Mohon tunggu...
Muhammad Al Faiz
Muhammad Al Faiz Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa S1 UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA JURUSAN ILMU AL QURAN TAFSIR

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Sholat adalah Tiang Agama, Jangan Sampai Sholat Kita Sia-sia, dalam Konteks Tafsir Surat Al Ma'un

30 Maret 2024   07:59 Diperbarui: 30 Maret 2024   08:01 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Sebagai umat islam ada hal yang harus dilakukan untuk menjaga status keislaman seseorang. Sebelum masuk islam sendiri ada persyaratan yang harus dilakukan seseorang agar dirinya dinyatakan islam yaitu menyakini dan mengucapkan dua kalimat syahadad. Setelah orang itu masuk islam tidak selesai hanya disitu, masih ada sesuatu yang sangat penting dan harus orang islam lakukan yaitu, sholat. Sholat adalah tiang agama. Rosulullah SAW bersabda:

 

 "Sholat itu tiang agama. Siapa yang mendirikannya berarti mendirikan agama. Siapa yang merobohkannya berarti merobohkan agama." yang di maksud tiang agama disini adalah sesuatu hal yang pokok dan harus ada untuk menyangga keislaman seseorang agar islamnya bisa sempurna, jika tiang agama itu rusak atau tidak ada maka akan hancurlah agama seseorang itu dan islamnya akan rusak menjadi tidak sempurna.

Maka di dalam islam tiang agama yaitu solat. Sholat memiliki peran penting dalam kehidupan seorang muslim. Ia adalah wujud penghambaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Namun, dalam solat tidak cukup hanya melakukan solat secara mekanis tanpa memahami makna dan tujuannya. Sholat yang hanya dilakukan sebagai rutinitas tanpa adanya rasa taqwa dan keimanan kepada Allah SWT, akan menjadi sia-sia dan tidak memberikan manfaat yang sebenarnya.  Perlu kita pahami, bahwa solat bukan sekedar kewajiban semata tetapi juga merupakan sarana untuk memperbaiki diri dan menjalin hubungan yang baik kepada Allah SWT. Karena sebenarnya, sholat juga mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan keji mungkar.

Dalam surat Al- Ma'un Allah SWT menunjukan bahwa solat seharusnya tidak hanya menjadi ibadah fisik semata, tetapi juga harus melibatkan aspek spiritual. Sholat yang baik adalah sholat yang dilaksanakan dengan kesadaran yang penuh, hati yang ikhlas, dan diiringi dengan amal sholeh di dalam kehidupan sehari-hari. Sholat yang sesungguhnya adalah solat yang mampu membawa perubahan positif dalam diri kita dan memberikan dampak baik kepada orang lain.

Dalam buku tafsir shafwatut tafasir menjelaskan bahwa, kecelakaan dan hukuman menimpa orang-orang yang melakukan shalat secara munafik, yang memiliki sifat-sifat buruk seperti lalai dari kewajiban shalat. Mereka melupakan shalat mereka dengan sengaja menunda-nunda waktu shalat dan meremehkannya. Ibnu 'Abbs menjelaskan bahwa mereka tidak melakukan shalat dengan niat yang benar; jika mereka shalat, itu bukan karena mengharapkan pahala, dan jika mereka tidak shalat, mereka tidak takut akan siksanya. Ab 'liyah menambahkan bahwa mereka tidak menjalankan shalat pada waktunya, juga tidak melaksanakan ruku' dan sujud dengan sempurna.

Ketika Nabi Muhammad ditanya tentang ayat ini, beliau menjelaskan bahwa orang-orang yang dimaksud adalah mereka yang menunda-nunda shalat dari waktunya. Para ulama tafsir menjelaskan bahwa penggunaan kata "" dalam ayat ini menunjukkan bahwa sasarannya adalah orang-orang munafik. Inilah mengapa beberapa ulama salaf memuji Allah atas penggunaan kata " " (dari shalat mereka) dan tidak " " (dalam shalat mereka). Jika Allah menggunakan " ", maka sasarannya akan menjadi umat muslim pada umumnya. Orang Mu'min kadang lupa dalam shalatnya. Perbedaan lupanya orang mu'min dan lupanya orang munafik adalah jelas. Lupanya munafik adalah lupa meninggalkan dan sedikit peduli terhadap shalat, sehingga dia tidak ingat shalat dan dia sibuk menjalankan aktifitas lain. Sedangkan mu'min jika lupa dalam shalatnya, dia segera membenahinya dan menambalnya dengan sujud sahwi.

Dari Tafsir Ibnu Katsir diriwayatkan bahwa Sa'ad bin Abi Waqqash berkata,

"Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang orang-orang yang lalai dari shalat mereka. Beliau menjawab, 'Yaitu orang-orang yang mengakhirkan shalat sehingga keluar dari waktunya."

Orang-orang yang berbuat riya." Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanadnya dari Abdullah bin Amru bahwa Rasulullah saw. telah bersabda,

"Barangsiapa menyiarkan kepada orang lain tentang amal baiknya maka Allah akan memperdengarkan amal orang itu kepada makhluk-Nya, kemudian menghinakannya dan merendahkannya."

Di antara perkara yang berkaitan dengan firman Allah Ta'ala, "Orang-orang yang berbuat riya" ialah bahwa orang yang beramal karena Allah semata, kemudian diketahui oleh orang lain dan dikagumi, maka hal ini tidak termasuk riya. Dalilnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al- Hafizh Abu Ya'la al-Mushili dalam Musnadnya bahwa Abu Hurairah r.a. berkata,

"Aku pernah shalat. Kemudian datanglah seseorang kepadaku dan aku bangga karena ibadahku itu. Aku ceritakan hal itu kepada Rasulullah saw., lalu beliau bersabda, 'Kamu telah mendapatkan dua pahala. Pahala karena beribadah dengan sembunyi-sembunyi dan pahala karena beribadah dengan terang-terangan.

Tidak ada satu dalil pun yang menunjukkan kebolehan mengakhirkan shalat dengan sengaja dari waktu yang telah ditetapkan, sehingga orang yang mengakhirkan shalat dengan sengaja itu mempunyai dalil untuk menyusul dan mengqadhanya. Dan, tidak ada dalil yang ditetapkan oleh orang-orang yang berpandangan tentang kebolehan mengqadha shalat kecuali sabda Rasulullah saw., "Barangsiapa tertidur dari melaksanakan shalat atau lupa, maka hendaklah dia melaksanakannya ketika ingat. Tidak ada kafarat baginya kecuali dengan melakukan hal itu."

Hadits ini dengan tegas menentang pandangan mereka, bukan mendukungnya. Mereka telah menyamakan orang yang menunda-nunda shalat secara sengaja dengan orang yang menunda-nunda shalat karena alasan tertentu. Ini adalah analogi yang tidak tepat, karena kedua masalah tersebut memiliki konteks yang berbeda, seperti yang terlihat jelas. Karena Allah SWT yang Mahabijaksana telah membedakan antara orang yang tertidur hingga melewatkan shalat dan orang yang lupa sebagai orang yang terkena uzur, lalu mereka diperintahkan untuk segera melaksanakan shalat tersebut (sebagai kewajiban, bukan sebagai penggantian shalat yang terlewat), ketika mereka bangun atau ingat kembali. Maka orang dalam keadaan seperti ini akan diampuni, karena mereka tidak memiliki kontrol atas situasi tersebut, kecuali atas kehendak Allah. Jadi, di mana letak kesamaan orang semacam ini dengan orang yang sengaja menunda-nunda shalat dalam keadaan sadar dan terjaga? Sementara itu, Rasulullah saw. sendiri menyatakan bahwa "Barangsiapa meninggalkan satu kali shalat dengan sengaja maka dia telah melepaskan diri dari perlindungan Allah dan Rasul-Nya.".

Selain itu, mereka juga menggunakan sebagai argumen qadha shalat yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya pada perang Khandaq, meskipun mereka tahu bahwa kejadian ini telah dibatalkan dengan adanya shalat khauf. Namun, mereka tidak bisa menganggap peristiwa tersebut sebagai dasar argumen yang kuat. Orang-orang yang memberikan fatwa tentang kebolehan mengqadha shalat yang terlewat dari waktunya sebenarnya telah membuka pintu-pintu untuk meninggalkan shalat secara keseluruhan, meskipun tanpa maksud dari mereka. Mengingat orang yang percaya bahwa masih mempunyai kesempatan untuk mengganti shalat yang terlewat, mungkin awalnya hanya akan meninggalkan satu waktu shalat, kemudian terus meningkat menjadi dua, tiga, satu hari, dua hari, satu minggu, dua minggu, sampai akhirnya meninggalkan shalat sepenuhnya.

Kami berlindung kepada Allah dari hal semacam itu. Namun, situasinya berbeda ketika seseorang tahu bahwa jika mereka melewatkan satu shalat saja, maka tidak akan mungkin lagi bagi mereka untuk mengqadhanya, bahkan jika mereka berusaha shalat selama satu abad, mereka akan berusaha keras untuk tidak meninggalkan shalat bahkan sekali pun. Dari sini, terlihat perbedaan yang jelas mengenai konsekuensi dari pandangan yang mengizinkan atau tidak mengizinkan mengqadha shalat. Hanya Allah yang lebih mengetahui. Allah lah yang akan menunjukkan jalan yang benar.

Sebagai seorang Muslim, hendaklah kita selalu berupaya untuk menjaga kualitas dan waktu solat kita. Jadikan solat sebagai tiang agama yang kokoh, yang tidak mudah goyah. Jadikan solat sebagai sarana untuk memperbaiki diri, meningkatkan keimanan kepada AllaH SWT, dan mengamalkan kebaikan kepada orang lain.Dan sesungguhnya manusia di ciptakan tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah SWT, sebagaimana yang telah Allah SWT firmankan didalam Al-Qur'an  '' ''Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Dengan demikian, solat kita tidak akan sia-sia, melainkan akan menjadi lading pahala dan membawa keberkahan dalam hidup kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun