Mohon tunggu...
Muhammad Arif F
Muhammad Arif F Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama FEATURED

Mata Pelajaran Tak Lagi Dikotakkan, Akankah Ini Jadi Wajah Baru Pendidikan?

29 Desember 2021   10:40 Diperbarui: 15 Februari 2022   06:59 3564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa belajar (sumber : pixabay.com)

Pada tahun 2018 silam, The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah mengumumkan hasil uji tes PISA periode 2018. 

Berdasarkan data tersebut, tepatnya dalam kategori kemampuan membaca, matematika, dan sains, Indonesia lagi-lagi mendapatkan peringkat 10 terbawah. 

Sebuah hasil yang menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain. 

Berangkat dari data tersebut, akankah Indonesia sanggup untuk mengatasi masalah ini? apakah rancangan kurikulum baru yang diusung oleh Mas Menteri mampu memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia?

Sebelum kita membahas lebih jauh, berbicara soal kurikulum baru, akhir November kemarin, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dalam kegiatan Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI, memaparkan sebuah kurikulum baru yang sebelumnya tengah dirancang. Rencananya, kurikulum ini akan diterapkan pada semester depan atau tahun 2022 mendatang. 

Kurikulum ini bernama Kurikulum Prototipe. Munculnya hal ini berkaitan juga dengan melihat perkembangan pembelajaran yang semakin baik saat sekolah-sekolah menggunakan kurikulum darurat sebelumnya. 

Nampaknya hal ini akan menjadi suatu terobosan baru dalam sejarah dunia pendidikan di Indonesia. Mengutip dari laman berita detik.com, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Anindito Aditomo, menyatakan bahwa kurikulum ini dinilai akan lebih fleksibel jika dibandingkan dengan kurikulum yang sudah ada sebelumnya. 

Bahkan, kurikulum ini juga mampu untuk membuka lebih banyak ruang bagi siswa dalam mengimplementasikan pendidikan karakter dan kompetensi mereka.

Kabarnya, di dalam kurikulum ini, tidak akan ada lagi jurusan dan peminatan yang dikotak-kotakkan seperti IPA, IPS, dan Bahasa, akan tetapi dari para siswa sendiri yang akan menentukan dan meramu mata pelajarannya sesuai minat dan kebutuhan kariernya di masa depan. 

Semisal, siswa yang ingin menjadi insinyur, ia dapat mengambil mata pelajaran matematika lanjutan dan fisika lanjutan, tanpa harus mengambil pelajaran biologi.

Tak tanggung-tanggung, faktanya kurikulum ini sudah pernah diuji coba di 2500 sekolah di Indonesia, tepatnya sekolah-sekolah yang termasuk dalam Program Sekolah Penggerak. 

Mulai dari sekolah yang berada di kota besar hingga di pelosok daerah. Meskipun sudah pernah diuji cobakan di beberapa sekolah di Indonesia, rencananya dalam pelaksanaannya nanti tetap memberikan keleluasaan kepada sekolah masing-masing apakah akan ikut menerapkan kurikulum yang baru atau tetap menggunakan yang sebelumnya.

Lantas, apakah kurikulum prototipe ini betul-betul akan merealisasikan semangat merdeka belajar? 

Seperti yang sudah diketahui bersama, tahun 2020 silam, Mas Menteri, Nadiem Makarim telah mengumumkan akan melaksanakan sebuah konsep pembelajaran baru yakni konsep "Merdeka Belajar". 

Konsep ini menitikberatkan pada "kemerdekaan dan kemandirian" yang dimana siswa dapat lebih kreatif dalam menimba ilmu dan guru dapat berkreasi dengan gaya mengajarnya masing-masing.

Sebagai kurikulum yang baru, selain dari pandangan tim kementerian yang merancangnya, perlu juga ada berbagai pandangan dan tanggapan dari pihak lain, seperti pengamat, peneliti, juga kepala sekolah beserta para guru yang akan menerapkan langsung di sekolah. 

Menurut Pengamat Pendidikan UNJ, Rakhmat Hidayat, dalam siaran akun resmi Youtube CNN Indonesia, penerapan kurikulum baru ini, sosialisasi sangat diperlukan dalam mencapai keselarasan tujuan bersama. 

Ia juga menyampaikan beberapa masukan berdasarkan diskusi bersama Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G), yakni banyak guru yang berasal dari daerah yang mengeluhkan kurikulum ini dan terkesan penerapannya terlalu dipaksakan. 

"Sebagai pimpinan di kementerian saya kira Pak Nino (Anindito Aditomo) punya ruang untuk memberikan pemahaman terkait keleluasaan dalam pelaksanaan kurikulum prototipe ini, namun bagi teman-teman guru di lapangan beberapa tidak memiliki keleluasaan tersebut, 

"karena para guru dan kepala sekolah harus berkoordinasi dengan dinas pendidikan di daerah, di provinsi, dsb. yang belum tentu pemahamannya akan sama dengan yang disampaikan oleh kementerian," ujarnya.

Nyatanya, para guru yang akan langsung menerapkan kurikulum ini kepada siswa merasa masih perlu adanya tindakan kembali untuk mengatasi ketidakleluasaan mereka dalam menjalankannya. 

Hal ini mengisyaratkan perlu adanya sistem sosialisasi lanjutan terutama kepada stakeholder pemerintah daerah maupun dinas pendidikan masing-masing agar kurikulum ini dapat diterapkan bersama.

Maka dari itu, sosialisasi, koordinasi, dan rentang birokrasi penting untuk ditinjau kembali, terutama dari pihak Kemendikbudristek kepada sekolah-sekolah yang akan melaksanakannya di tahun mendatang.

Selain itu, menjawab ke pertanyaan sebelumnya, menurut saya, kurikulum ini juga selaras dengan semangat merdeka belajar. 

Siswa-siswi beserta seluruh tenaga pendidikan tidak akan terlalu dibatasi ruangnya dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar, tetapi justru akan lebih bisa mengatur dan berkreasi sendiri untuk menemukan arah belajar sesuai tujuan yang ingin dicapai. Namun, tentunya tetap berada di koridor-koridor yang telah ditentukan.

Walaupun kurikulum ini bersifat opsional dan masih terdapat kritik saran dari berbagai pihak, berbekal keunggulannya, rancangan ini diharapkan dapat menjadi "batu loncatan" yang cukup baik diterapkan ke sekolah-sekolah mengingat sektor pendidikan juga termasuk sektor yang cukup terdampak pandemi Covid-19 di dua tahun terakhir. 

Harapannya kurikulum prototipe ini dapat mencegah adanya learning loss (kehilangan pembelajaran) terjadi kembali dan semoga kedepannya akan menjadi wajah baru dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia.

Maka dari itu, Marilah kita sama-sama apresiasi dan dukung suksesnya rencana kurikulum prototipe ini. Semoga anak-anak bangsa dapat tetap merasakan manisnya menimba ilmu pengetahuan ditengah segala keterbatasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun