Mohon tunggu...
Muhammad Akhyar Adnan
Muhammad Akhyar Adnan Mohon Tunggu... Dosen - Founder & CEO Akhyar Business Institute (ABI); Dosen FEB Universitas Yarsi (2023-sekarang)

Founder & CEO Akhyar Business Institute (ABI); Dosen Prodi FEB Universitas Yarsi (2023-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Etika Berwebinar (Pertemuan Daring/On-Line)

29 Agustus 2021   15:24 Diperbarui: 29 Agustus 2021   15:40 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ucapan salam, atau sapaan 'selamat' bergabung

Sangat sering terjadi bahwa yang sudah hadir lebih awal memberikan salam kepada yang baru bergabung, walau terlambat. Apalagi yang datang terlambat memang mempunyai posisi atau jabatan lebih tinggi atau umur lebih tua. Islam, sesungguhnya sudah mengajarkan tatacara memberikan salam yang sangat universal, dan dapat dipakai siapa saja, karena bersifat adil. 

Dalam Islam -- misalnya -- diajari, bahwa salam itu harus disampaikan oleh yang lewat kepada yang duduk, atau yang [baru] datang kepada yang sudah lebih dulu ada, oleh yang sedikit kepada yang banyak, dari yang muda kepada yang tua, dan seterusnya. 

Kalau kaidah ini dipakai, maka sepatutnya yang datang belakanganlah yang harus mengucapkan salam, walaupun secara umur (peserta yang baru datang) lebih tua, atau jabatan lebih tinggi. Bukan sebaliknya.  

Kamera, Foto dan Nama

Fasilitas yang diberikan oleh Zoom, Google Meet atau Microsoft Teams cukup lengkap. Peserta dapat mencantumkan nama, memasang foto atau bahkan menghidupkan kamera. Dalam hal ini, seolah-olah ada pilihan: mulai memasang nama, foto atau menghidupkan kamera. 

Nah, bukankah idealnya seorang peserta, selain memasang nama (minimal nama panggilan), juga menghidupkan kamera, sehingga suasana tatap muka, sungguh-sungguh terjadi, walau secara maya (virtual). Namun, apa yang terjadi?

Ada saja peserta yang -- entah sadar atau tidak -- tidak menuliskan namanya dan / atau Lembaga yang diwakilinya. Ada kalanya hanya menampilkan foto. Apa masalahnya?

Kalau seseorang tampil, misalnya tidak pakai nama, tidak pula ada foto, dan tidak pula menghidupkan kamera, alangkah 'aneh' pertemuan tersebut. Rasanya, ibarat kita berbicara dengan tembok atau dinding. Menyakitkan, bukan?

Selain nama, ada pilihan foto atau kamera yang dihidupkan. Lalu, bagaimana pemakaiannya? Pilihan tersebut tentu bukan tanpa maksud apa-apa. Idealnya, peserta -- selain menulis nama -- juga menghidupkan kamera. Tetapi dalam kondisi tertentu, kamera dapat digantikan foto. Bukan secara permanen sepanjang pertemuan. Bila yang yang bersangkutan sedang berbicara, maka tentu akan jauh lebih baik, bila kamera dihidupkan.

Blunder Kamera (?)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun