Mohon tunggu...
Muhammad Arsyad Lussy
Muhammad Arsyad Lussy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Musik, gitar,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mahasiswa dan dua penyelamat

18 Maret 2024   09:31 Diperbarui: 12 Mei 2024   17:41 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sewaktu pikiran dan perasaan bertengkar perihal kondisi yang tak mampu dijabarkan. Satu-persatu langkah meninggalkan gubuk, tanpa pamit tanpa suara, entahlah? Sepertinya dibalik pergi, jawaban menjadi ulahnya.

Masing orang mencari titik terang dan kenyamanan. Namun, ada seorang diri masih terdiam dihadapan meja hitam, tanpa gerak tanpa suara. Tiada yang tahu masalahnya, gubuk  mulai sunyi sementara sama sekali tak beberes, seakan fungsi telah hilang dikakinya atau tubuhnya seperti terpaku selamanya, sepertinya! 

Akalnya mati, ia tak bisa berpikir bagaimana cara untuk pergi. Hanya sepasang tangan, mata dan mulut yang sedikit bisa andalkan. Namun detik mengalir, terus menghisap energi, tentu semua akan terhenti! Kepasrahan melingkar dirinya, orang-orang sudah pergi, tiada yang datang, harapan sudah mengecil mata jarum, kondisi melemah dan tak berdaya. Tubuh tergeletak seketika diatas meja, dalam keadaan duduk, mata menyipit, tangan gemetar, mulut tersesak dan batuk.

Bukan dugaan lagi, lelaki itu benar-benar dipukul habis masalahnya, hingga tak berdaya, energi yang semakin memudar mengisyarakatkan, tak lama lagi, kematian sudah di depan mata. Detik-detik terakhir menuju keabadian, tetiba ponsel di kantong celana berdering hebat, bunyinya kuat, merobek tirai pada telinga, disisa tenaga, sepasang tangan berjuang keras meletakan ponsel ditampang meja, di tengah mata sempit, terlihat jelas kontak ayah, serentak telepon diangkat dengan keadaan yang kian melemah.

"Hallo, nak...?"
Mendengar suara ayah, mulut yang terkunci perlahan bersuara
"Ya.. pak" jawabnya
Tetiba suara ibu terdengar
"Kamu baik-baik saja kan?"
Air seketika gugur dari mata lalu terangkat perlahan pelukan dua alis.
"Alhamdulillah sehat bu" balasnya, Meski tak sejawat dengan yang sebenarnya.
"Jaga pola makan, tidur dan belajar" ingat ibunya
"Iya bu" sederhana dijawab, sebab air mata telah menggantikannya.
"Kuliah yang rajin yah nak" seketika sambung ayah

Bahasa ayah mengenai kuliah, sontak satu energi seakan masuk di jiwa, lalu berangsur menjadi ribuan. Lelaki itupun membalasnya.
"Iya pak, aku tidak akan mengkhianati ayah dan ibu" ucapnya

"Pokoknya gini nak, jika kamu sedang kesusahan atau membutuhkan sesuatu, jangan sungkan bilang ke ayah atau ibu, karena kebahagiaan kami ada pada dirimu, jika kamu tidak ingin kami kenapa-kenapa, maka jagalah dirimu sebaik munkin, jangan memaksakan diri pada sesuatu yang tidak bisa dilakukan." Nasehat ayah

Perkataan ayah semakin memudarkan kelemahan, satu persatu bagian tubuh memberi isyarat, tanpa lama, dengan besar hati;
"Iya pak, aku tidak ingin ayah, ibu tersakiti, ingin kalian akan kuturuti, dan perkuliahan akan kupercepat" balasnya.

"Tak perlu cepat nak, berjuang lah secara bertahap, soal selesai, biar waktu yang menentukan dan mengakhirinya" timpal ayah.

"Iya pak, makasih atas perhatian dan nasehat" ujarnya

"Ohiya nak, ayah mau istirahat dulu" tutup ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun