Menurut ilmu kedokteran, hati didefinisikan sebagai gumpalan daging yang berbentuk seperti sanubari (kalimat bahasa Arab sejenis pepohonan yang ditanam sebagai hiasan atau diambil kayunya) dan terletak di bagian dada sebelah kiri.
Sedangkan menurut sufisme, hati adalah sesuatu yang halus dan bersifat rabbaniyah (ketuhanan) dan ruhaniyyah (spiritual/non-materi).
Definisi inilah yang disebut-sebut sebagai hakikat manusia. Ia memiliki peran sebagai yang mengetahui, memahami, menjadi lawan bicara---karena itu jika hati kita sedang dipenuhi banyak pikiran tidak akan mampu menangkap maksud ucapan seseorang, memperingatkan dengan cara yang ramah, dan yang memohon.
Hakikat manusia ini (hati sanubari) berhubungan dengan hati dalam perspektif kedokteran sebagaimana pengguna alat dengan alat itu sendiri sehingga ia mampu menggerakkan anggota tubuh yang seakan-akan menjadi budaknya--pemegang kuasa tubuh.
Dari sini bisa kita ketahui bahwa hakikat manusia adalah jiwanya. Sedangkan tubuh hanyalah bungkus. Tidak bernilai apa-apa.
Oleh karena itu, adalah sebuah kebodohan bila ada orang yang lebih memperhatikan wajahnya dengan merawat, menjaga, menghiasnya tetapi lupa untuk merawat jiwanya yang adalah hakikat dirinya sendiri.
Sebagaimana yang dikatakan Siti 'Aisyah dalam kitab Syarh Yaqut an-Nafis, aku heran mengapa ada orang setiap hari membersihkan wajahnya tetapi lupa untuk membersihkan hatinya.
Akhirnya, jawaban dari pertanyaan 'siapa aku' adalah lihatlah jiwamu. Saya tidak bisa menentukan siapa dirimu, kamu lah yang lebih mengetahui keadaan jiwamu.
Rasakan saja, apakah ia senang pamer, angkuh, dengki, iri, pemarah, pembenci, pelit, tamak, rakus, pecinta dunia?
Ataukah ia tulus, rendah hati, mencintai orang sebagaimana mencintai dirinya, lapang dada, dermawan, rela dengan sedikitnya pemberian, dan tidak mencintai dunia?
Jika kamu telah menjawabnya, maka itulah jawaban siapa dirimu.