Mohon tunggu...
Muhammad Al Fikri
Muhammad Al Fikri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Asasi Manusia: Perspektif Islam dan Dunia

19 Juni 2024   00:01 Diperbarui: 19 Juni 2024   00:03 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertemuan antara hukum Islam dan hak asasi manusia universal telah menimbulkan tantangan unik bagi komunitas Muslim.  Berbagai perspektif bermunculan untuk menanggapi permasalahan ini, ada yang bersikap skeptis dan konservatif, ada pula yang optimis menyatakan bahwa hukum Islam sangat sesuai dengan hak asasi manusia universal meskipun secara konseptual hukum tersebut berasal dari dunia Barat.

 Perbedaan standar antara hak asasi manusia Islam dan hak asasi manusia internasional berasal dari titik tolak yang berbeda secara fundamental, sehingga menyebabkan perbedaan pandangan dunia. Secara sederhana, perspektif Islam mengutamakan wahyu Ilahi dibandingkan nalar manusia (teosentris), sedangkan hak asasi manusia internasional bertumpu pada harkat dan martabat manusia (antroposentris).

Perspektif teosentris menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) lahir sebagai hasil dari kehendak Tuhan, sehingga sebagai hasilnya, standarnya harus berlandaskan pada ajaran Tuhan yang terungkap dalam wahyu serta sejarah secara umum. Di sisi lain, perspektif antroposentris percaya bahwa standar HAM seharusnya berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan, bukan semata pada nilai-nilai ilahi, tanpa memandang asal-usul nilai tersebut, baik dari pemikiran filsafat, agama, maupun akal manusia itu sendiri.

Walaupun begitu, norma hukum dan nilai etika universal seharusnya menjadi landasan utama bagi standar HAM, yang sebaiknya tidak dicampur-adukkan dengan kepentingan politik dan hegemoni agar tidak terjadi duplikasi standar baik dalam konsep maupun penerapan konsep itu sendiri. Praktik menunjukkan bahwa karakter universal dari HAM tidak selalu dijamin oleh proses transformasi kultural global yang menempatkan aspek universal di atas pijakan-pijakan kultural yang beragam.

Ketegangan antara hak asasi manusia Islam dan hak asasi manusia internasional akan terus berlanjut sampai ada kesepakatan bersama mengenai landasan fundamental hak asasi manusia universal.  Menerapkan prinsip-prinsip global sambil memasukkan nilai-nilai Islam dan ajaran agama lainnya dapat memberikan hasil yang lebih harmonis. 

Barangkali, masyarakat Islam harus menjalani transformasi budaya-agama, dengan memandang Islam tidak hanya sebagai sistem kepercayaan tetapi juga sebagai kerangka budaya dan hukum.  Transformasi ini sangat penting karena pandangan dunia Islam saat ini merupakan akar konflik dengan hak asasi manusia internasional. Terlibat dalam dialog yang tulus dan terbuka untuk mengatasi ketegangan yang ada sangat penting untuk mencapai keselarasan konsep yang harmonis, baik dalam Islam maupun secara global.

Penulis memandang konsep An-Na’im’s dengan prinsip resiprositas sebagai sesuatu yang sangat vital. Ia menegaskan bahwa penting bagi seseorang untuk memperlakukan orang lain dengan cara yang sama seperti yang ia harapkan dari orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun