“Nanti sajalah, lebih baik uang ditabung untuk biaya sekolah anak-anak.”
Temannya itu hanya menggaruk-garuk kepalanya.
Dzulhijjah 1425
Ayahku adalah orang Melayu, tak heran impian terbesarnya adalah naik
haji, menyambangi tanah suci, menyambut panggilan Ilahi Rabbi. Aku tahu
mimpinya itu, jelas sekali. Suatu ketika aku berbincang-bincang padanya.
“Pak, tidak ingin naik haji? Kulihat teman-teman bapak sudah banyak yang pergi ke Mekkah.”
“Buat apa kita naik haji nak, kalau masih banyak kewajiban kita yang belum selesai di sini.”
“Bukankah ibadah haji wajib hukumnya Pak?”
“Aku kira”, ia menghela nafas, “menyekolahkan anak setinggi yang aku mampu lebih merupakan kewajibanku saat ini”
Aku terdiam.
Dzulhijjah 1430
Takbir terus berkumandang bersahut-sahutan. Aku menghadirkan ornamen-ornamen sejarah itu, kini di depanku.