Malam ini, Kamis (29/7/2021) ba'da Isya' ziarah ke makom keluarga besar kyai, syeikh Maulan Maulin bin Syeikh Abbas di Banjarsari, Gombong, Kebumen, Jawa Tengah.
Perjalanan sekitar 15 menit dari rumah Bapak menuju kuburan tempat dimakamkannya kyai dan syeikh. Membaca kulhu, tahlil dan tahmid hingga selesai. Komunikasi dengan para kyai di awal dan diakhir pembacaan kulhu pun terlaksana dengan baik. Alhamdulillah. Disudahi dengan makan tumpeng bersama, dengan gulai khas ayam kampung asli dari desa.
Ziarah merupakan salah satu praktik sebagian besar umat beragama yang memiliki makna moral amat penting, dengan mengambil ikhtibar dari kebaikan-kebaikan perjuangan yang belum tuntas dilakukan oleh para kyai, syeikh selama hidup nya.
Terkadang banyak pelaku ziarah melakukan ke suatu tempat yang suci dan penting bagi keyakinan dan iman peziarah. Tujuannya adalah untuk mengingat kembali, meneguhkan iman, berkomunikasi dengan sukma, bermeditasi, zikir, dan atau menyucikan diri.
Dalam arti lainnya adalah semadi atau meditasi. Hal ini menjadi suatu prilaku atau praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari. Secara harfiah makna meditasi nerupakan kegiatan mengunyah-unyah atau membolak-balik dalam pikiran, memikirkan, merenungkan, hingga pada puncaknya sesorang masuk dalam kondisi Bening, Hening, dan Wening. Tiga tingkatan kondisi ini, memang sangat amat sulit untuk dilakukan.
Yaaaaa,,,tentu dengan membuat diri yang hidup menjadi kosong, agar raga dan sukma seseorang di cas kembali. Diibaratkan sebuah bateray, ketika di cas, ditambah daya baru, tentu akan tokcer, dan kuat kembali memberikan penerangan dan pencerahan bagi lingkungan sekitarnya.
Yang pada akhirnya seseorang itu akan mendapatkan kekuatan diri dari hal-hal negatif yang menghampiri. Koreksi dan mawas diri.
Secara terminologi mawas diri dapat diartikan sebagai upaya untuk mengoreksi diri sendiri secara jujur dan sunggu-sungguh. Bahwa kehidupan ini dalam kondisi apapun tidak bisa berlakon sendiri. Harus ada seseorang yang lain, untuk sebagai kontrol atau crosschek diri. Semisal, ketika seseorang dihadapkan kepada sesuatu yang sifatnya metafisik datang/hadir, tentu harus ada filter diri agar tidak tersesat jangan-jangan itu adalah jin-syetan yang mewujud. Disini perlunya teman dan saudara sekitar, karena kelebihan dan kekurangan seseorang itu tidak ada yang sama.
Koreksi dilakukan terhadap emosi, perasaan, pikiran, sikap dan perbuatan yang muncul dalam diri kita. Tujuannya yang pada akhirnya tetap mendekatkan diri pada sang khalik, Allah Swt.
Menimba ilmu dari para leluhur, sebab orang yang sudah meninggal itu adalah jasadnya, sukma nya tetap ada. Energi kebaikannya yang kita ambil atau serap, untuk menjaga diri dari energi-energi negatif.
Kalau menimba ngelmu kepada orang yang masih hidup tentu banyak kepentingan, seperti dipastikan seseorang yang masih hidup itu tentu terpengaruh dan tergiur terhadap yang bersifat duniawi (jabatan dan harta), sebab belum selesai dengan kehidupan keduniawiannya.
Shollu alannabi....Wallahualam bisshowab
Lanjuttt...bersambung....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI