Mohon tunggu...
Muhammad Alif Athallah
Muhammad Alif Athallah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Undergraduate Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Meningkatkan Akurasi Keputusan dengan Otomatisasi

24 September 2024   20:52 Diperbarui: 24 September 2024   21:29 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meningkatkan Akurasi Keputusan dengan Otomatisasi 

Teknologi otomatisasi semakin merambah berbagai sektor kehidupan, termasuk dalam pengambilan keputusan kritis yang sebelumnya hanya dapat dilakukan oleh manusia. Salah satu inovasi yang menonjol dalam bidang ini adalah metodologi Human-Automated Judge Learning (HAJL), yang diperkenalkan oleh Ellen J. Bass dan Amy R. Pritchett dalam jurnal IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics---Part A: Systems and Humans tahun 2008. HAJL menawarkan pendekatan baru untuk meneliti bagaimana manusia berinteraksi dengan sistem otomatisasi informasi dalam tugas-tugas yang membutuhkan penilaian kompleks.

HAJL tidak hanya mengukur seberapa baik manusia membuat keputusan dengan bantuan sistem otomatisasi, tetapi juga bagaimana mereka beradaptasi dan belajar dari otomatisasi tersebut. Pendekatan tiga fase yang digunakan dalam HAJL (pelatihan, pembelajaran interaktif, dan prediksi) sangat relevan di era digital ini, di mana otomatisasi terus mengambil peran lebih besar dalam proses pengambilan keputusan. Misalnya, dalam sebuah studi tahun 2008, para peneliti menemukan bahwa otomatisasi yang dirancang untuk mendukung pengendalian lalu lintas udara membantu meningkatkan akurasi prediksi konflik hingga 67% dalam kondisi tertentu.

Namun, meskipun teknologi ini menunjukkan potensi besar, ada risiko besar dalam hal ketergantungan berlebihan pada otomatisasi. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa bias otomatisasi dapat menyebabkan manusia mengabaikan penilaian kritis mereka sendiri, berpotensi menghasilkan keputusan yang lebih buruk daripada jika mereka tidak menggunakan otomatisasi sama sekali (Parasuraman & Riley, 1997). Inilah mengapa pemahaman yang mendalam tentang interaksi manusia dengan sistem otomatisasi sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan secara efektif dan aman.

Metodologi Human-Automated Judge Learning (HAJL) memberikan perspektif baru tentang bagaimana otomatisasi seharusnya dirancang dan diintegrasikan ke dalam sistem yang melibatkan pengambilan keputusan manusia. Dalam studi yang dilakukan oleh Bass dan Pritchett, mereka mengidentifikasi bahwa sistem otomatisasi yang digunakan dalam pengendalian lalu lintas udara meningkatkan kinerja prediksi pengguna hingga lebih dari 60%, namun tidak sepenuhnya menggantikan peran manusia. Mereka menemukan bahwa tingkat adaptasi manusia terhadap otomatisasi secara langsung memengaruhi kualitas keputusan yang dibuat. Di sisi lain, para peneliti juga menyoroti pentingnya kompromi dan adaptasi dalam pembelajaran manusia ketika bekerja dengan otomatisasi.

Salah satu poin utama dari penelitian ini adalah bahwa otomatisasi tidak selalu memberikan hasil yang sempurna, dan pengguna harus dapat mengenali kapan harus mengikuti atau mengabaikan rekomendasi sistem otomatis. Dalam uji coba mereka, Bass dan Pritchett menemukan bahwa meskipun pengguna yang dilatih menggunakan sistem otomatisasi dapat meningkatkan akurasi keputusan, ada kasus di mana sistem otomatis justru memicu ketidakakuratan karena ketergantungan yang berlebihan pada algoritma. Di sinilah faktor seperti kepercayaan pada sistem otomatis menjadi elemen penting, yang menurut studi Parasuraman dan Riley (1997), memainkan peran dalam seberapa besar pengguna bersandar pada keputusan otomatis. Lebih dari 40% pengguna yang berinteraksi dengan otomatisasi tanpa cukup pelatihan cenderung mengalami bias otomatisasi, yang menyebabkan penurunan akurasi keputusan.

Selain itu, HAJL mengukur kinerja pengguna berdasarkan fase pelatihan dan pengujian berulang, di mana hasil akhir menunjukkan bahwa pengguna yang terlibat dalam sesi pelatihan dengan otomatisasi berkinerja lebih baik dibanding mereka yang tidak menerima pelatihan (67% lebih baik dalam tugas tertentu). Ini menggarisbawahi pentingnya pendidikan yang berkelanjutan dalam penggunaan teknologi otomatisasi, bukan hanya dengan memberi pengguna alat, tetapi juga strategi dan keahlian dalam memanfaatkan alat tersebut. Hal ini didukung oleh data dari studi di mana para peserta dengan pelatihan khusus menunjukkan pemahaman dan penyesuaian lebih baik terhadap keputusan otomatisasi, sehingga meningkatkan kualitas prediksi mereka secara signifikan.

Temuan-temuan ini memberikan pelajaran penting dalam desain sistem otomatis: harus ada keseimbangan antara intervensi otomatisasi dan penilaian manusia. Sistem tidak boleh hanya dirancang untuk menggantikan keputusan manusia, tetapi juga untuk mendukung dan memperkuatnya dengan memberikan informasi tambahan yang dapat membantu manusia dalam mengambil keputusan yang lebih baik, terutama di lingkungan yang berisiko tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Bass dan Pritchett menunjukkan bahwa otomatisasi, meskipun sangat berguna, harus diterapkan dengan hati-hati agar tidak memicu ketergantungan yang berlebihan pada sistem tersebut. Dengan tingkat adaptasi yang tepat, pengguna dapat memanfaatkan otomatisasi sebagai alat yang memperkuat keputusan mereka, bukan sebagai pengganti penilaian manusia sepenuhnya. Data dari penelitian ini menunjukkan peningkatan kinerja prediksi hingga 67% saat otomatisasi digunakan dengan benar, tetapi juga memperingatkan tentang risiko bias otomatisasi yang dapat muncul.

Kesimpulan ini penting dalam konteks pengembangan sistem otomatis di berbagai sektor, mulai dari penerbangan hingga kesehatan, di mana akurasi dan kepercayaan sangat krusial. Pengguna harus dibekali dengan pelatihan yang memadai untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan informasi yang diberikan oleh otomatisasi. Pada akhirnya, otomatisasi harus dirancang bukan hanya untuk memberikan hasil yang lebih cepat, tetapi untuk mendukung penilaian manusia dengan cara yang memperkaya, bukan menggantikan, proses pengambilan keputusan. Pengembangan teknologi otomatisasi yang lebih transparan, interaktif, dan dapat dipercaya akan menjadi kunci utama dalam memastikan bahwa sistem ini mampu memberikan manfaat maksimal tanpa mengurangi pentingnya penilaian manusia.

Referensi

Bass, E. J., & Pritchett, A. R. (2008). Pembelajaran hakim otomatis-manusia: Sebuah metodologi untuk meneliti interaksi manusia dengan otomatisasi analisis informasi. IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics---Part A: Systems and Humans, 38(4), 759-774. https://doi.org/10.1109/TSMCA.2008.923068

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun