Mohon tunggu...
Muhammad Azmi Ali
Muhammad Azmi Ali Mohon Tunggu... Lainnya - kasih yang terkisahkan

menulislah sebelum mengetik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

terpaksa Menikah, Harus Bagaimanakah Aku?

17 November 2020   21:39 Diperbarui: 27 November 2021   17:33 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak ingin menikah, rasanya ngga ada yaaa. Menikah adalah salah satu proses dalam kehidupan kita yang akan dilewati. Namun sering muncul pertanyaannya yang mengusik "kapan ya kita akan menikah?" atau pertanyaan lain seperti "mapan dulu atau nikah dulu?". Pasti banyak diantara kamu yang dibuat dilema dengan krisis pemikiran seperti itu. Kali ini tema Sputnik yang berkaitan dengan tips pernikahan memang agak sedikit berat hehe..... akan tetapi bisa sedikit  mencerahkan kamu yang dilema akan masalah ini.

menikah itu (sebenarnya) bukan tentang cinta lho tetapi jodoh, iya nggak? Maksud saya, meski ada seseorang yang kamu cintai, bahkan kamu sudah menjalin kasih tak halal bersamanya selama bertahun-tahun namun kalau dia bukan jodoh yang Allah takdirkan untukmu, ya pasti hubungan kalian nggak bakal sampai ke pelaminan.

Islam tidak mengingkari adanya cinta seorang manusia kepada lawan jenisnya. Ia adalah fitrah dan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi bila waktu pemenuhannya telah tiba. Hanya saja, demi terpeliharanya kehormatan dan harga diri manusia, Islam menyerukan agar pemenuhannya dilakukan dengan cara yang benar, yaitu lewat pernikahan.

bukan paksaan tapi ibadah yang sangat di anjurkan Kalau kamu nonton sinetron yang mengangkat kisah tentang perjodohan, kamu akan mendapati adegan dimana suami atau istri yang menolak perjodohan tersebut akan berbuat dzholim terhadap pasangannya.

Entah dengan bersikap cuek dan kasar, menolak tidur seranjang, menghabiskan lebih banyak waktu di luar rumah hingga melakukan perselingkuhan. Percayalah kisah dramatis seperti itu tidak hanya terjadi di sinetron. Banyak rumah tangga yang kehilangan 'surga' di dalamnya karena dibangun tanpa keikhlasan. Pernikahan yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan itu justru menjelma 'neraka' bagi mereka yang terpaksa menjalaninya.

Sebenarnya boleh-boleh saja orang tua menjodohkan sang anak dengan calon pilihannya. Toh memang tidak ada larangan perjodohan dalam Islam. Bahkan perjodohan sudah ada sejak zaman Rasulullaah masih hidup lho. Aisyah radhiallaahu 'anha pun sejak kecil telah dijodohkan dengan Rasulullaah shallaallaahu 'alaihi wassalam yang merupakan sahabat orang tuanya.

Namun, orang tua tidak boleh memaksakan keinginannya. Perjodohan yang dilakukan orang tua harus tetap atas persetujuan si anak. Dalam artian orang tua harus meminta izin ketika hendak menjodohkan sang anak dengan calon pilihannya. Dan anak berhak untuk menerima atau menolak perjodohan tersebut.

Rasulullaah pun pernah membatalkan status pernikahan wanita yang menikah karena terpaksa. Mungkin kamu pernah dengar kisah Khanza binti Khadzdzam.

Alkisah, Khansa dilamar oleh dua pemuda, yakni Abu Lubabah bin Mundzir, salah seorang pahlawan pejuang dan sahabat Nabi, serta seorang laki-laki dari Bani Amr bin Auf yang masih kerabatnya.

Sebenarnya, Khansa tertarik pada Abu Lubabah. Namun, sang ayah punya kemauan sendiri, yakni memilih anak pamannya untuk putrinya. Khansa pun akhirnya dinikahkan ayahnya dengan anak pamannya. Lalu Khansa segera menemui Rasulullah dan mengadukan masalah itu.

"Ya, Rasulullah, sesungguhnya bapakku telah memaksa aku untuk kawin dengan orang yang diinginkannya, sedangkan aku sendiri tidak mau." Rasulullah lalu bersabda, ''Tidak ada nikah dengannya, kawinlah engkau dengan orang yang kamu cintai.'' Akhirnya Khansa pun menikah dengan Abu Lubabah. 

Apa yang bisa kamu simpulkan dari cuplikan kisah di atas? ya, sebuah pernikahan tidak bisa dipaksakan karena tujuan utama pernikahan dalam islam ialah menjalankan perintah tuhan sebagai seorang muslim, kita memiliki panutan dalam menjalankan kehidupan. firman allah dan sunnah rasulullah adalah dasar kita dalam mengambil sebuah Tindakan,

Namun jika sebuah ikatan yang tak di inginkan sudah terjalin, maka ikhlas adalah rasa yang harus di miliki ,di sini bukan sekadar rela atau menerima dengan lapang dada, tapi kamu melakukannya karena Allah. Ketika kamu ikhlas menikah itu artinya kamu menikah karena Allah. Allah lah yang menjadi alasan utama kamu menyempurnakan separuh agamamu, bukan yang lain.

Ketika seseorang ikhlas menjalani pernikahannya tentu menumbuhkan rasa cinta bukanlah hal yang sulit. Bahkan jika sedari awal cinta itu telah hadir maka ia akan tumbuh dengan sangat subur.

Dengan menikah berarti kita telah menjalanka firman ALLAH  di dalam surah An-Nur/24: 32 yang artinya :

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui. (Q.S An-Nur [24] : 32)

Dan menikah adalah salah satu  bentuk ibadah mengikuti sunah Rasulullah saw..

Dari Abi Najih dari Nabi saw. beliau bersabda, "Siapa yang mampu menikah, tetapi tidak menikah, maka ia bukanlah termasuk golongan kami." (H.R. Al-Baihaqi)

Allah SWT mensyariatkan perkawinan dan dijadikan dasar yang kuat bagi kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan utama baik bagi manusia makhluk yang dimuliakan Allah SWT. Untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan menjauhi dari penyimpangan. Allah swt telah memberi syarat dan hukum-hukum islam agar dilaksanakan manusia dengan baik, sehingga diyakini ketika tujuan tercapai maka akan ada hikmah yang akan didapat.(Muhammad Azmi Ali)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun