Pada suatu hari ada seorang anak muda bernama Rindra. Ia sedang  mengalami masalah yang amat besar, ia terus saja memikirkannya. Susah tidur, kehilangan nafsu untuk makan, tidak mau bersosialisasi, dan kehilangan semangat untuk hidup sudah ia alami selama 2 minggu belakangan ini. Hal tersebut dikarenakan oleh pasangannya yang baru saja memutuskan untuk berpisah dengan rindra 2 minggu yang lalu. Padahal Rindra menganggap mereka sudah sangat akrab dan cocok sekali untuk menjadi pasangan seumur hidup seperti di film -film romance. Tak hanya masalah sakit hati yang rindra alami. Gedung yang sudah ia pesan untuk resepsi sekaligus pesta pernikahan pun akan lenyap dan uang yang ia keluarkan selama ini akan sia - sia menurutnya.
Sesaat setelah adzan subuh berkumandang, suara telepon genggam Rindra berbunyi nyaring tertulis nama kakeknya di kontak telepon yang menelepenonya pada pagi itu. Rindra pun mengangkat telepon dari kakeknya yang ternyata, kakek Rindra mengajak Rindra untuk kerumahnya yang berada di desa untuk membantunya melakukan pekerjaan sehari-hari. "Rindra ayo kesini bantu kakek, jangan hanya diam saja dirumah. Mumpung disini lagi musim panen teh loh! Lagian teh kakek ga ada yang bisa nandingin kenikmatannya. Udah kamu g usah pikir panjang lagi soal tiket untuk kesini biar kakek yang membayarnya. Kamu datang ya!" ujar kakek Rindra dengan penuh semangat mengingat sang Cucu yang sedang galau dan bersedih memikirkan pasangan dan masa lalunya.
Rindra pun setuju dengan ajakan Kakeknya untuk pergi ke desa dan membantu kakek. Lagipula tidak ada yang dapat ia lakukan juga dirumahnya yang sepi. Dan buat apa juga dia berdiam dirumah lebih lama lagi pikirnya. Setelah telepon ditutup rindra pun bergegas untuk wudhu dan kemudian sholat subuh 2 rakaat. Setelahnya ia mmutuskan untuk menyiapkan keperluan apa saja yang akan ia bawa kerumah Kakeknya. Setelahnya ia mandi pagi dan bergegas berangkat menuju ke stasiun di dekat rumahnya. Rindra pun memesan tiket yang paling pagi untuk menuju ke desa dimana kakeknya tinggal. Kereta Rindra datang, ia bergegas masuk ke kereta dan dalam perjalanan menuju desa Rindra memutuskan untuk tidur.
Tepat jam 4 sore kereta pun tiba di stasiun desa dimana kakek Rindra tinggal. Ia pun dibangunkan oleh suara kereta yang keras. Rindra pun akhirnya sampai di tempat tujuan. Ia bergegas untuk turun dari kereta dan berjalan keluar dari stasiun. Untuk menuju kerumah kakeknya Rindra harus menaiki ojek selama kurang lebih 20 menit untuk sampai dirumah kakeknya.
Tak lama duduk di jok motor ojek Rindra pun sampai dirumah kakeknya, ia turun dari motor lekas membayar dan berjalan ke rumah sang kakek. Udara disana sangat sejuk dan suasananya sangat nyaman dan damai. Rindra pun mengetuk pintu rumah kakenya dan mengucapan salam. Namun 3 kal ia melakukannya tidak ada tanda dari kakeknya. Ia pun memutuskan utnuk ke halaman belakang rumah dimana tempat danau mini seluas lapangan sekolah yang berada di halaman belakang rumahnya. Kolam itu terlihat sangat tenang dan damai dan terlihat sangat nyaman untuk dipandang dengan pantulan langit senja pada saat itu. Dan terlihat kakeknya yang sedang duduk- duduk santai di kursi rontan di pinggir danau tersebut dan rindra pun mengahmpirinya.
Kakek Rindra pun menyadari kehadiran cucunya dan menyapanya dengan penuh semangat. Kakek RIndra terkenal sangat ramah dan humoris jadi semua orang senang dengannya. Rindra pun mencium tangan kakeknya dan menngucapkan salam. Kakek Rindra pun bercerita tentang asam jawa yang baru saja ia panen bersama teman baiknya di kebun. Ia sangat senang karena asam jawa yang ia panen kualitasnya sangat bagus dan pasti akan sangat mahal jika dijual dipasaran.
Kakek RIndra pun menawarkan asam jawa yang sudah ditumbuk dan diseduh kedalam air panas. Rindra pun meminumnya dan merasakan asam yang sangat kuat hingga ia ingin segera memuntahkannya, tapi karena ini milik kakeknya ia menahannya. Dan ia berkata pada kakeknya "kek Asem banget ini, Rindra ga suka sama rasa-rasa yang kayak gini. Lagian kan rindra baru sampe dan belum makan siang masa dikasihnya yang kayak gini sih kek!" kakek rindra pun menertawakannya. Rindra pun kembali berkata " emang barang yang asem banget kaak gini bakal laku ya kek dipasaran? Yang ada g bakal laku kali kek barang kayak gini mah" kakek rindra pun membalasnya "yeee sok tau banget lu ndra. Produk unggul nihhh. Ga semua yang asem itu buruk lhoo. Buktinya kakek mu ini bisa nikah sama nenek mu  toh" Kakek rindra membalas cucunya sambal tertawa riang. Pikiran rindra pun mulai teralihkan mengingat perkataan kaeknya soal asem jawa yang mana sesuatu yang tidak enak belum tentu buruk bagi kehidupan.
Tak lama setelahnya kakek rindra pun berdiri  dan mengajak rindra ke tepi kolam. "rindra, kamu masih ingat toh sama rasa asem jawanya" tanya sang kakek. "masih kek, rasanya g ilang -- ilang nih asem banget ga enak di mulut rindra lagian ngapain sih kek asem jawa diminum" jawab rindra. Kakek Rindra pun tersenyum dan lekas menuangkan sari air asam jawa yang rindra minum tadi ke dalam danau dan ia pun mengaduknya dengan ranting pohon kering. Rindra pun bingung dengan tigkah kakeknya dan bertanya -- tanya di dalam pikirnya. Tak lama setelahnya kakek rindra menyerok air danau tersebut dengan gelas dan menyuruh rindra untuk meminumnya. " hah buat apa sih kek, tadi rindra disuruh minum asem asem. Sekarang disuruh minum air danau" ujar rindra. Kakek rindra pun memaksa rindra untuk meminumnya.
Dan ia pun bertanya "Rindra, gimana rasanya?" sambil tersenyum. "ya rasanya air tawar biasa  terasa segar dan enak , masa kakek g tau rasanya kayak apa" kakek rindra pun mengajak rindra untuk kembali duduk di kursi rotan, ia menepuk pundak rindra dan berkata  "Rindra dengarlah. Pahitnya dan susahnya kehidupan, adalah layaknya sari asam jawa yang tadi, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa tersebut adalah sama, dan memang akan tetap sama."
"Tapi, kesusahan dan masalah yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. masalah itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."
"oy rin. Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Hatimu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas yang kecil, buatlah laksana danau luas yang mampu meredam setiap kepahitan, keasaman dan semua rasa yang  tidak enak itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
Rindra pun sejenak terdiam dan memikirkan omongan kakeknya. Ia pun tersadar akan masalah yang ia alami minggu -- minggu ini. Ia sangat berterimakasih pada kakeknya atas segala nasehat yang ia berikan. Adzan maghrib pun berkumandang mereka berdua pun masuk kedalam rumah untuk melakukan sholat maghrib berjamaah bersama dengan nenek rindra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H