Mohon tunggu...
Muhammad Arfan Pramana Iksakta
Muhammad Arfan Pramana Iksakta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Walisongo Semarang

Mahasiswa yang minat dalam menulis, hobi berolahraga dan media desain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengisi Keterbatasan Pendidikan di Era Disrupsi

23 November 2021   21:22 Diperbarui: 2 Desember 2021   12:07 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan itu pemerintah harus memperhatikan kondisi daerah terpencil yang memiliki sarana sekolah yang terbatas. Supaya pendidikannya berkembang dan juga dapat mencapai tujuan pendidikan yang revolusioner. Padahal jika diketahui pendidikan disusun secara sistematis dan memiliki rencana yang baik dan bagus maka akan sesuai dengan tujuan yang ingan dicapai nantinya. Serta kurangnya peruntukan dana yang terhambat dalam banyak hal penyalahgunaan dana sekolah serta adanya hal yang tidak bertanggung jawab dalam hal pendanaan keuangan sehingga dapat menghambat proses pendidikan dalam belajar.

Oleh karena itu, yang harus dilakukan saat ini suapaya permasalahan tersebut dapat diperbaiki atau dapat diselesaikan, dengan cara mengorganisir koordinasi antara pemerintah daerah yang terpencil sehingga tidak terputusnya komunikasi. Dan pada masalah ini pendidikan di Indonesia perlu melakukan sesuatu, karena apa yang dilakukan adalah dengan pendidikan pembelajaran yang harus berjalan dengan efektif. Beberapa perlu dipraktekkan dan terus dipantau agar sesuai dengan apa yang diperkirakan dan tidak meleset.

Sistem Era Disrupsi

Salah satu kata yang akhir-akhir ini begitu populer dan selalu kita dengar adalah Disrupsi. Pelopor terjadinya disrupsi ditandai dengan persoalan bisnis yang kemudian semakin menyebar dan merambah pada ke dalam persoalan kehidupan masyarakat secara umum. Terdapat dua buku yang yang populer membahas paham disrupsi, yaitu The Innovator's Dilemma oleh Clayton M. Christensen dan The Great Disruption: Human nature and The Reconstitutioon of Social Order oleh Francis Fukuyama.

Era Disrupsi merupakan pola terjadinya perubahan-perubahan besar yang disebabkan oleh adanya inovasi yang mengubah sistem dan tatanan bisnis ke taraf yang lebih baru lagi. Dalam perkembangannya, perubahan besar yang terjadi di dunia ini bisa kita kenal dengan revolusi industri 4.0. terdapat sembilan pilar yang menjadi ciri perkembangan teknologi revolusi industri 4.0 diantaranya Analisis Big Data, Robot Otonom, Teknologi Simulasi, Integrasi Sistem Horisontal dan Vertikal, Industri Berbasis Internet of Things, Keamanan Siber, Teknologi Informasi berbasis Cloud, Manufaktur Aditif, dan Teknologi Augmented Reality.

Adanya Disrupsi diberbagai lini dan elemen kehidupan tentunya menuntut untuk beradaptasi dari masing-masing personal untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan besar-besaran disekelilingnya. Demikian adalah hal yang mutlak jika seseorang harus secara cepat mengubah mindset dan menyesuaikan diri agar tidak tertinggal teknologi dan informasi baru yang semakin lama semakin cepat dan mudah kita rasakan. Beberapa pandangan mengatakan bahwa revolusi industri ini akan sangat berdampak sekali dengan tenaga manusia yang boleh jadi nantinya akan tergantikan dengan teknologi, bahkan kecerdasan buatan yang diciptakan manusia lagi-lagi boleh jadi akan menyingkirkan manusia itu sendiri. Resiko yang ditanggung oleh kemajuan juga sangat besar, inilah yang menjadikan perubahan-perubahan besar perlu disandingi dengan nilai pendidikan yang baik agar efek buruk yang mula-mula menghantui sedikit teredam dengan pengetahuan tentang nilai-nilai sebuah pendidikan.

Efek disrupsi yang semakin luas pada akhirnya juga akan berdampak kepada sistem pola kerja Pemerintahan. Disrupsi yang erat kaitannya dengan kemunculan perubahan teknologi, ini dapat membentuk pola gangguan pada sistem dalam sebuah organisasi atau pemerintahan. Saat ini penggunaan teknologi informasi telah diimplementasikan diberbagai sektor pada sistem pemerintahan. Istilah e-Government mungkin cukup sering kita dengar namun mungkin sebagian orang belum mengerti apa yang dimaksudkan. Pengertian e-Government merupakan proses pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat untuk memabantu menjalankan sistem pemerintah secara efisien. Namun saat ini belum bisa menjawab tantangan dan belum memenuhi harapan dari setiap elemen masyarakat.

Pembentukan ini salah satunya dibenturkan dengan pendidikan, di era disrupsi perkembangan sistem pembelajaran pendidikan khususnya di Indonesia masih mengalami stagnanisai, artinya tidak ada gerakan bagus untuk membangun dan bangkit dari keterpurukan. Hal demikian ditandai oleh beberapa sekolah yang masih tidak mampu menjawab persoalan-persoalan ini. Mulai dari perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam sistem tatanan, adaptasi terhadap perkembangan serta realisai pada teknologi dan informasi yang seharusnya ikut andil dalam jalannya perkembangan zaman, akan tetapi tidak mampu mengiringinya. Hal tersebut terjadi karena banyak faktor. Pertama, sistem yang digunakan oleh sekolah ditempat terpencil tidak dapat merubah kefesianan para murid dalam belajar, mereka cenderung hanya memberikan sesuatu dengan tanpa melihat bagaimana cara terbaik untuk menyesuaika dari apa yang diberikan.

Kedua, adaptasi yang dilakukan berjalan begitu lamban, hasilnya mereka tertinggal dari yang lain mengenai teknologi informasi yang akhir-akhir ini melesat begitu cepat. Tidakk dapat dipungkiri bahwa perkembangan dan kemajuan yang besar akan berdampak pada wilayah-wilayah kecil yang sering sekali tidak tersentuh oleh pemerintah. Ketiga, keberanian merubah pola pada pembelajaran, sitem ini seharusnya dapat dijadikan pertimbangan besar oleh sekolah-sekolah pedesaan. Hal ini perlu karena perubahan besar yang terjadi ketika kita tertinggal dan dihantam oleh potensi buruk namun kita tidak berani untuk mengambil keputusan besar dan cepat secara baik ini akan berdampak pada kemunduran sistem dalam tatanan pendidikan.

Pendidikan didalam desa begitu monoton dan lemah akan tekonologi, analoginya mereka orang kota sudah sampai puncak pegunungan namun orang desa masih saja berada di kaki gunung. Bukan karena bisa atau tidaknya meraka sampai pada tujuan, namun seberapa adaptifkah dan seberapa berani untuk mengubah sistem pendidikan yang notabenenya adalah kunci pelopor kemajuan bangsa. Harapannya bisa terdorong untuk mengarah pada revolusi mental anak-anak sebagai dukungan pendidikan karakter mereka.

Oleh: M. Arfan Pramana Iksakta
(Anggota KKN RDR 77 Keelompok 65)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun