Lalu, Bagaimana Hubungan Keduanya?
Soal apakah keduanya dapat bersatu atau tidak, yang paling utama adalah bagaimana keduanya mampu menghantarkan kita menuju kesempurnaan sebagai manusia. Memang cukup sulit untuk menyatukan keduanya, karena memang antena keduanya tidak lah sama, dimana sains menggunakan sisi logis dan empiris sebagai ukurannya, sedangkan agama menggunakan hati dan perasaan sebagai ukurannya.
Meski demikian, keduanya jelas tidak dapat bekerja sendirian dan tentunya saling membutuhkan. Sains membutuhkan Agama sebagai pengarah jalannya agar lebih terkendali. Agama juga memerlukan Sains, karena pemahaman kita tentang alam itu justru dapat mendorong kita dalam perenungan kalbiah yang serius.
Keduanya tidak akan bertentangan selama kita mengetahui mana arah bidang kajian, cara memperolehnya dan ukuran pengetahuan dari keduanya, karena memang masing-masing memang berbeda. Manusia yang sempurna adalah manusia yang mampu membuat Agama dan Sains sama-sama saling berfungsi.
Referensi :
Buku :
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Risalah Untuk Kaum Muslimin. Kuala Lumpur: ISTAC, 2001.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Jurnal :
Hastjarjo, T Dicky. "Kausalitas Menurut Tradisi Donald Campbell". Buletin Psikologi, Vol. 19, No. 1 (2011)
Internet :