Nipon adalah definisi Teman secara 'Hakikiyah' bagi beberapa orang disekitarnya, yang jadi alasan suatu perkumpulan bisa menyatu padu, larut dalam kegembiraan, dan seorang perokok yang seringkali sefrekuensi jika sudah bahas Tuhan, Cinta, dan Agama.
Tentu disini aku engga akan menulis tentang pribadinya yang rumit dan susah ditebak, tapi disini aku akan membawa kalian kepada kisahnya tentang menyikapi segala keadaan yang berkaitan tentang Hidup.
"Theater Perokok dan Tuhan"
Suatu Pagi saat sedang berjalan menuju rumah temannya yang bernama atta. Di sebuah sawah di pinggiran desa yang harmonis dan sejuk, nipon menuju ke pematang sawah. Apa yang dilakukannya? Ia kebelet pipis. Dia tak melihat ada petani disitu, jadi merasa tenang: jongkok dan cur.. cur.... Merasa lega.
Belum tuntas pipisnya tiba-tiba Nipon dipukul dari belakang. Yang memukul adalah si petani, yang ternyata bersembunyi dibalik dinding rumah kosong ditepi sawah. Si petani rupanya mangkel karena banyak hasil panen yang hilang dicuri orang. Dia menjebak siapa pencuri itu. Ketika dia melihat ada seorang yang sedang jongkok, si petani mengira orang itulah pencurinya. Setelah memukul, petani itu pun memaki "Bajingan!, Ini hadiah untuk pencuri. Sudah berbulan-bulan aku njaga, ternyata sampeyan malinge."
Dipukul sedemikian keras, Nipon merintih kesakitan. Dia pun menoleh ke belakang, siapa yang memukulnya. Tiba-tiba petani itu kaget setelah melihat siapa yang telah dipukulnya. Petani itu langsung memeluk mantan tuannya itu sambil meminta maaf "Tak kira kamu pencurinya mas, ternyata kamu anaknya pak agus, maafkan aku mas" ujar petani tadi.
"Panjenengan tidak salah, bapak petani yang perkasa. Yang memukulku tadi bukan jenengan," kata Nipon
"Aku tidak mengerti maksud Tuan muda, bukankah aku yang baru saja memukul tuan muda?" Si petani malah terheran-heran.
"Bukan, bukan jenengan yang memukulku. Bukankah jenengan berpikir bahwa yang jenengan pukul tadi adalah seorang pencuri dan jenengan tidak berpikir bahwa yang jenengan pukul adalah anak tuanmu dulu? Jadi, jenengan tidak memukul tuan muda."
Petani itu makin mumet dan jawab : "nggih, aku mengerti, tapi bagaimanapun sampeyan yang aku pukul. Maafkanlah aku dan kasih tau aku apa yang perlu aku lakukan sekarang untuk membayar kesalahanku."
Nipon merenung sejenak sambil "nyumet" rokoknya dan kemudian berkata, "Lakukanlah apa yang kamu anggap baik."