Dalam dunia kesehatan yang semakin kompetitif, pelayanan yang unggul bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan. Untuk itu, Kemenkes perlu mengadopsi pendekatan baru yang lebih responsif. Sejak tahun 2021, Kemenkes telah melakukan transformasi kesehatan melalui 6 (enam) pilar transformasi kesehatan. Dalam rangka mendukung 6 (enam) pilar transformasi kesehatan perlu dilakukan transformasi internal melalui perubahan budaya kerja agar pelaksanaan transformasi kesehatan dapat dilakukan berkesinambungan. Pada awal tahun 2024, Menteri Kesehatan meluncurkan Gerakan Perubahan Budaya Kerja Baru di lingkungan Kemenkes karena budaya kerja sangat penting untuk menjadikan sumber daya manusia Kemenkes hebat sehingga transformasi kesehatan dapat dilakukan.
Menteri Kesehatan, Budi G. Sadikin mengungkapkan bahwa “Mencari dan menerapkan cara kerja yang lebih efektif, mendorong inovasi, serta membuka pola pikir harus menjadi agenda besar Kemenkes. Semua itu hanya bisa dilakukan dengan cara kerja yang baru, budaya kerja yang baru, dan semangat yang baru. Itulah mengapa Kemenkes perlu bertransformasi”. Transformasi tidak dapat berjalan efektif tanpa adanya peranan ASN Kemenkes, sehingga para insan internal Kemenkes perlu bertransformasi. Proses transformasi ini dapat mendorong pengembangan diri, peningkatan profesionalisme, keterampilan, dan pengetahuan.
Perubahan budaya kerja Kemenkes dibangun berdasarkan visi core values BerAKHLAK sesuai panduan dari Kemenpan-RB, yaitu: Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif yang implementasikan pada tiga tema perubahan budaya yaitu: Eksekusi Efektif (Effective Execution); Cara Kerja Baru (New Ways of Working); dan Pelayanan Unggul (Service excellence).
Alasan utama internalisasi budaya kerja baru melalui program perubahan budaya kerja dengan fokus pada tiga tema perubahan budaya yaitu pertama, Eksekusi Efektif diperlukan agar seluruh pegawai Kemenkes mampu melaksanakan 6 (enam) pilar transformasi kesehatan nasional sesuai dengan target indikator kinerja. Dalam melaksanakan eksekusi efektif dapat dilakukan dengan mandatory knowledge sharing, penggunaan Kemenkes 6-step execution model, dan pengembangan kompetensi wajib. Untuk mendorong hal ini diperlukan model eksekusi efektif yang dapat dijalankan oleh seluruh pegawai Kemenkes. Melalui eksekusi efektif, pegawai harus mampu bekerja cerdas (efektif dan efisien), dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal untuk memberikan hasil terbaik. Serta mengedepankan integritas, kompeten, senantiasa meningkatkan kemampuan diri, gesit dan cepat dalam beradaptasi terhadap perubahan.
Perubahan budaya yang kedua yaitu cara kerja baru adalah mampu berpikir dan bekerja secara inovatif dan kolaboratif untuk mencapai tujuan transformasi kesehatan nasional. Bentuk pelaksanaan cara kerja baru melalui ritual inovasi dan kolaborasi, serta flexible working arrangement. Karena itu, Kemenkes harus menjadi organisasi pembelajar, dan setiap pegawai Kemenkes menjadi individu pembelajar. Pegawai harus mampu berkolaborasi dengan mitra kerja internal maupun eksternal, berorientasi pada solusi, dan perbaikan berkelanjutan agar mampu melaksanakan 6 pilar transformasi Kesehatan.
Ketiga, pegawai Kemenkes harus menyadari bahwa pembangunan kesehatan harus berorientasi pada pelayanan unggul, yang didasari pada sikap empati dan menempatkan kepentingan pelayanan masyarakat sebagai prioritas utama. Pelayanan unggul dilakukan dengan berkomitmen pelayanan unggul individu, berkomitmen pelayanan unggul Unit Kerja, dan service outreach. Dalam semua bentuk pelayanan, pegawai harus proaktif dan responsif dengan usaha terbaik dalam memberikan solusi dan layanan terbaik sehingga memberikan customer experiences yang luar biasa.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah hak dasar setiap individu. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan kompleksitas masalah kesehatan, tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin meningkat. Pelayanan kesehatan yang unggul bukan hanya sekadar memberikan pengobatan, tetapi juga melibatkan aspek kemanusiaan, kepuasan pasien, dan efisiensi.
“...pelayanan poli paru dan krunya cepat dan jelas, tidak perlu mengantri, dan Alhamdulillah pendaftaran online lewat wa dan email itu cepat…” (Testimoni pasien RSP Goenawan Partowidigdo)
Pelayanan unggul dalam kesehatan merupakan pendekatan yang menempatkan pasien sebagai pusat dari semua tindakan. Ini berarti bahwa setiap aspek pelayanan, mulai dari pendaftaran hingga pasien pulang, dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pasien. Pelayanan yang unggul tidak hanya berfokus pada aspek klinis, tetapi juga mencakup aspek non-klinis seperti kenyamanan, keamanan, dan aksesibilitas.
Pelayanan dan fasilitas di Rumah Sakit juga akan distandarisasi sesuai dengan tipe Rumah Sakit. Diharapkan layanan rujukan di Rumah Sakit mulai dari proses registrasi sampai pengambilan obat di instalasi farmasi menjadi lebih efisien, sehingga total waktu pasien di Rumah Sakit menurun dan berdampak kepada peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit. Waktu registrasi pasien dari manual menjadi proses digital sehingga cukup dilakukan dalam waktu 10 menit. Sedangkan waktu tunggu dokter dipersingkat melalui pengaturan jam pelayanan dokter lebih panjang dan kehadiran staf tepat waktu. Pasien yang membutuhkan pelayanan instalasi farmasi dapat menggunakan e-resep maupun fasilitas transportasi online untuk penghantaran obat pasien sehingga memperpendek waktu tunggu obat. Apabila membutuhkan layanan penunjang seperti Lab atau Radiologi, penerapan rekam medis elektronik dapat memperpendek waktu pemeriksaan dengan integrasi data pelayanan serta hasil pemeriksaan dapat dikirimkan melalui whatsapp atau email pasien.