Mohon tunggu...
Muhammad Alfan
Muhammad Alfan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasantri Ponpes Lirboyo, Kediri-Jawa Timur. Pembelajar otodidak pengetahuan sosial, psikologi, dan filsafat.

Part of my life. Agama, Kitab kuning, Buku, Novel, Film & Mindset.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Cukup, Mari Kita Sikat Si Brengsek "Siapa Aku?"

13 Mei 2021   17:45 Diperbarui: 13 Mei 2021   18:04 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini cambuk untukku dan untukmu agar kita bisa masuk ke alam jiwa yang lebih megah dari dunia. Kalau belum masuk juga, baca lagi dengan hati, dengan rasa.

Sekarang mari kita mulai sikat si brengsek 'siapa aku?'.

Beberapa pakar klasik seperti Imam Ghazali dan Imam ar-Razi hingga Plato menyatakan bahwa manusia adalah jiwanya. Lebih jauh, Plato bahkan menganggap raga adalah penjara bagi jiwa.

Dalam tafsirnya, ar-Razi (2000) menampilkan pendapat 'Ulama bahwa manusia tidak sah didefinisikan sebagai sesuatu yang tersusun dari berbagai anggota yang disebut tubuh.

Ada dua argumen yang ia kemukakan. Pertama, tubuh manusia akan selalu bertumbuh dan sekaligus berkurang---berubah. Sedangkan Manusia sejak awal adalah sesuatu yang tetap. Sesuatu yang tetap tentu saja tidak bisa dikatakan sebagai sesuatu yang tidak tetap, dalam konteks ini tubuh. Maka menurut pendapat ini, term 'saya' harus tidak merujuk pada tubuh manusia.

Kedua, kita bisa mengetahui bahwa kita adalah sesuatu yang menetapi keadaan sekarang besertaan dengan lalainya kita terhadap susunan-susunan yang membentuk tubuh---maksudnya tanpa kesadaran akan adanya anggota tubuh. Sedangkan sesuatu yang diketahui tentu bukanlah apa yang tidak diketahui---anggota tubuh. Maka jelas sudah bahwa term 'saya' tidak merujuk pada raga. Melainkan pada sesuatu yang terkurung di dalamnya, jiwa.

Imam Ghazali pun berpendapat bahwa hakikat manusia adalah jiwa. Term yang digunakannya memang bukan nafs (jiwa), tapi qalb (hati).

al-Ghazali menyatakan bahwa hati adalah tempat segala kehidupan batin manusia terjadi. Oleh karenanya, ilmu yang mengkaji hati disebut juga sebagai disiplin ilmu batin.

Bila merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, jiwa sendiri diartikan sebagai seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan dan sebagainya).

Maka, meskipun Ghazali menggunakan term qalb tetapi interpretasi nya sama dengan apa yang dimaksud dengan jiwa.

Definisi hati juga menurut al-Ghazali memiliki berbagai perspektif. Dalam kitab Ihya ia menampilkan dua perspektif, yaitu ilmu kedokteran dan sufisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun