Pada dasarnya, ajaran Islam tidak membebani perempuan dengan kewajiban-kewajiban memberikan nafkah, kecuali atas keikhlasan dan karena pemenuhan kebutuhan. Islam memandang peran seorang ibu (hamil, melahirkan, menyusui, dan mendidik anak) begitu penting bagi kualitas hidup manusia sehingga akan terlalu berat dan tidak adil jika perempuan masih dibebani dengan kewajiban untuk mencari nafkah.
      Tetapi kecenderungan yang terjadi saat ini sudah mulai berubah dengan adanya kontribusi yang besar dari kaum wanita dalam menunjang ekonomi keluarga. Adakalanya seorang istri ikut berperan dalam pemenuhan kebutuhan nafkah keluarga. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendesak, seperti ketidakmampuan suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga
Pada prinsipnya memang benar, bahwa Islam tidak memberi batasan-batasan perempuan untuk melakukan aktifitas dalam bekerja. Tetapi di sisi lain, Islam juga menganjurkan perempuan untuk tinggal diam di rumah mengurus rumah tangganya . hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-ahzab ayat 33 berikut ini:
-
Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.[1]
Â
Â
Ayat di atas mmenjelaskan bahwa keharusan perempuan untuk tetap di dalam rumah. Seperti dalam asbab al-nuzulnya Allah memerintahkan kepada istri-istri Nabi untuk tetap tinggal di rumah, menjalankan perintah agama, taat kepada Allah dan Rasul serta menyampaikan apa-apa yang mereka dengar dari Nabi Muhammad kepada kaum muslimin.[2]
Al-Qurtubi berpendapat bahwa makna dari ayat di atas adalah perintah untu menetap di rumah. Walaupun redaksi ayat ini di tujukan kepada istri-istri nabi saja, akan tetapi selain dari mereka juga tercakup dalam perintah tersebut.
Al Mawdud  juga berpendapat serupa, ia mengatakan bahwa tempat perempuan adalah rumah, mereka tidak di bebaskan dari pekerjaan luar rumah kecuali agar selalu berada di rumah dengan tenang dan hormat sehingga mereka dapat menjalankan kewajiban rumah tangga. Adapun kalau ada hajat atau keperluan untuk keluar rumah maka boleh untuk keluar rumah dengan syarat harus memperhatikan kesucian diri dan memelihara rasa malu.
Lain halnya dengan Qutub yang mengatakan bahwa ayat itu bukan berarti bahwa perempuan tidak boleh bekerja. Islam tidak melarangnya, hanya saja Islam tidak senang (mendorong) hal tersebut. Masalahnya adalah bahwa Islam tidak cenderung mendorong perempuan keluar rumah kecuali untuk pekerjaan yang sangat perlu dan dibutuhkan oleh masyarakat atau atas dasar kebutuhan perempuan tersebut.