Mohon tunggu...
Muhammad Akhyar Adnan
Muhammad Akhyar Adnan Mohon Tunggu... Dosen - Founder & CEO Akhyar Business Institute (ABI); Dosen FEB Universitas Yarsi (2023-sekarang)

Founder & CEO Akhyar Business Institute (ABI); Dosen Prodi FEB Universitas Yarsi (2023-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Serial Salah Kaprah Dalam Bahasa Indonesia (2): Terakreditasi

12 September 2021   13:03 Diperbarui: 12 September 2021   13:17 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

SERIAL SALAH KAPRAH DALAM BAHASA INDONESIA (2):

TERAKREDITASI

Muhammad Akhyar Adnan

(Dosen Prodi Akuntansi FEB UMY)

 Salah kaprah lainnya yang cukup luas terjadi adalah ketika banyak orang, bahkan lembaga pendidikan menyebut istilah 'terakreditasi'. Istilah ini memang relatif baru, yakni sejak diberlakukannya sistem akreditasi, terutama untuk Lembaga Pendidikan di berbagai tingkatan. Tidak tanggung-tanggung, bahwa kesalah-kaprahan ini justru terjadi di lingkungan yang semestinya faham dan patuh kepada kaidah Bahasa Indonesia.

Di mana salahnya? Mari kita bahas.

Kata 'terakreditasi' merupakan kata yang berasal dari akar kata akreditasi dan diberi imbuhan atau awalan 'ter'. Sebuah awalan dalam Bahasa Indonesia mempunyai makna tertentu. Misalnya saja, awalan 'ter' selama ini difahami mempunyai 3 (tiga) makna.

Pertama, 'ter' berarti paling. Misalnya: terpanjang, artinya paling panjang. Terindah, artinya paling indah, terbaik, artinya paling baik, dan seterusnya. Dalam Bahasa Inggris ini disebut superlative.

Kedua, 'ter' bermakna tidak sengaja. Misalnya: "Anak kecil itu terjatuh di tangga rumahnya". Ini bermakna bahwa jatuhnya anak kecil itu, tidak disengaja. Begitu pula misalnya kata-kata: tertipu, terperanjat, terbawa, dan seterusnya. Semua awalan 'ter' tersebut menunjukkan bahwa kejadian tersebut tidak disengaja, bahkan mungkin tidak diharapkan.

Ketiga, 'ter' dapat diartikan 'dapat di-'. Misalnya saja dalam kalimat: "Beban berat tersebut akhirnya terangkat juga oleh pemuda itu"; "Konflik antara dua kakak beradik itu terselesaikan juga oleh orang tuanya"; "Terjawab sudah teka-teki pelik ini". Semua kata yang berawalan 'ter' di atas, dapat diartikan sebagai "dapat di-...".

Nah, bagaimana dengan istilah terakreditasi?

Tidak satupun dari tiga makna di atas yang sesuai. Karena "terakreditasi" tidak merupakan paling (superlative), bukan pula tidak disengaja, dan juga tidak dapat dimaknai sebagai 'dapat di-...'.  Sehingga penggunaan awalan 'ter' menjadi janggal adanya. Sayangnya tidak banyak yang menaruh perhatian kepada kejanggalan ini.

Pertanyaan berikutnya adalah: bagaimana istilah yang tepat untuk tujuan mengatakan bahwa sebuah Lembaga Pendidikan sudah 'terakreditasi'?

Sesungguhnya, makna yang lebih hakiki dalam pengertian tersebut adalah bahwa Lembaga tersebut sudah melakukan proses akreditasi dan sudah pula memiliki sertifikat sebagai bukti akreditasi. Artinya, yang ingin disampaikan sebenarnya adalah bahwa Lembaga tersebut sudah memiliki akreditasi.

Kalau yang dimaksud adalah memiliki akreditasi, imbuhan atau awalan yang tepat tentunya 'ber', dan bukan 'ter'. Ini misalnya dapat dikiaskan dengan kalimat seperti: "Sejak bekerja, si Fulan sekarang sudah berduit"; "Sejak pindah kerja dari PT A ke PT B, Fulan berpenghahasilan lebih tinggi"; "Budi berperangai lebih baik, sejak belajar di Pesantren". Semua awalan 'ber' dalam tiga contoh kalimat di atas bermakna memiliki atau mempunyai.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya menghentikan atau mengganti istilah 'terakreditasi' menjadi 'berakreditasi'. Karena ini lebih tepat dan menggambarkan makna sesungguhnya yang dimaksud. 

WaLlahu a'lam bisshowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun