhari)  [3]

Menurut Juwariyah Dahlan dalam artikelnya yang berjudul Perempuan karir, ada 2 golongan ulama yang berpendapat mengenai perempuan yang bekerja:[4]

  • Kelompok ulama Abbas Mahmud al-Aqqad, Mustafa as-Sibai, dan Muhammad al-Bahi, berpendapat bahwa perempuan yang bekerja meninggalkan rumah itu mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya, dengan alasan bahwa perempuan harus berada di rumah untuk menjga anak dan rumah tangga agar pada saat suami datang dari kerja istri sudah bisa menyiapkan kebutuhan suami tetapi syaratnya suami harus mempunyai penghasilan yang mencukupi kebutuhan rumah tangga, dan seorag istri mampu mempercantik dirinya, sekalipun bekerja dan lelah.
  • Kelompok kedua (moderat), misalnya Mahmas al Bandari, Muhammad Rifaah Rafiat Thahtawi, Qasim Amin, Mumtaz Ali, ahmad Syauqi, Hafidz Ibrahim dan lainnya, mengatakan bahwa perempuan yang berkarir lebih baik dan bermanfaat daripada tidak berkarir dan menganggur. Zakiah Derajat mengemukakan bahwa perempuan yang menganggur mengakibatkan menghayal hal yang tidak relitas menyababkan sakit jiwanya, oleh sebab itu, bekerja lebih baik daripada menghayal dan meminta-minta. Alasan golongan ini ialah perempuan bekerja jika dituntut oleh masyarakat atau pekerjaan itu membutuhkan perempuan bekerja, serta mampu untuk tetap menjaga dirinya.

  • Muhammad Thalib dalam bukunya Solusi Islam Terhadap Dilema Wanita Karir, menyatakan bahwa perempuan yang karena alasan dan kondisi tertentu harus bekerja diluar rumah, haruslah memenuhi syarat-syarat diantaranya:[5]

Pekerjaan yang dilakukan benar-benar menbutuhkan penanganan kaum perempuan, sehingga tidak bercampur aduk dengan kaum laki-laki.

Suami yang bertanggung jawab atas nafkah istri tidak dapat mencukupi kebutuhan mereka sekeluarga, sehingga istri bekerja diluar guna membantu mencukupi nafkah keluarga.

Jam kerja yang diperoleh perempuan untuk pekerjaan diluar rumah tidak menelantarkan kewajiban pokonya mengurus keluarga sebab mengurus rumah tangga dan anak-anak, adalah kewajibanbagi perempuan yang telah berkeluarga.

Ada persetujuan suami, sebab Islam menetapkan perempuan tidak bertanggung jawab menafkahi dirinya sendiri, tetapi yang menanggung adalah suami atau ayah atau saudara laki-lakinya. Hal ini berarti setiap perempuan dalam bekerja diluar rumah bukanlah merupakan tuntutan kebutuhan hidup secara prinsip, tetapi hanya bersifat sekunder.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun