Mohon tunggu...
Muhammad Arsyad Lussy
Muhammad Arsyad Lussy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sastra, Seni, Musik, Gitar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tragedi Malam Pertama

3 Januari 2025   15:17 Diperbarui: 3 Januari 2025   15:17 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia berhasil menyakinkan orang, mulut yang pandai melingkar lidah, membuat kepala tak mau henti bergoyang. Semua jurus dikeluarkan lagaknya orang terkuat dimuka bumi. Teori konsistensi Leon festinger terangkat tinggi, tiada yang menandingi. Kepercayaan diri yang memuncak, membuahi pikiran orang banyak bahwa ia benar bersungguh-sungguh. 

Sebenarnya ada keraguan pada Iki, salah satu rekan, namun memilih mengikuti arus. Seiring waktu berjalan, ia dihadapkan dengan kejadian-kejadian yang membuat dinding iman bergetar, bahkan terlalu khawatir ia perna setengah tahun mengurung diri dirumah. 

Hidup adalah pilihan, tapi adakah hidup yang sanggup tanpa cinta? Tentu bukan hal sepele memilih untuk tidak berpacaran (jomblo) apalagi sampai tidak mau terjerumus ke hal-hal yang mengatasnamakan cinta. 

Suatu waktu, di pelataran gedung Kembar, hatinya berdebar kencang seperti gempa bumi 1960, tiada yang bisa menahan, tiada satupun bangunan yang kokoh. Peristiwa itu meruntuhkan segala yang keluar dari mulutnya. 

Bagaimana tidak? Daya magis sosok itu sangat kuat, matanya bersih sebening cahaya, kulitnya putih ibarat susu, wajahnya memerah bagai Sakura, pokoknya tiada lagi yang sepertinya. Sosok itu tak pakai lama membuat ia jatuh cinta sekaligus membenarkan dugaan Iki. 

Saban hari hanya membayanginya, tiada aktivitas lain, hidupnya seakan diambil alih sosok itu. Hasrat memiliki muncul, tanpa gugup, ia datangi sosok itu dengan dalil niat baik. Usai percakapan panjang, akhirnya hasil tak dikhianati, segala permintaan mengukir kebahagiaan yang tak disangka. Keduanya bersepakat menikah diakhir tahun.

Seperti hujan bulan mei, kebahagiaan berjatuhan usai terucap mantra, "saya terima nikah dan kawinnya yang tersebut". Mereka sah menjadi suami istri.

Sekian lama menolak jatuh cinta justru meningkatkan hasratnya. Namun saking cintanya pada Sari; nama istrinya ia rela tak melakukan ritual dimalam pertama. 

Dihari-hari berikutnya berharap bisa menagihnya, namun tak kunjung datang harapan itu, sudah sebulan menikah tapi tak menikmati. Ia selalu ditolak oleh Sari, entah karena apa. Dikepala ia mencoba berpikir positif, mungkin Sari masih belum pengen punya anak atau ada faktor-faktor lain yang belum bisa ditinggalkan.

Tapi masih sama, jarum jam berkeliling tanpa denting, siang berganti malam, ia belum dapat menuai itu dari Sari. Bahkan sudah menjelang bulan ketiga menikah, tapi hubungan suami---istri belum perna tersalurkan. Dilain sisi, tak bisa dipaksakan orang yang ia cintai mengikuti permintaannya. 

Namun jika terus seperti itu malahan akan menyiksa batin. Sementara ia sudah tak bisa menahan hasrat dalam diri, kehidupan menjadi hampa atas harap yang tak tertuai. Dalam keadaan seperti ini, tetiba terlintas dibenak mengenai cara lain, kalau dengan meminta persetujuan Sari terlebih dahulu belum tentu membuahi hasil. Maka basa-basi tak perlu lagi di awal, "langsung gas saja" gumam dalam hati.

Malam Jumat, suasana begitu sepi, dari jauh, suara-suara binatang terdengar. Sementara hanya gelap, bulan dan bintang bersembunyi entah dimana. Udara semakin menggigil, apalagi semakin larut. Kata orang-orang, malam Jumat sangat sakral dan mujarab. Sebab sudah banyak permintaan yang seakan terkabul. Makanya dianjurkan suami istri agar berhubungan dimalam itu. 

Saat menengok Sari sudah terlahap dalam bunga tidur, ia seperti melihat surga yang nyata, terlintas dibenak; ini waktu yang tepat.

Tak pakai lama satu-persatu langkah menuju---nya. Diatas ranjang, kancing baju Sari satu persatu ia buka. Dari rambut sampai pusar mengurai bentuk-bentuk keindahan. Setelah tenaga hampir habis pada dua bukit yang seiras, seperti bukit Ma iyang dan Ma Gendik dalam novel Cantik Itu Luka.

Ia pun mulai memutuskan untuk turun, dan menyelesaikan tujuannya. Karena lampu padam, sesampai dibawah terasa aneh. Tidak seperti biasa, meski belum perna melihat, tapi ia tahu persis bentuknya, tentu karena perna mengenyam ilmu biologi selama 15 tahun.

Penasaran membalut pikiran, energinya kuat melingkar kepala tanpa henti. Ia putuskan untuk nyalakan lampu, takutnya ada sejenis hewan yang membahayakan. Saat "tek---tok", ruangan seketika terang. 

Cahaya lampu membangunkan Sari dari tidurnya. Tak bisa berkata, melihat dirinya sudah tak berpakaian langsung berlari menyujud di kaki suami. Mengucap sejuta perkataan maaf. Rupanya selama ini, Sari yang diharapkan menjadi Benang Sari, Putri Sari dan Sari Murni ternyata adalah SARIPUDIN. 

#riryvory

#Senin 03 Juni 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun