kebijakan anti-kekerasan seksual, kenyataannya kekerasan seksual masih terjadi di banyak kampus. Kejadian-kejadian seperti ini sering kali tidak terungkap karena banyak faktor, mulai dari rasa takut akan stigma, ketidakpercayaan pada institusi, hingga budaya impunitas yang ada di beberapa lingkungan kampus.
Kekerasan seksual di lingkungan kampus di Indonesia memang merupakan isu yang sangat serius dan memprihatinkan. Dalam beberapa tahun terakhir, meskipun ada upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pembentukanPenting untuk melihat bahwa kekerasan seksual bukan hanya masalah individu pelaku dan korban, tapi juga mencakup sistemik di tingkat universitas itu sendiri. Banyak kampus di Indonesia yang masih belum memiliki kebijakan yang jelas, tegas, dan efektif dalam menangani kasus kekerasan seksual. Bahkan jika ada kebijakan, sering kali penegakan hukum dan perlindungan terhadap korban sangat lemah. Sebagai contoh, korban sering kali lebih banyak dihukum atau dibungkam, sementara pelaku tidak mendapatkan sanksi yang setimpal.
Selain itu, budaya patriarki yang masih sangat kuat dalam masyarakat Indonesia turut memperburuk kondisi ini. Banyak orang masih menganggap bahwa perempuan "harus bisa menjaga diri" atau "menghindari situasi tertentu", padahal masalah utama ada pada perilaku pelaku yang harusnya diawasi dan dihukum sesuai dengan peraturan yang ada.
Di sisi lain, ada pula upaya-upaya positif yang mulai dilakukan oleh beberapa kampus dan organisasi mahasiswa. Beberapa kampus telah mulai merancang kurikulum pendidikan terkait gender dan kekerasan seksual, serta memberikan ruang bagi korban untuk melapor dan mendapatkan bantuan. Ada juga gerakan-gerakan dari mahasiswa yang berusaha untuk mendesak kampus agar lebih responsif terhadap isu ini. Namun, meski ada perubahan, secara keseluruhan langkah-langkah yang ada masih jauh dari cukup.
Kampus seharusnya menjadi ruang yang aman bagi mahasiswa untuk belajar dan berkembang, bukan tempat di mana kekerasan seksual dibiarkan terjadi tanpa konsekuensi. Oleh karena itu, perlu ada komitmen yang lebih kuat dari pihak universitas, pemerintah, dan masyarakat untuk menanggulangi masalah ini dengan serius, melalui pencegahan, edukasi, dan penegakan hukum yang tegas. Selain itu, korban juga harus diberikan perlindungan, dukungan psikologis, dan hak-hak mereka dihargai tanpa rasa takut akan pembalasan atau stigma negatif.
Urgensi keberadaan Satgas PPKS (Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) di lingkungan universitas sangatlah tinggi, mengingat fenomena kekerasan seksual di kampus-kampus Indonesia yang masih terus terjadi, baik yang terungkap maupun yang tersembunyi. Meskipun banyak universitas telah berupaya untuk membuat kebijakan atau program anti-kekerasan seksual, masih banyak yang gagal mengimplementasikannya secara efektif. Di sinilah peran Satgas PPKS menjadi sangat penting, karena mereka bisa memastikan bahwa setiap kebijakan tersebut benar-benar dijalankan dengan baik dan memberi dampak positif.
Keberadaan Satgas PPKS di universitas sangat penting untuk menciptakan kampus yang bebas dari kekerasan seksual dan memastikan bahwa setiap individu di dalamnya merasa aman dan dihargai. Tanpa adanya Satgas yang fokus menangani isu ini, universitas akan kesulitan dalam mengimplementasikan kebijakan yang efektif untuk melindungi mahasiswanya. Dengan Satgas yang bekerja secara sistematis, responsif, dan terintegrasi, kampus bisa bertransformasi menjadi ruang yang lebih aman, inklusif, dan mendukung perkembangan akademik yang sehat. Dalam jangka panjang, ini akan membentuk budaya kampus yang menghargai hak-hak setiap individu dan memberikan ruang bagi tumbuh kembangnya kreativitas tanpa rasa takut atau terancam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI