Hai, Nad. Salam sejahtera dan salam segala yang baik untukmu, ya, Nduk. Sehat-sehat selalu dan bahagia pula senantiasa.Â
Lama tak menulis surat tentangmu di laman dan halamanku ini, sebab banyak sekali kesibukan dan ketidakjelasanku dalam mengarungi ruang dan lingkup hidup yang sedemikian melenakan. Ya, melenakan sekali, Nad, seperti dibuai oleh angin kipas sebelum kita tertidur pulas.Â
Engkau pastinya besok kan mengalami hal yang sama seperti Aqib; hidup yang (merasa) kesepian padahal banyak di sekeliling kita manusia-manusia yang (sebetulnya) perhatian pada kita. Dan itu tak cukup bagi seorang yang mengalami kegelisahan dalam banyak hal; tentang orangtua; tentang kakak; tentang apapun yang sifatnya adalah kelayakan dan kenyamanan. Hm, absurd memang.
Ya, Nad, tak cukup bagi seorang yang ditimpa banyak keresahan dalam banyak hal. Tidak semua orang tahu akan isi batin, toh pada akhirnya semua lebih baik kita pendam seorang diri, bukan? Ah, kamu memang sudah sewajarnya menjadi seorang yang menang dalam melakoninya, dan aku tak pantas sudah untuk berbicara hal demikian padamu, Nada.
Oya, lama bukan, tak kuketahui kesibukanmu beberapa lama ini, juga tak kuketahui kepada dan dengan siapa kau dekat, apa dengan teman satu kampung yang beberapa waktu lalu kau ceritakan padaku? Memang sudah selayaknya kamu punya tempat berteduh selain ibu dan ayah terkait hal-hal pelik yang kau pikir tak perlu merembet dan melebar sampai terdengar orang rumah, bukan? Ya, tak mengapa. Itu kehendak dirimu, Nad.
Namun, kali ini hendak kutulis beberapa kalimat saat ku tak bisa tidur. Hujan deras, Nad. Dan aku ingat pada kau. Apa-apaan? Entah! Kukira yang jatuh dari hujan hanya air, ternyata juga kucuran deras rindu saat mengingat kenang-kenangan dua tahun lalu. Ah, rasanya seperti disayat sebilah belati tajam berkali-kali. Kurang asem. Fyuh..
Memang kau ingat, apa yang telah menjadi bagian dari cerita itu, Nad? Pabila kamu lupa, tak mengapa, sebab tak semua cerita harus dikenang dan diendapkan dalam kepala, bukan? Kukira, tak ada yang salah dalam hidup dan ruang yang telah aku (semua orang juga pastinya) lewati.Â
Ya, hujan belum juga reda sampai menjelang pagi dan matahari belum juga muncul dari peraduan. Ah, seperti pikiranku yang tak juga mengendap dalam ketiadaan memikirkanmu.Â
Memang kenapa?
Cie, dah mau lulus. Em, kurang berapa bulan lagi? Semoga lulus hanya soal sebutan, ya, Nad, dan semangatmu untuk selalu belajar semakin tak mengenal kata bosan dan jenu, semakin semangat dan senantiasa bergejolak.
Memang kenapa?
Ya ndak apa-apa.Â
Memang kenapa?Â
Kangen, Nad. Wkwk. Maafin.
Semangat, ya. Heuheuheu. Maafin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H